Hendrawan Blak-blakan Ditawarkan Posisi Kabid Binpres PBSI Tahun Lalu

13 Oktober 2021 10:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tunggal putra Indonesia, Hendrawan, saat bertanding di Asian Games ke-14 di Busan, Korea Selatan, pada 13 Oktober 2002. Foto: YOSHIKAZU TSUNO / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Tunggal putra Indonesia, Hendrawan, saat bertanding di Asian Games ke-14 di Busan, Korea Selatan, pada 13 Oktober 2002. Foto: YOSHIKAZU TSUNO / AFP
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang perantau, pulang dan kembali ke rumah adalah hal yang diidam-idamkan, begitu pula dengan Hendrawan. Ketika berbincang dengan kumparan, legenda bulu tangkis Indonesia itu berkali-kali menekankan niatnya untuk pulang dan melatih di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Hendrawan menjadi pelatih di Federasi Bulu Tangkis Malaysia (BAM) sejak 2009 silam. Bukan tugas yang mudah untuk pria kelahiran 27 Juni 1972 kala pertama kali menerima tawaran dari Negeri Jiran.
Cacian hingga dicap tak nasionalis kerap hinggap di telinga Hendrawan. Namun, ia bergeming. Jalan sebagai pelatih Malaysia sudah diputuskannya bulat-bulat.
"Pertama melatih Malaysia itu tahun 2009, jadi memang saya harusnya pindah ke Malaysia setelah Olimpiade 2008. Tetapi, pada waktu itu, PBSI tidak mengizinkan saya untuk pindah," kenang Hendrawan.
Pebulu tangkis Indonesia Hendrawan saat melawan Muhamamad-Roslin Hashim dari Malaysia dalam pertandingan perempat final tunggal putra Asian Games ke-13 pada 15 Desember 1998. Foto: Toshifumi Kitamura/AFP
"Malaysia minta saya pindah dari tahun 2004, tapi saya tidak mau karena saya pikir saya belum apa-apa, belum pernah jadi pelatih. Dan, saya juga baru masuk PBSI. Setiap tahun ketemu pihak Malaysia selalu bilang 'Jangan lupa, ya, Hendrawan, ditunggu-ditunggu'," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Hendrawan punya alasan kuat mengapa akhirnya memilih hijrah dari Indonesia. Persoalan masa depan dan kontrak kerja menjadi yang utama.
Menurutnya, penting sebagai pelatih untuk memiliki kontrak kerja yang jelas. Hal tersebut digunakan untuk mengukur tingkat kesuksesan seorang pelatih.
"Kalau ditanya alasan pindah, salah satunya begini, waktu dulu sebagai pelatih PBSI tidak ada kontrak, tidak seperti sekarang. Kalau sekarang, pelatih PBSI sudah memiliki kontrak, dulu tidak ada," kata Hendrawan.
"Pada waktu itu, kapan saja pelatih bisa ditukar, bisa diganti. Hasilnya kalau tidak bagus, diganti. Waktu itu saya menanyakan ke PBSI, saya perlu kontrak kerja supaya kami tahu, kami punya planning dan target seperti apa. Mereka bilang oke, saya tunggu sampai akhirnya tidak bisa. Akhirnya saya memutuskan mundur," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Prestasi Hendrawan sebagai pelatih Indonesia khususnya tunggal putri waktu itu sejatinya cukup bagus. Ia sukses membawa Maria Kristin Yulianti merengkuh medali perunggu Olimpiade Beijing 2008. Terakhir kali, tunggal putri meraih medali di Olimpiade yakni pada 1996 melalui Susy Susanti (perunggu) dan Mia Audina (perak).
Pebulu tangkis Indonesia Hendrawan saat melawan Muhamamad-Roslin Hashim dari Malaysia dalam pertandingan perempat final tunggal putra Asian Games ke-13 pada 15 Desember 1998. Foto: Toshifumi Kitamura/AFP
Tak cuma itu, Hendrawan juga berhasil membawa Maria Kristin merengkuh medali emas SEA Games 2007 dan mendapatkan medali perak dan perunggu di Piala Sudirman 2007 dan 2009.
Setelah lama mengabdi di Malaysia, Hendrawan mengungkapkan PBSI sempat memintanya untuk pulang. Bak gayung bersambut, Hendrawan juga sebenarnya sudah bersedia bekerja di balik layar bulu tangkis Indonesia.
PBSI di bawah kepemimpinan baru pada Agung Firman Sampurna, menawarkan Hendrawan untuk mengisi posisi Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres). Tawaran itu datang ketika Agung hendak membetuk pengurus pada tahun lalu, sebelum akhirnya posisi Kabid Binpres PBSI diisi Rionny Mainaky.
ADVERTISEMENT
Keinginan Hendrawan untuk pulang nyatanya belum direstui oleh semesta. Salah satu faktornya adalah pandemi COVID-19. Peraturan ketat untuk keluar-masuk Malaysia membuat Hendrawan memilih untuk menolak tawaran PBSI. Apalagi, ada keluarga yang kini menetap di Malaysia.
"Keinginan untuk kembali ke Indonesia pasti ada karena memang saya setiap tahun selalu ada diskusi dengan pengurus dan selalu diminta pulang. Tetapi, sampai hari ini, kalau saya belum bisa pulang, berarti belum jodoh," ucap Hendrawan.
Tunggal putra Indonesia, Hendrawan, saat bertanding di Jepang Terbuka di Tokyo, pada 08 April 2000. Foto: TORU YAMANAKA / AFP
"Terakhir, kemarin ada perbincangan kembali dengan pengurus baru untuk kembali ke Indonesia, semua sudah oke tetapi ada masalah COVID-19. Karena, kan keluarga dan anak-anak masih sekolah di Malaysia, jadi istri tak bisa meninggalkan anak-anak untuk sementara ini karena COVID-19 kan kayaknya untuk travel keluar masuk Malaysia tidak bisa," katanya.
ADVERTISEMENT
"Dan COVID-19 sudah berjalan dua tahun lebih, kami juga tidak bisa pulang. Itu yang membuat saya memutuskan karena COVID-19 saya enggak bisa dulu, karena kita tidak tahu COVID-19 ini sampai kapan. Mungkin suatu saat saya bisa kembali ke Indonesia. Belum tahu posisi pastinya di mana, tetapi salah satunya ditawari Binpres. Karena COVID-19 jadi, ya, belum bisa, mungkin suatu saat. Tapi, keinginan kembali ke Indonesia itu ada," tutup Hendrawan.
Kini, Hendrawan berstatus sebagai pelatih kepala tunggal putra Malaysia. Ia sempat mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan tersebut pada awal tahun lalu. Hal itu dikarenakan Hendrawan gagal membawa Lee Zii Jia berlaga di Thailand terbuka.
Namun, pengajuan pengunduran diri Hendrawan ditolak oleh BAM. Setelahnya, Hendrawan malah berhasil membawa Zii Jia menjadi kampiun All England 2021. Itu merupakan trofi BWF World Tour pertama yang direngkuh Zii Jia.
ADVERTISEMENT
***
Ikuti survei kumparan Bola & Sport dan menangi e-voucher senilai total Rp 3 juta. Isi surveinya sekarang di kum.pr/surveibolasport.