Hendrawan

Memperbaiki Daya Tahan, Cara Paulus Bantu Hendrawan Jadi Juara Dunia

22 Juni 2019 12:30 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kemenangan Hendrawan di Thomas Cup. Foto: (Foto: AFP/GOH Chai Hin)
zoom-in-whitePerbesar
Kemenangan Hendrawan di Thomas Cup. Foto: (Foto: AFP/GOH Chai Hin)
ADVERTISEMENT
Hendrawan yakin ia salah dengar. Tidak akan ada yang menyuruhnya berlari 40 menit non-stop di hari pertama latihan.
ADVERTISEMENT
Pukul enam pagi Hendrawan sudah siap. Mirip sebagian besar orang yang gugup minta ampun di hari pertama bekerja, ia mengintip ruangan Paulus Pesurnay di Pelatnas Cipayung.
Pagi-pagi benar pintu ruangan itu sudah dibuka. Paulus menyadari gelagat Hendrawan. Ia memanggil Hendrawan, “Ngapain kamu di situ? Sini, minum ini.”
Tak ada yang spesial di tempat itu. Di atas meja Paulus cuma ada dua gelas teh manis panas. Satu untuknya, satu untuk Hendrawan.
“Berapa menit, Pak?”
Tiga kali Hendrawan bertanya, tiga kali pula Paulus memberikan jawaban yang sama: Empat puluh menit. Bahkan ketika Hendrawan bertanya untuk kali ketiga, Paulus mesti menggunakan tangan membuat gerakan menyerupai angka 40 untuk meyakinkan Hendrawan.
ADVERTISEMENT
Apa boleh bikin, Hendrawan tak salah dengar, Paulus tak salah bicara. Latihan lari selama 40 menit non-stop mesti dilakukan.
Baru 10 menit berlari, napas Hendrawan sudah mau habis. Paulus tak bisa menahan diri untuk tak melepaskan lelucon, “Masa kamu yang pemain nasional kalah sama saya? Saya yang sudah punya cucu dua saja masih kuat, lho.”
Hendrawan belum uzur di hari pertama berlatih dengan Paulus, masih 25 tahun. Sementara, Paulus sudah sekitar 57 tahun. Begitulah, usia memang gudangnya antitesis.
Tapi, itu cerita lama: Sebelum medali Kejuaraan Dunia dikalungkan, sebelum ia menjadi penentu kemenangan Indonesia di Thomas Cup.
Kerja sama antara Hendrawan dan Paulus terjalin pada 1999. Ketika itu, mereka sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi Piala Thomas dan Olimpiade 2000.
ADVERTISEMENT
Hendrawan sebenarnya tak yakin-yakin amat pada awalnya. Tapi, cerita Paulus sebagai pelatih fisik Heru Prayogo di atletik dan Yayuk Basuki di tenis memantik rasa penasarannya.
Hanya, ya, itu tadi. Bagi Hendrawan, segala hal yang diterapkan Paulus adalah perkara baru. Tak pelak, ia cukup kewalahan di awal-awal. Program-program latihan ala Paulus memang menyasar peningkatan daya tahan. Dan bila bicara daya tahan, latihannya bakal habis-habisan.
“Program latihan Pak Paulus ini banyak dan berbeda dari yang biasa saya lakukan. Latihannya menjurus ke daya tahan. Kelemahan saya waktu itu endurance. Awalnya sulit buat saya ikuti,” jelas Hendrawan kepada kumparanSPORT.
Paulus Pesurnay. Foto: Marini Dewi Anggitya Saragih/kumparan
Hendrawan tidak sedang merendah. Paulus juga paham seperti apa kondisi fisik anak didiknya yang satu ini. Itu belum bicara psike. Sederhananya, kondisi Hendrawan terjepit. Tapi, bukan berarti ia tak memiliki potensi untuk mendobrak tembok. Potensi inilah yang melecut semangat Paulus untuk melatih dan membentuk Hendrawan.
ADVERTISEMENT
“Generasi Hendrawan dan Taufik (Hidayat) waktu itu cukup tanggung. Dalam artian, ada level yang lebih tinggi yang belum ditembus. Tapi, generasi yang di bawah mereka juga sudah mulai naik,” ucap Paulus kepada kumparanSPORT.
“Waktu itu di Pelatnas ada 28 atlet putra. Kekuatan fisik Hendrawan ibarat nomor 26 dari 28. Ini yang membuat saya tambah senang dan termotivasi melatih Hendrawan,” ujar pelatih yang kini berusia 78 tahun itu.
Satu pengalaman yang kelak menjadi tapal batas baru bagi Hendrawan tidak hadir dalam fragmen yang mewah: Sesi massage seusai latihan. Tapi, bukankah ada banyak momen penting yang diunduh dengan cara sederhana?
“Saya lagi massage atlet. Hendrawan ini ngeliatin. Caranya melihat itu seperti lagi ngomong: Kapaaan…saya ini di-massage Pak Paulus? Terus, dia datang ke saya dan tanya: Pak Paulus, sehabis ini saya boleh, tidak? Ya saya jawab: Lho, boleh. Kenapa tidak?”
ADVERTISEMENT
“Waktu saya massage, keluarlah unek-uneknya. Saya bilang ke dia supaya lebih fokus. Saya bantu dari latihan fisiknya. Katanya, belum ada orang yang bicara ke dia sampai seperti itu,” kenang Paulus.
Hendrawan saat mengikuti kejuaraan badminton Singapura terbuka. Foto: AFP/ROSLAN RAHMAN
Hendrawan membutuhkan waktu enam atau tujuh bulan untuk menyesuaikan diri dengan metode kepelatihan Paulus. Serupa dengan yang dikerjakannya saat melatih Yayuk Basuki, Paulus juga belum kehilangan magi.
Komunikasi menjadi senjata yang ia gunakan untuk mengalahkan keraguan Hendrawan. Kala itu Hendrawan belum memiliki pemahaman sedetail Paulus. Itulah sebabnya, Paulus merasa perlu untuk menjelaskan secara rinci program latihan yang ia terapkan.
Conversation phase yang digunakan Paulus untuk membantu Yayuk menikmati latihan fisik juga diterapkan kepada Hendrawan. Hasilnya brilian. Hendrawan tak cuma mampu menyesuaikan diri dengan latihan Paulus yang awalnya terkesan janggal. Lebih dari itu, Hendrawan paham mengapa latihan macam itu mesti dilakukan.
ADVERTISEMENT
Dulu Sabtu selalu menjadi hari yang paling menyiksa bagi Hendrawan. Di hari itu, Paulus menggemblengnya dengan latihan fisik di Stadion Madya sejak pukul tujuh hingga 11 pagi.
Entahlah pukul 11 masih layak disebut pagi atau tidak. Yang jelas, empat jam latihan fisik komplet itu benar-benar menguras tenaga Hendrawan. Paulus tidak cuma ‘menghajar’ Hendrawan dengan latihan kelincahan, tapi juga daya tahan.
“Kalau Sabtu itu latihannya berat. Saya latihan biometrik dulu, habis itu loncat di tangga. Terakhir baru lari 300 meter sebanyak 30 kali. Jadi latihannya benar-benar empat jam penuh," jelas Hendrawan.
"Waktu itu rumah saya ‘kan jauh, di daerah Sentul. Kalau Sabtu, saya selalu bawa istri buat menemani latihan. Soalnya, latihannya itu bikin saya sampai tidak kuat nyetir mobil,” cerita Hendrawan kepada kumparanSPORT.
ADVERTISEMENT
Lari 300 meter selama 30 kali itu setara dengan sembilan kilometer. Tapi, tidak sembarang lari. Paulus mematok kecepatan. Untuk Hendrawan, jarak 300 meter mesti dicapai dalam waktu 57 detik. Kecepatan itu akan membuat denyut nadi Hendrawan sama seperti ketika di reli alias di angka 170.
“Begini, tugas seorang pelatih fisik bulu tangkis itu membuat atlet bertahan selama tiga gim. Katakanlah durasi satu gim 17 menit, sehingga tiga gim setara dengan 51 menit. Tapi, bisa lebih panjang daripada itu.”
“Dalam bulu tangkis, shuttlecock hanya membutuhkan waktu satu detik untuk pindah ke lapangan lawan. Kalau reli 14 pukulan, waktunya cuma tujuh detik karena shuttlecock berpindah lapangan tujuh kali. Coba pikir, apa tidak ngos-ngosan kalau begitu?” jelas Paulus.
ADVERTISEMENT
Paulus Pesurnay menunjukkan foto ketika tim Badminton Indonesia menjuarai Thomas Cup. Foto: Marini Dewi Anggitya Saragih/kumparan
Entahlah ada berapa banyak pelatih fisik yang menyadari ini. Yang pasti, Paulus menyadarinya. Hendrawan memiliki keistimewaan. Ia cuma membutuhkan waktu 30 detik untuk memulihkan diri. Dalam waktu 30 detik, ia mampu menurunkan denyut nadi 170 kali per menit (saat intensitas tinggi di reli) menjadi 120 kali per menit.
Itulah sebabnya Paulus mematok Hendrawan mesti mencapai jarak 300 meter dalam waktu 57 detik. Perhitungan Paulus, satu reli di era itu bisa menghabiskan waktu 14 sampai 30 detik.
Sasarannya seperti ini. Jika Hendrawan mampu mempertahankan kecepatannya selama 57 detik, ia tidak akan kehabisan energi dalam reli 14, 21, atau bahkan 30 detik dengan intensitas tinggi.
Ilustrasi latihan fisik di gym. Foto: Shutter Stock/kumparan
Pada dasarnya, ada dua tipe gerakan dalam pertandingan bulu tangkis: aerob dan anaerob. Gerakan aerob membuat para pelakonnya masih memiliki kesempatan untuk ‘menarik napas’.
ADVERTISEMENT
Anaerob adalah sebaliknya. Gerakan-gerakan anaerob akan memaksa seorang atlet untuk bergerak dengan sangat cepat dan intens. Gerakan anaerob akan membuat pelakunya menghasilkan laktat alias zat yang melelahkan.
Laktat bakal hilang jika tubuh menghasilkan banyak oksigen. Itu berarti, atlet yang melakukan banyak gerakan anaerob mesti memiliki daya tahan tubuh tinggi agar tak babak-belur duluan.
Namun, laktat memiliki sifat yang unik. Laktat akan mengambil oksigen untuk diubah menjadi asam piruvat. Zat yang disebut belakangan merupakan alternatif lain untuk membangun energi.
Anggaplah seperti daur ulang. Kadar oksigen yang banyak dalam tubuh akan merangsang laktat yang muncul akibat gerakan-gerakan anaerob berubah menjadi sumber energi baru. Dari racun menjadi sumber energi. Bukankah itu kabar baik bagi seorang atlet?
ADVERTISEMENT
Berangkat dari sini dapat dipahami bahwa sasaran Paulus bukan sekadar meningkatkan kecepatan, tapi membuat atlet mampu mempertahankan kecepatan terbaiknya.
“Jangan ngotot untuk meningkatkan kecepatan melulu. Peningkatan kecepatan itu maksimal hanya 10%. Kecepatan itu masalah bakat. Kekuatan bisa ditingkatkan sampai 300%. Sementara, daya tahan bisa ditingkatkan sampai 700%,” jelas Paulus.
******
Anda juga dapat membaca tulisan lainnya tentang perjalanan Paulus Pesurnay di konten spesial kumparanSPORT 'Tangan Emas Paulus Mencetak para Genius.'
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten