Misi Eko Yuli: Cetak Lifter, Populerkan Angkat Besi, dan Pamerkan Jurus Sugesti

9 Maret 2020 15:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eko Yuli Irawan, lifter andalan Indonesia. Foto: Ferry Adi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eko Yuli Irawan, lifter andalan Indonesia. Foto: Ferry Adi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Eko Yuli Irawan menjadi penyumbang medali dalam tiga pergelaran Olimpiade terakhir (2 perunggu dan 1 perak). Jangan ditanya perolehan medalinya di level Asian Games dan Kejuaraan Dunia.
ADVERTISEMENT
Lifter 30 tahun itu mengoleksi dua perunggu dan satu emas dalam tiga Asian Games terakhir. Di Kejuaraan Dunia, Eko menggondol emas pada pergelaran tahun 2018.
Kesuksesan Eko diraih dengan perjuangan panjang. Ia sudah menekuni dunia angkat besi sejak usia 12 tahun. Kendati begitu, Eko tetap membumi. Ia justru berniat menularkan perjuangannya kepada lifter-lifter muda.
Tak cuma itu, Eko punya mimpi untuk mencetak bibit-bibit lifter di Tanah Air. Keinginan membuat sekolah khusus atlet angkat besi pun ada di benaknya kini.
Cerita membuat sekolah untuk mencetak lifter disampaikan Eko dalam wawancara bersama kumparanSPORT.
Atlet angkat besi Indonesia Eko Yuli Irawan mendapat medali emas di SEA Games 2019 di Stadion RSMC Nino Aquino, Manila, Filipina. Foto: Dok. NOC Indonesia
Apa Alasan yang Mendasari Anda Punya Mimpi Membangun Sekolah Khusus Atlet Angkat Besi?
Saya punya cerita dulu. Waktu kecil ingin punya piala. Dulu, orang tua saja kesusahan bayar uang sekolah, bagaimana mau bayar sekolah olahraga. Teman sempat mengajak saya menonton latihan angkat besi. Namanya anak-anak, ya, dulu berisik dan ganggu senior latihan. Akhirnya diusir, deh.
ADVERTISEMENT
Besoknya, saya datang pakai sepatu. Eh, dikira mau latihan. Akhirnya ikut latihan dan ketagihan. Selama delapan bulan latihan, saya ikut turnamen nasional waktu usia masih 12 tahun. Saya dapat emas.
Saya sukses di angkat besi dengan perjuangan seperti itu. Saya ingin pengalaman itu saya berikan ke anak-anak.
Lifter Indonesia Eko Yuli melakukan angkatan 'Snatch' angkat besi putra grup A nomor 62 kg Asian Games ke-18 di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Memang, bikin sekolah butuh biaya banyak. Ketika di Lampung dulu sering juara angkat besi karena pembinanya mau keluarkan uang sendiri untuk atlet.
Sekarang, saya rasa sinerginya bagus. Ada Sekolah Khusus Olahragawan (SKO), PPLP (Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar), atau Dispora (Dinas Pemuda dan Olahraga) yang berhubungan dengan Kemenpora. Bisa minta bantuan ke situ keuntungannya sekarang.
Apakah Anda Sudah Punya Konsep Sekolah Lifter?
Sejauh ini masih memikirkan buat mematangkan. Mau tidak mau memang pakai biaya pribadi dulu. Saya inginnya anak-anak nanti tak melupakan sekolah formal. Mungkin disekolahkan di sekolah terdekat dari asrama. Latihan sore dan pagi sebelum sekolah.
ADVERTISEMENT
Atau, bekerja sama dengan SKO. Dalam perjalannya pasti anak-anak akan memilih pendidikan atau menjadi atlet.
Saya dulu berpikirnya begini, kalau sekolah, jadi pintar, dapat uang, dan buat makan. Jadi atlet pun sama. Latihan keras, juara, dapat bonus, dan bisa makan juga. Cuma, sekolah (formal) itu membuat kita belajar etika dan sopan santun. Biar punya ilmu juga, tidak bodoh-bodoh amat.
Nanti di sekolah saya, saya berpikir juga pendidikan formalnya privat (homeschooling). Itu memungkinkan juga.
Sejauh Mana Persiapan Bikin Sekolah Lifter?
Lagi berpikir cari tanah buat bikin gedungnya dulu. Pelan-pelan saja sih. Rencananya sekitar Jabodetabek karena saya tinggal di daerah Bekasi. Lahan juga tidak murah ‘kan, ya, apalagi di Jakarta. Kemungkinan Bekasi atau Bogor.
ADVERTISEMENT
Kalau sudah punya tempat sendiri, bisa bikin akademi. Lalu, cari atlet-atletnya pelan-pelan. Mulai dari lingkungan sekitar yang mau saja atau kerabat.
Baru setelah itu kita berpikir kerja sama dengan pemerintah atau bagaimana. Intinya, saya ingin berikan kesempatan atlet daerah.
Bagaimana Anda Menjaring Bibit-Bibit Lifter?
Kemenpora ‘kan sudah kerja sama dengan PB (PABSI) untuk talent scouting. Dari situ kita bisa belajar mencari atlet seperti apa karakternya.
Ya, selama ini ‘kan dari ciri-ciri fisik seperti telapak tangan besar dan telapak kaki besar. Ya, itu benar. Cuma tidak mungkin sekarang cari yang begitu saja.
Sekadar mau fokus buat latihan, motivasi tinggi tak mau kalah, dan kemauan tanding saja, saya bersyukur banget. Gerakan atau teknik bisa dibina.
ADVERTISEMENT
Standarnya memang di Eropa punya tulang besar semua. Jadi, ciri-ciri itu lebih bagus. Kenapa tulang besar karena berkaitan dengan cengkeraman.
Kalau tulangnya kecil, kemungkinan cengkeraman lepas besar. Jadi, tulang besar di jari itu lebih bagus.
Sisanya, tinggal melatih otot dan kekuatan pinggang. Teknik tak boleh salah karena risiko cedera besar.
Apa yang Anda Tawarkan dalam Sekolah Lifter Ini?
Intinya konsistensi membina dan latihan. Tidak perlu macam-macam, kok.
Apalagi soal makan. Kenyang dengan 4 sehat 5 sempurna saja cukup. Saya misalnya, pagi dua telur, siang dua potong ayam, malam menunya sama seperti itu.
Saya ingin kasih juga ilmu sugesti. Maksudnya, kalahkan semua lelah dan sakit dengan sugesti saja. Jangan pikir kalau tidak makan nasi bakal tidak punya tenaga. Nikmati, tidak menjadi beban, dan motivasi.
ADVERTISEMENT
Bahkan, cedera juga gitu. Dulu saya cedera lutut, ya, saya tidak pikirkan. Masih ada pinggang sebagai kekuatan, saya fokus di pinggang saja. Sakitnya dicuekin dulu.
Itulah kenapa saya bisa meraih medali dalam kondisi cedera dan persiapan minim. Sugesti saya bisa melampaui batas kemampuan.
Sekarang, tidak bisa hanya modal nekat seperti saya dulu. Persiapan harus diperhatikan. Jangan seperti sayembara, menjanjikan emas dapat bonus berapa dan tidak peduli persiapan.
Kalau cuma modal nekat, jadinya bisa cedera karena nutrisi tidak terpenuhi dan recovery tidak berjalan baik.
Menteri Pemuda dan Olahraga, Iman Nahrawi (kiri), Juara dunia Angkat Besi 2018, Eko Yuli (tengah), Presiden Joko Widodo (kanan) saat di Istana Medeka. Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan
Juara SEA Games saja dijanjikan menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Kalau iming-iming seperti itu susah buat prestasi lebih. Jangan terlalu kasih apresiasi tinggi, tapi pembinaannya kurang. Kekurangan di Indonesia ‘kan gembar-gembor bonus bukan persiapannya.
ADVERTISEMENT
Pengalaman Apa yang Akan Anda Berikan buat Atlet Muda dan Calon Siswa Anda Nanti?
Buat junior saya, yang pasti saya bangga prestasi mereka meningkat. Ada harapan untuk meneruskan tongkat estafet. Tinggal cara membina mereka saja dengan program yang baik. Ini sudah bagus.
Jangan gara-gara ingin menggantikan seorang Eko Yuli Irawan, mereka menjadi berlatih lebih berat. Itu malah bisa bikin mereka mandek, seperti cedera.
Dengan usia masih muda, belum bisa dipaksakan latihan lebih keras, sesuai porsi saja. Dalam beberapa tahun kemudian, mereka akan lebih meningkat. Tergantung pendekatan dalam pembinaan saja. Kita ingin mereka meningkat terus.
Saya tetap akan menjadi pesaing mereka. Saya akan lihat karier saya sampai Asian Games 2022 sambil memantau perkembangan lifter muda.
ADVERTISEMENT
Kalau mereka belum siap, mau tidak mau saya turun lagi. Kalau bisa bersaing (dengan saya), ya, kita lihat. Misalnya saja, M. Faathir yang satu kelas dengan saya (61 kilogram).
Jika dia bisa mengalahkan saya, saya akan mundur. Bila dia masih di bawah saya, saya tetap tampil. Kita mendidik junior seperti itu. Bisa dibayangkan jika bisa mengalahkan saya, pasti ketahuan kualitasnya.
Muhammad Faathir (tengah), Lifter Junior Indonesia peraih emas Kejuaraan Angkat Besi Junior Asia 2020. Foto: Dok. PB PABSI
Namun, tidak bisa mengalahkan senior, buat apa saya mundur. PB (PABSI) pasti ingin memberikan atlet terbaiknya, tak asal junior. Toh junior sudah punya panggungnya sendiri. Zaman saya tidak ada dulu kejuaraan tingkat junior. Saya 19 tahun sudah perunggu Olimpiade. Saya juga akan lihat empat tahun ke depan para junior ini.
ADVERTISEMENT
Sekarang, angkat besi mulai populer. Awalnya tidak peduli, yang penting kasih medali memberikan yang terbaik. Saya ingin dilihat masyarakat luas. Kemauan saya, masyarakat lebih banyak yang minat.
Dan, koordinasi sekarang lebih bagus. Kalau pemerintah kurang, PB (PABSI) masih mencarikan kebutuhan.
Untuk bibit-bibit lifter, kalian harus mulai dulu mematangkan teknik, kekuatan, belajar recovery, dan nutrisi bagus. Menguatkan pinggang, konsentrasi, dan pernapasan juga penting.
Angkatan snatch lebih rumit soal keseimbangan, sementara clean and jerk lebih ke kekuatan.
Jangan serba-kekurangan seperti saya dulu. Dihajar latihan berat dan cedera akhirnya. Harus dipenuhi keperluan agar menunjang prestasi.