Kisah Masomah Ali Zada: Wakili 82 Juta Pengungsi, Bawa Pesan Damai di Olimpiade

30 Juli 2021 12:46 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Atlet sepeda Afghanistan, Masomah Ali Zada. Foto: Fabrice Coffrini/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Atlet sepeda Afghanistan, Masomah Ali Zada. Foto: Fabrice Coffrini/AFP
ADVERTISEMENT
Masomah Ali Zada menjadi salah satu atlet kelahiran Afghanistan yang berkompetisi di cabang olahraga (cabor) balap sepeda Olimpiade 2020. Akan tetapi, wanita 25 tahun itu tak mewakili negaranya, melainkan tim kontingen para pengungsi.
ADVERTISEMENT
Zada mengalami masa kecil yang kurang menyenangkan. Pada tahun-tahun pertama awal kehidupannya, ia sudah harus dibawa mengungsi oleh keluarganya ke Iran karena kerusuhan politik. Ia akhirnya tumbuh besar di Iran dan mulai bersepeda ketika masih di sekolah menengah.
Pada usia 10 tahun, Zada pindah kembali bersama keluarganya ke Afghanistan. Namun, suasana di negaranya tetap belum kondusif. Ada kalanya atlet kelahiran 11 Maret 1996 ini dilempari batu atau buah saat sedang bersepeda.
Akhirnya, pada 2016, Zada dan keluarganya kembali kabur dari Afghanistan karena tekanan sosial yang dia hadapi sebagai pesepeda wanita dan ketakutan akan kekerasan dari Taliban. Dia sekarang tinggal di Prancis, tempat keluarganya telah diberikan suaka.
Pesepeda pengungsi Afghanistan Masomah Ali Zada mengendarai selama sesi pelatihan di World Cycling Center (CMC) di Aigle pada 1 Juli 2021. Foto: Fabrice Coffrini/AFP
"Di Afghanistan, saya tak bisa bersepeda seperti di Iran, dilarang. Saya tak pernah melihat seorang gadis di atas sepeda, apalagi dengan pakaian olahraga. Saat itu, tak banyak gadis bersepeda dan orang-orang melakukan kekerasan saat melihat kami. Mereka pikir itu bertentangan dengan budaya dan agama, tetapi itu tak benar," katanya, dilansir situs web resmi Olimpiade.
ADVERTISEMENT
Masomah Ali Zada akhirnya tetap menggeluti karier sebagai atlet sepeda. Ia lalu menerima beasiswa untuk tim Olimpiade pengungsi dan turun mengaspal di Tokyo, Jepang.
"Ini adalah tanggung jawab besar karena saya mewakili 82 juta pengungsi dan semua wanita di Afghanistan dan negara-negara lain yang orang berpikir mereka tidak boleh mengendarai sepeda," katanya kepada BBC Sport.
"Saya sangat bangga mewakili tim pengungsi dan mengirimkan pesan harapan dan perdamaian," lanjutnya yang turun di cabang olahraga balap sepeda kategori Time Trial.
Atlet sepeda Afghanistan, Masomah Ali Zada. Foto: Fabrice Coffrini/AFP
Sayangnya, Zada belum berhasil meraih medali. Ia menempati urutan terakhir dari 25 peserta dengan catatan waktu 44:04.31. Meski demikian, perjuangannya tetap layak diapresiasi.
Menurut pemaparan di situs web resmi Olimpiade, Masomah Ali Zada terganggu latihannya selama pandemi. Terlebih, dia juga terpengaruh oleh berita kematian mantan pelatihnya, Abdul Sadiq Sadiqi, yang pernah menjadi Presiden Federasi Bersepeda Afghanistan.
ADVERTISEMENT
Namun, Zada menegaskan tak akan berhenti bersepeda. Dia bermimpi para perempuan Afghanistan bisa mengikuti jejaknya.
"Ketika saya kembali ke Afghanistan, saya akan menyelenggarakan perlombaan bersepeda yang hebat untuk wanita dan pria. Ini akan menyandang nama Abdul Sadiq Sadiqi," katanya kepada Paris Match.
"Seperti kata pepatah Afghanistan: 'Mereka bisa membunuh semua burung walet, tetapi mereka tidak bisa mencegah datangnya musim semi.'," lanjutnya.
***