SOS: Jangan Jadikan Klub Sepak Bola Tempat Korupsi dan Pencucian Uang!

24 September 2017 17:54 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Sepak Bola dan Uang (Foto: Ppixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sepak Bola dan Uang (Foto: Ppixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penangkapan Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat perhatian dari Save Our Soccer (SOS), lembaga watchdog sepak bola Indonesia. Sebabnya, Iman merupakan Ketua Umum Cilegon United Football Club dan kasus dugaan korupsinya pun melibatkan klub kontestan Liga 2 Kompetisi Sepak Bola Indonesia itu.
ADVERTISEMENT
SOS mencatat dalam tiga bulan terakhir setidaknya ada 3 pejabat daerah lainnya yang ditangkap KPK dan juga punya keterikatan dengan klub sepak bola di daerah mereka masing-masing. Ketiga pejabat daerah itu adalah Eddy Rumpoko, wali kota Batu yang merupakan Pembina Persikoba; Achmad Syafi’i Yasiin, bupati Pamekasan yang jadi ketua umum Persepam Madura United; serta Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti yang juga punya keterikatan dengan PS Bengkulu.
Sebelumnya ada nama-nama pejabat lainnya yang juga terindikasi korupsi oleh KPK dan memiliki hubungan kuat dengan klub sepak bola seperti Bupati Bangkalan Fuad Amin yang memiliki keterkaitan dengan Perseba Super Bangkalan; Walikota Madiun Bambang Irianto yang erat dengan Madiun Putra, Bupati Biak Numfor Thomas Ondy yang memiliki hubungan dengan PSBS Biak, dan Bupati Blitar Herry Noegroho yang sempat menjadi ketua PSBI Blitar
Wali Kota Cilegon, TB Iman Ariyadi (Foto: cilegon.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Wali Kota Cilegon, TB Iman Ariyadi (Foto: cilegon.go.id)
Iman yang menjabat sebagai wali kota Cilegon selama dua periode sejak tahun 2010 telah diamankan oleh tim penyidik KPK sejak Jumat (22/9) malam. Sebelumnya, pada sore harinya, lembaga antirasuah itu telah mengamankan sejumlah pihak lain di beberapa lokasi.
ADVERTISEMENT
Orang-orang yang diciduk oleh KPK itu antara lain adalah Yudhi Apriyanto yang menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) Cilegon United dan Wahyu Ida Utama yang menjabat sebagai bendahara klub tersebut.
KPK menangkap Yudhi di Bank Jabar Banten (BJB) sesaat setelah Yudhi menarik uang sebesar Rp 800 juta. Selanjutnya, KPK meluncur ke kantor Cilegon United dan mendapati uang senilai Rp 352 juta.
Menurut penyelidikan KPK, uang itu ditransfer dari PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (PT KIEC) dan PT Brantas Abipraya (PT BA) yang diduga merupakan bagian dari pemulusan izin Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) pembangunan Transmart di Cilegon.
Konferensi pers OTT Wali Kota Cilegon (Foto: Fadjar Hadi /kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers OTT Wali Kota Cilegon (Foto: Fadjar Hadi /kumparan)
Iman membantah dana yang ditransfer dari dua perusahan itu adalah uang suap untuk dirinya. Dalihnya, uang itu merupakan dana Corporate Social Responsibilty (CSR) dari dua perusahaan yang telah disebutkan tadi untuk Cilegon United. “Uang tersebut dialihkan ke CU (Cilegon United) karena (CU) butuh pendanaan," ujar Iman, Minggu (24/9) dini hari.
ADVERTISEMENT
Iman menuturkan, “Kita melihat bahwa ada antusias dengan klub sepak bola Cilegon, kita carikan sponsorship dan langsung ditransfer ke CU," kata dia.
Menurut hasil penelusuran KPK, sedikitnya uang sebesar Rp 1,5 miliar telah masuk ke rekening Cilegon United pada September ini. Pertama, uang sebesar Rp 700 juta dikirimkan PT KIEC pada 19 September 2017. Kedua, Rp 800 juta dikirim oleh PT BA pada 22 September 2017.
KPK menyebut ini sebagai modus baru korupsi, yakni dengan melibatkan klub sepak bola.
Barang bukti OTT Wali Kota Cilegon (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Barang bukti OTT Wali Kota Cilegon (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
Berbeda dengan KPK, SOS menyebut hal ini bukanlah merupakan modus baru, melainkan modus lama yang dimodifikasi. SOS memiliki catatan, sebelum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dilarang digunakan untuk klub sepak bola profesional melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 22 Tahun 2011, banyak pejabat daerah yang menggunakan klub sepak bola untuk tujuan korupsi dan politik.
ADVERTISEMENT
Untuk itulah, melihat kasus Iman tersebut, SOS kemudian menyuarakan agar sepak bola tidak dijadikan tempat korupsi dan pencucian uang.
“Dari kasus Tubagus Iman Ariyadi, KPK harus segera masuk ke klub-klub sepak bola profesional yang berkompetisi di Liga 1 dan Liga 2. Banyak pejabat publik yang terlibat sebagai pengelola,” kata Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer (SOS) dalam siaran pers yang diterima kumparan, Minggu (24/9).
Sampai saat ini, SOS mencatat masih ada puluhan klub profesional yang dikelola oleh pejabat negara, mulai dari kepala daerah, anggota DPR/DPRD, tentara, polisi, hingga pejabat BPK.
Para Pejabat yang Menguasai Klub Sepak Bola (Foto: Ridho Robby/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para Pejabat yang Menguasai Klub Sepak Bola (Foto: Ridho Robby/kumparan)
“Ada potensi korupsi, pencucian uang, atau menggunakan sepak bola sebagai kendaraan politik pejabat publik. Ini harus mendapatkan perhatian serius KPK dan juga Pemerintah,” tegas Akmal.
ADVERTISEMENT
Sebelum ada Permendagri Nomor 22 Tahun 2011, ujar Akmal, klub sepak bola jadi sarana pejabat daerah menggerogoti dana APBD untuk kepentingan pencitraan dan politik. “Kini, modusnya bisa melalui CSR, tekanan politik, atau pencucian uang karena celah menggunakan APBD sudah ditutup,” bebernya.
Pendiri sekaligus Presiden SOS Apung Widadi mendorong agar PSSI dan setiap klub sepak bola profesional dapat menerapkan transparansi keuangan. Selain itu, menurutnya. perlu dipisahkan pula antara jabatan negara dengan jabatan di klub sepak bola.
"Kalau mau sepak bola berprestasi, syarat nonteknisnya adalah bersihkan korupsi dan pisahkan pengelolaan klub dari segala macam pejabat negara sehingga tidak menimbulkan konflik kepentingan," tegas Apung.