Djokovic, si 'Serbinator' Itu, Menulis Epos di Final Wimbledon 2019

15 Juli 2019 12:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Djokovic dan trofi Wimbledon 2019. Foto: REUTERS/Andrew Couldridge
zoom-in-whitePerbesar
Djokovic dan trofi Wimbledon 2019. Foto: REUTERS/Andrew Couldridge
ADVERTISEMENT
Empat jam 57 menit. Selama itulah pertarungan Novak Djokovic di partai puncak tunggal putra Wimbledon 2019. Gelar 'G.O.A.T' yang dibawa Roger Federer dari tahun ke tahun itu terbukti. Berkali-kali tertinggal, berkali-kali pula ia bangkit dan mengejar.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang paling gila adalah ketika Djokovic memimpin 40-30 dalam kedudukan 2-5 untuk keunggulan Federer di set keempat. Federer yang entah dari mana mendapat kekuatan sedahsyat itu memaksa Djokovic beradu tangkas dan kuat dalam reli panjang.
Reli itu dibangun lewat 35 pukulan sehingga menjadi salah satu yang terpanjang di final tunggal putra Wimbledon. Federer bermain seperti orang kesetanan. Ia mengendalikan reli, seperti bukan dia yang tenaganya dikuras habis-habisan di tiga set awal.
Pukulan-pukulan menyilang baik lewat forehand maupun backhand memaksa Djokovic untuk menjelajah area baseline secepat mungkin. Strategi itu berhasil. Pukulan backhand Federer berbuah winner dan menyamakan kedudukan menjadi 40-40. Hampir seantero penonton di tribune Centre Court berdiri dan memberikan aplaus tanpa peduli siapa yang sebenarnya mereka dukung saat itu.
ADVERTISEMENT
"Bertanding melawan Roger (Federer) di setiap lapangan--terutama rumput--memberi tekanan konstan karena ia tetap fokus, apalagi di final seperti ini. Terlepas dari siapa pun lawannya, tak peduli apakah kecepatan servismu 150 miles per jam atau seperti kecepatan saya--120 miles per jam--ia tetap di sana," jelas Djokovic.
"Ia menahan pukulan-pukulan dengan luar biasa. Ia mengantisipasi setiap manuver lawan dengan hebat. Ia petenis yang dianugerahi talenta dahsyat. Performanya luar biasa untuk pertandingan lapangan rumput," jelas Djokovic.
Apa boleh buat, pada akhirnya duel mesti berlanjut ke babak tie break karena Federer menyamakan kedudukan 12-12 di set kelima. Mirka Federer, istri Federer, entah berapa kali menutup wajahnya karena kepalang gugup menyaksikan sang suami bertarung habis-habisan memperjuangkan trofi Grand Slam ke-21-nya.
ADVERTISEMENT
Federer bukannya kehabisan tenaga sama sekali. Pukulan-pukulannya tetap berenergi di babak hidup dan mati itu. Namun, Federer acap kehilangan kendali sehingga pukulan-pukulannya berulang kali membuat bola terlempar ke luar lapangan, termasuk lesakan terakhirnya yang membuat Djokovic menggenggam trofi Wimbledon kelima.
Selebrasi kemenangan Djokovic atas Federer. Foto: REUTERS/Toby Melville
Untuk sesaat, tak ada selebrasi. Djokovic tak berteriak garang seperti ketika ia memastikan tiket final usai mengalahkan Roberto Bautista Agut di semifinal. Ia tidak berlari dan memeluk Federer. Yang dilakukannya di atas Centre Court adalah tradisi. Djokovic mengambil sejumput rumput lapangan dan memakannya.
'Eat the grass.' Idiom ini adalah penanda bahwa kau mengerahkan segala daya untuk memperjuangkan perkara paling penting dalam hidupmu. Dan itu pulalah yang dilakukan Djokovic di sepanjang laga gila lima set tadi.
ADVERTISEMENT
"Barangkali ini pertandingan yang sangat menuntut, sangat sangat sangat menuntut, kematangan dan ketangguhan mental. Saya teringat final Australia Terbuka 2012. Kala itu, saya berlaga melawan Rafael Nadal. Pertandingan itu menuntut kekuatan secara fisik. Tapi, duel kali ini menuntut ketangguhan dalam level berbeda," jelas Djokovic.
"Bisa duduk di sini, di hadapan kalian semua sebagai juara, membuat saya begitu terlarut dalam emosi. Rasanya tadi saya begitu dekat dengan kekalahan. Ya, tinggal satu pukulan lagi," ucap Djokovic.
Bangkit berkali-kali membuktikan bahwa 20 gelar juara Grand Slam itu memang pantas jatuh ke tangan Federer. Tapi, kegigihan untuk bertahan melawan kebangkitan Federer adalah alasan mengapa Djokovic pantas menutup Wimbledon 2019 dengan gelar juara.
ADVERTISEMENT
Melihat penampilan Djokovic di set kedua, tak heran jika banyak orang yang memprediksi Federer yang bakal menutup kompetisi dengan 'Trofi Puncak Nanas'. Melihat langkah Djokovic yang melambat usai reli 35 pukulan itu tak salah juga jika memperkirakan Federer yang bakal datang ke Wimbledon 2020 dengan status juara bertahan.
Tapi, tenis tidak punya naskah. Kemenangan 7-6 (7-5), 1-6, 7-6 (7-4), 4-6, 13-12 (7-3) itu pada akhirnya membuktikan bahwa Djokovic-lah yang menulis sendiri kisahnya di atas lapangan tenis: Kisah yang barangkali cepat-cepat ingin dilupakan oleh Federer. Epos yang mengingatkan jagat tenis mengapa julukan 'Serbinator' itu pantas melekat pada Djokovic.