Kisah Carlo Paalam: Berawal dari Pemulung, Kini Sukses Sabet Medali Olimpiade

8 Agustus 2021 16:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petinju Filipina Carlo Paalam menunjukkan medali peraknya saat upacara penyerahan medali usai final tinju nomor terbang (48-52kg) putra Olimpiade Tokyo 2020 di Kokugikan Arena, Tokyo, 7 Agustus 2021. Foto: LUIS ROBAYO / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Petinju Filipina Carlo Paalam menunjukkan medali peraknya saat upacara penyerahan medali usai final tinju nomor terbang (48-52kg) putra Olimpiade Tokyo 2020 di Kokugikan Arena, Tokyo, 7 Agustus 2021. Foto: LUIS ROBAYO / AFP
ADVERTISEMENT
Petinju Filipina, Carlo Paalam, sukses mengharumkan nama negaranya di ajang Olimpiade 2020. Itu diraih usai takluk dari wakil Inggris, Galal Yafai pada laga final kelas berat ringan, Sabtu (7/8).
ADVERTISEMENT
Pertarungan antara Galal Yafai vs Carlo Paalam menjadi salah satu hal yang cukup mengharukan. Pasalnya, kedua petinju tersebut datang dari latar belakang yang memprihatinkan.
Jika Galal Yafai pernah bekerja sebagai seorang buruh pabrik mobil, Paalam pernah merasakan hidup miskin dan bertahan hidup menjadi seorang pemulung. Lantas, seperti apa kisah hidup Carlo Paalam?
Carlo Paalam lahir pada Juli 1998 di Talakag, Bukidnon, Filipina. Ia menghabiskan masa kecilnya di Balingoan, Misamis Oriental. Saat menginjak usia 6 tahun, kedua orang tuanya berpisah.
Sejak saat itu, ayah Paalam dan keluarganya yang lain pindah dari Balingoan ke Cagayan de Oro untuk mendapat penghidupan yang lebih baik. Paalam kemudian menjalani kehidupan sebagai seorang pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di kota.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan Rappler, tempat pembuangan sampah itu berada di daerah Barangay Carmen, Cagayan de Oro. Agar bisa makan, Paalam harus berjalan keliling kota mengambil botol dan plastik kemudian menukarnya dengan uang.
Sampai suatu hari ketika Paalam pulang ke rumah seusai dari gereja, ia melihat tetangganya yang merupakan seorang petinju tengah melatih anaknya. Ia kemudian dipanggil oleh tetangganya tersebut.
“Itu setelah gereja, kemudian ketika saya sampai di rumah. saya melihat tetangga saya [seorang petinju] tengah bertinju dan melatih putranya. Dia kemudian memanggil saya untuk datang dan melawan putranya," kata Paalam, dikutip dari Sports Inquirer.
“Saya takut karena anak itu adalah putra seorang petinju dan dia baik. Saya tidak ingin berkelahi dengannya, tetapi tetangga saya memberi saya sepasang sarung tangan dan dia memberi tahu bahwa siapa pun yang menang akan mendapat sebotol soda," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Paalam yang kala itu masih berusia 9 tahun tertarik dengan tawaran tersebut. Ia akhirnya mengiyakan tantangan tetangganya itu demi sebotol soda.
Melihat potensi Carlo Paalam, tetangganya itu menyarankan agar dia ikut dalam pertarungan tinju lokal yang bertajuk 'Boxing in the Park'. Ajang tersebut diadakan tiap Minggu di alun-alun kota Cagayan de Oro.
"Perjalanan saya dimulai di 'Boxing in the Park' setiap Minggu dan ada hadiah 120 peso (sekitar Rp 34 ribu dengan kurs saat ini). Itu besar bagi saya daripada mengais berjam-jam untuk menemukan botol dan plastik,” kata Paalam.
Petinju Filipina Carlo Paalam (kanan) dan Galal Yafai dari Inggris bertarung dalam final tinju putra (48-52kg) pada Olimpiade Tokyo 2020 di Kokugikan Arena di Tokyo pada 7 Agustus 2021. Foto: LUIS ROBAYO / AFP
Perkelahian mingguan itu juga yang membuat pelatih Timnas Filipina, Elmer Pamisa menemukan dirinya dan yang akhirnya merekrut Paalam ke dalam program pelatihan pada 2009.
ADVERTISEMENT
“Di sanalah saya bisa menunjukkan bakat saya dan pelatih Elmer Pamisa bisa merekrut saya. Dia benar-benar ayah bagiku, dia benar-benar merawatku," ungkap Paalam tentang sosok Elmer Pamisa.
Sementara itu, ayah kandung Paalam, Peo Rio, mengatakan bahwa dirinya tidak pernah bermimpi melihat putranya akan menerima berkat sebesar ini. Ia dibuat bangga dengan putranya tersebut.
“Kadang-kadang, dia akan memberikan semuanya [uang] untuk membeli makanan bagi keluarga, tetapi saya selalu bersikeras bahwa dia harus menyimpan setengahnya untuk kebutuhan pribadi lainnya,” terang sang ayah, dikutip dari Rappler.
Pandemi virus Corona turut membuat kondisi keluarga Paalam terasa sulit. Tinggal bersama dalam satu rumah kecil di Barangay Kauswagan, Carol Paalam dan 10 sanak saudaranya bahkan sempat kesulitan membayar tagihan listrik.
ADVERTISEMENT
“Ada terlalu banyak dari kami di rumah dan ada kalanya kami tidak memiliki aliran listrik karena kami tidak punya cukup uang untuk membayar tagihan,” ungkap pihak keluarga.
Keberhasilan Paalam di Olimpiade Tokyo 2020 akan memberi dampak positif tersendiri untuk dirinya, keluarga, dan juga ekosistem tinju di Filipina.
“Saya bersyukur untuk olahraga ini [tinju] karena jika bukan karena ini saya tidak akan bisa membantu keluarga saya, saya sendiri, serta saudara dan juga kerabat saya,” ujar Paalam.
“Tinju adalah bagian besar dari hidup saya dan itu akan selalu mengingatkan saya dari mana saya berasal. Karena olahraga itulah saya bisa mengenakan pakaian yang saya impikan sebelumnya. Ini benar-benar berkat dari Tuhan. Tidak ada yang tidak mungkin bagi siapa saja yang bermimpi besar,” tandasnya.
ADVERTISEMENT
Selain sukses meraih medali perak di Olimpiade 2020, Paalam juga tercatat pernah memenangkan perunggu pada Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang dan emas pada ajang SEA Games 2019 di Filipina untuk kelas terbang putra.