Pertentangan Keluarga Saat Ratri Memilih Jadi Atlet Disabilitas

30 September 2018 15:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Atlet Asian Para Games 2018, Leani Ratri. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet Asian Para Games 2018, Leani Ratri. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tahun 2011 pebulu tangkis Indonesia Leani Ratri Oktilla berjumpa dengan segara duka. Impiannya menjadi juara dunia bulu tangkis terkikis deras. Dia yang saat itu tengah mengendarai motor bertabrakan dahsyat dengan sebuah mobil.
ADVERTISEMENT
Setahun lamanya Ratri tak beranjak dari rumah. Dia tak lagi berlatih bulu tangkis sebagaimana sebelumnya. Padahal saat itu dia sedang berada dalam persiapan intens jelang Pekan Olahraga Nasional (PON). Pikirnya mungkin dia akan pensiun dini saat itu. Padahal usianya terbilang masih muda, yaitu 20 tahun.
Namun Ratri mencoba bangkit. Dia tak mau frustasi dengan keadaan dan mencoba bangkit. Dia menyadari, banyak keluarga dan teman yang masih peduli.
Hingga suatu hari datang seseorang yang menawari Ratri bermain di nomor bagi penyandang disabilitas. Ratri langsung menyambut. Namun, tentangan hadir dari keluarga, menahannya untuk tak berlaga di nomor difabel.
“Keluarga enggak support. Tentangan keluarga itu besar apalagi adik-adik saya. Waktu itu adik-adik saya turun di PON. Saya juga lagi training center PON. Papa saya itu lebih ke mental saya. Ini lho kamu itu kecelakaan, Tuhan ngasih kamu untuk istirahat bukan untuk main lagi,” terang Ratri saat berbincang dengan kumparan di Sritex Arena Solo, Senin (10/9).
ADVERTISEMENT
Dalam pikiran Ratri dia sebenarnya masih ingin bermain. Namun, mentalnya belum siap untuk berlaga di nomor bagi penyandang disabilitas. Dia sama sekali belum mengerti bagaimana peraturan untuk bulu tangkis di nomor itu.
Bahkan, menjelang Ratri mantap mengikuti kejuaraan difabel pertama, adik-adiknya menangis. Mereka tak meridai jalan yang dipilih sang kakak.
“Jadi adik-adik saya itu nangis ke saya bilang, Mbak jangan turun di Peparnas (Pekan Paralimpiade Nasional), itu untuk orang-orang cacat. Kami malu kalau Mbak Ratri turun di sana. Mbak Ratri bekas pemain nasional masak Mbak Ratri turun di kelas seperti itu kan,” cerita Ratri.
Di tengah kegamangan yang melanda hati, seseorang datang untuk meyakinkan Ratri. Berkatnya Ratri pun melangkah ke kejuaraan pertamanya, yaitu Peparnas 2012. Akan tetapi, saat itu sifatnya masih diam-diam. Dia tak ingin orang tuanya tahu karena telah dilarang habis-habisan.
Leani Ratri, atlet bulu tangkis difabel Indonesia (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Leani Ratri, atlet bulu tangkis difabel Indonesia (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
“Jadi pulang-pulang itu saya ngomong ke orang tua enggak main badminton Peparnas, tapi saya pamitnya kuliah,” kenang Ratri.
ADVERTISEMENT
Kebohongan Ratri itu diketahui oleh adik-adiknya. Panitia bulu tangkis yang bertugas saat kejuaraan adalah rekan-rekan adik Ratri.
“Lho ini mbakmu main di sini,” ucap Ratri menirukan teman sang adik.
Mengetahui hal itu adik Ratri langsung datang ke arena tanding dan menangis di sana. Mereka malu Ratri bertanding di nomor difabel.
Namun, rasa malu itu perlahan terkikis setelah medali emas berhasil diraih Ratri. Adik-adik Ratri pun perlahan bangga kepadanya. Ratri kemudian memperkenalkan sang adik dengan atlet-atlet difabel lainnya.
“Ini lho mereka enggak ada bedanya sama kita. Mereka sama punya cita-cita, punya semangat yang tinggi,” kata dia waktu itu.
Bahkan, Ratri melihat teman-teman difabelnya jauh lebih semangat daripada teman-teman yang sebelumnya. Mereka kerap mengambil latihan tambahan guna semakin menempa kemampuan.
ADVERTISEMENT
“Adik-adik saya tahu itu sekarang bangga gitu, udah ngenalin, ini lho mbakku turun di Asian Para Games,” ungkap Ratri bahagia.
Kegalauan hati orang tua
Lantas bagaimana dengan orang tua Ratri? Mereka sebelumnya sama seperti sang adik, sangat menentang keputusan Ratri. Namun, dalam hal ini mereka memiliki alasan tersendiri. Orang tua Ratri bukan malu anaknya turun di nomor difabel, melainkan mempertanyakan mental sang anak.
“Siap enggak sih anak saya turun di sini,” kenang Ratri tentang pemikiran ayahnya.
Tetapi, seiring tekad kuat dan capaian prestasi Ratri yang gemilang, hati orang tuanya pun luluh. Mereka mendukung penuh perjuangan sang anak.
“Waktu saya bawa medali pertama di Paralympic papa saya nangis. Foto medali pertama saya Peparnas di Paralympic kan itu dikalungkan di foto dia. Dia bangga banget,” ucap Ratri sembari terkembang senyumnya.
ADVERTISEMENT
Ratri pun bersyukur atas prestasinya saat ini. Pikirnya, belum tentu prestasinya akan secemerlang ini bila kecelakaan 7 tahun silam tak terjadi padanya. Mengingat persaingan di nomor umum sempat dia rasakan cukup berat kala itu. Belum tentu dia bisa mewakili Indonesia di ajang internasional bila masih berlaga di nomor umum.
“Di sini saya musibah membawa berkah kalau saya. Bersyukur saja,” imbuh Ratri.
Kendati keluarga mendukung penuh perjuangan Ratri, mereka dari awal hingga kini enggan menyaksikan Ratri secara langsung. Bukan karena malu, mereka tidak tega melihat Ratri bertanding dengan kekurangan di kaki.
Ya, setelah kecelakaan kaki Ratri jadi panjang sebelah, sekitar 11 centimeter. Ole sebab itu, cara jalan Ratri pun terkesan pincang.
ADVERTISEMENT
“Semua pada takut kalau nonton saya. Jadi kalau Papa itu kalau nengok saya main mereka lebih ke enggak tega. Jadi mereka hanya dengerin kabar. Kalau enggak itu pas saya main teman saya saya suruh pegang HP, jadi wasit poinnya satu sama, 2-1, 5-2,” Ratri menjelaskan.
Untuk saat ini, keluarga adalah harta paling berharga bagi Ratri. Mereka adalah motivasi terbesarnya yang mampu mengantarkan dia menjadi pebulu tangkis tunggal putri peringkat satu dunia BWF hingga saat ini.
“Yang mereka tuntut itu saya tetap sehat di sini. Mereka itu motivasi saya semangat saya di sini. Saya enggak mau sia-sia di sini,” pungkas Ratri.
kumparan akan menyajikan story soal atlet-atlet penyandang disabilitas kebanggaan Indonesia dan hal-hal terkait Asian Para Games 2018 selama 10 hari penuh, dari Kamis (27/9) hingga Sabtu (6/10). Saksikan selengkapnya konten spesial dalam topik ‘Para Penembus Batas’.
ADVERTISEMENT