Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
"Seandainya hidup ini ada soundtrack-nya, semua akan lebih mudah karena aku akan tahu apa yang sedang terjadi."
Beberapa tahun silam, meme berbunyi demikian pernah beredar luas di jagat maya.
Faktanya, musik memang punya efek luar biasa. Bahkan, ada sejumlah ilmuwan yang menyimpulkan bahwa karakter seseorang bisa dilihat berdasarkan musik apa yang mereka dengarkan.
Bagi sebagian orang, musik adalah bagian tak terpisahkan dari hidup. Itulah mengapa, penyedia layanan streaming Spotify, misalnya, sampai repot-repot membuat daftar putar untuk berbagai aktivitas.
Ada musik untuk bersantai, ada musik yang secara khusus enak didengarkan saat menjalani road trip, ada musik yang pas didengarkan selagi hujan, dan tentunya ada musik yang tepat untuk menjadi teman berlari.
Berdasarkan temuan Costan Karageorghis dari Brunel University London, musik bisa meningkatkan performa fisik seseorang. Untuk itu, dia memiliki dua penjelasan.
Ada yang disebutnya sebagai koneksi emosional. Karageorghis memberi contoh lagu 'Eye of the Tiger' milik Survivor membuat seseorang merasa bisa menaklukkan tantangan di depan mata.
Ada pula yang disebut Karageorghis sebagai disosiasi. Maksudnya, musik bisa membuat seseorang tidak terlalu merasakan apa yang seharusnya dia rasakan. Rasa lelah bisa diabaikan dengan musik yang tepat.
Menurut Karageorghis, ketika sedang mendengarkan musik, seseorang bisa mengabaikan rasa lelahnya sampai 10%. Dengan demikian, daya tahan pun bakal meningkat sehingga orang bisa berlari lebih cepat atau lebih lama.
Ini bisa terjadi karena dengan mendengarkan musik, detak jantung seseorang bisa meningkat 5 sampai 15 ketukan per menit. Selain itu, musik juga bisa memicu lepasnya adrenalin sehingga tubuh jadi terasa lebih segar.
Itu baru musiknya. Belum lagi jika kita masukkan lirik ke dalam perhitungan. Lirik-lirik penyemangat rupanya benar-benar berpengaruh pada kondisi psikologis seseorang untuk membuat mereka lebih bersemangat pula.
Meski demikian, riset Karageorghis itu bukan satu-satunya riset yang pernah dilakukan mengenai relasi musik dengan performa seseorang ketika tengah berlari.
Ada pula riset dari sejumlah ilmuwan Brasil yang menyebutkan bahwa pengaruh musik sebetulnya tidak sebesar itu. Menurut temuan tersebut, musik hanya berpengaruh besar sebelum dan sesudah lari .
Sebelum berlari, musik akan membuat seseorang merasa bersemangat. Sesudah berlari, musik bakal membantu proses pemulihan. Di tengah-tengah itu, musik atau tanpa musik tidak terlalu membuat perbedaan.
Well, terlepas dari itu, musik atau tanpa musik sebenarnya hanyalah preferensi pribadi.
Seorang pelari amatir yang RunStyle wawancarai, Ismoyo Adiwasito, mengaku tidak suka mendengarkan musik ketika berlari.
"Kalau dengerin lagu bisa berpengaruh ke detak jantung. Lagu upbeat bisa nambah kecepatan, kalau [temponya] turun, ya, kecepatan ikutan turun. Padahal, kalau lari jarak jauh sebisa mungkin speed-nya stabil," kata Ismoyo.
Ismoyo yang merupakan seorang pegawai bank di Jakarta ini biasa mengikuti event lari half-marathon. Meski tanpa musik, pria 30 tahun itu mengaku tidak bosan karena dia memang lebih suka menikmati suara dari lingkungan sekitar.
Lain Ismoyo, lain halnya dengan Nick Sandy Santiago. Pria yang akrab disapa Santi ini mengaku butuh musik, tetapi hanya di saat-saat tertentu. Dia lebih kerap mendengarkan musik di lari jarak jauh dengan kondisi sepi.
"Aku secara pribadi jarang mendengarkan musik kalau larinya di bawah 21km karena aku merasa berlari, khususnya di jalan raya, memerlukan awareness yang lebih tinggi," aku Santi kepada RunStyle.
"Jalanan kita enggak ramah pelari. Dengan mendengarkan musik, distraksi jadi bertambah. Aku biasanya mendengarkan musik ketika latihan dan di race yang jaraknya jauh-jauh karena biasanya itu malam hari dan kondisi sekitar lebih sepi," tambahnya.
Bagi Santi, musik adalah cara untuk membangun mood. Sosok berusia 30 tahun ini menilai musik tidak terlalu berpengaruh pada performanya, meskipun dia tahu ada orang yang butuh bantuan musik agar ayunan langkah tetap konstan.
"Menurutku, lagu-lagu ini sifatnya lebih ke mood building supaya tidak merasa bosan," tuturnya.
Ada tiga lagu yang jadi andalan Santi ketika berlari , yakni 'Learning to Live' dari Dream Theater, 'Down Deep into the Pain' milik Steve Vai, dan 'Plastic Love' yang didendangkan Mariya Takeuchi.
"'Learning to Live' ini musiknya oke banget karena [lagu ini berasal dari] album Dream Theater on their prime. Selain musik, liriknya juga uplifting. Biasanya lagu ini aku dengerin kalau latihan atau race yang jaraknya di atas 50km," ujarnya.
"Kalau aku sendiri di jalan, lagu ini yang kurang lebih bisa ngasih dorongan buat lanjut sampai semaksimal mungkin," jelasnya.
Sementara, lagu 'Down Deep into the Pain' dipilih Santi karena chaotic. Ditambah dengan vokal dari Devin Townsend, menurut Santi lagu ini bisa membuatnya 'melek' dan 'tidak bosan'.
"Sama seperti 'Learning to Live', 'Down Deep into the Pain' ini juga aku dengarkan waktu latihan atau race dalam durasi lama," ucapnya.
Lalu, lagu 'Plastic Love' menjadi pilihan untuk alasan berbeda. Ini dipilih Santi semata-mata karena dia memang tengah menggandrungi genre yang dibawakan oleh Takeuchi.
"Aku belakangan senang genre city pop. Jadi, buat variasi juga selain lagu-lagu rock di playlist-ku biar enggak bosen," akunya.
Alasan Santi memilih 'Plastic Love' itu sama dengan alasan Afrin Meyriana memilih lagu-lagu dari Katy Perry, Pink!, Maroon 5, RAN, dan Maliq & D'Essentials. Bagi Afrin, yang penting lagu-lagu itu membuat dirinya nyaman.
Afrin sendiri tidak seselektif Santi dalam mengurasi playlist-nya. Biasanya, wanita yang bekerja di salah satu media di Jakarta ini memilih untuk memutar album artis-artis tadi secara penuh.
"Aku enggak bisa bilang lagu mana yang paling favorit soalnya aku biasanya muter album penuh. Aku biarin ngalir dari awal sampai akhir," kata Afrin kepada RunStyle.
"Dengerin lagu-lagu itu bikin capeknya kerasa beda. Jadi lebih enggak kerasa. Kalau ada hook di tengah lagu atau lirik yang bikin semangat, aku juga jadi semangat lagi," sambungnya.
Sebenarnya, musik bukanlah satu-satunya hal yang didengarkan seseorang ketika berlari. Afrin bercerita bahwa ada salah seorang temannya yang mendengarkan podcast ketika sedang berlari .
"Aku kadang mikir, apa enggak pusing, ya, lari sambil belajar gitu? Tapi, kata mereka, dengerin kayak gitu malah menyenangkan," kata wanita yang pernah turun di sebuah event 10K itu.
Apa yang diceritakan Afrin ini senada dengan penuturan Santi. Sosok yang berdomisili di Yogyakarta itu pun ternyata tidak cuma mendengarkan musik ketika berlari.
"Aku juga menikmati lari sambil mendengarkan audiobook," ucap Santi.
***
So, pada akhirnya, musik memang membantu dalam berlari. Namun, seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, ia bukan satu-satunya alat bantu. Anda sendiri termasuk yang mana?
Jika Anda termasuk orang-orang yang perlu mendengarkan musik saat berlari, tidak ada salahnya, dong, menyimak playlist bikinan kami ini. Selamat mendengarkan dan selamat berlari !