Tak Menyangka Jadi Saksi Mata Juara Piala Thomas Usai Penantian 19 Tahun

18 Oktober 2021 18:53 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim Indonesia merayakan gelar juara Piala Thomas usai mengalahkan China di partai final di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, Minggu (17/10). Foto: Yohan Nonotte/Badmintonphoto/BWF
zoom-in-whitePerbesar
Tim Indonesia merayakan gelar juara Piala Thomas usai mengalahkan China di partai final di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, Minggu (17/10). Foto: Yohan Nonotte/Badmintonphoto/BWF
ADVERTISEMENT
Indonesia akhirnya menyudahi puasa gelar juara Piala Thomas 2020. Setelah 19 tahun menanti, trofi prestisius itu akhirnya kembali ke pelukan 'Ibu Pertiwi'. Perjuangan yang terbayar usai para pahlawan bulu tangkis RI bersimbah peluh. Titel ke-14 sukses diraih.
ADVERTISEMENT
Jujur, saya datang ke Aarhus, Denmark, tidak membawa ekspektasi tinggi. Saya telah melihat performa para atlet Indonesia di Piala Sudirman, tersingkir di perempat final dalam turnamen yang diselenggarakan di Vantaa, Finlandia, itu.
Saya hanya datang ke Aarhus sebagai seorang fan bulu tangkis yang ingin menonton pertandingan. Walau ragu, saya tetap menyelipkan doa di hati saya agar tim Indonesia bisa melaju terus hingga jadi juara.
Singkat cerita, saya yang aslinya bermukim di London, Inggris, datang ke Kopenhagen, Ibu Kota Denmark. Dari situ, saya menuju Aarhus. Dan rupanya, kota kelahiran Anders Antonsen ini tampaknya cukup menggilai bulu tangkis.
Iklan-iklan yang mempromosikan Piala Thomas mudah saya temui di jalan-jalan. Bukti bahwa kota ini memiliki animo bulu tangkis yang tinggi.
Suasana di luar Ceres Arena, Aarhus, Denmark, saat hendak nonton Langsung Piala Thomas 2020, Indonesia vs Malaysia, 15 Oktober 2021. Foto: Dok pribadi Ifkar Arifin
Saya tiba di Ceres Arena, Aarhus, dengan rasa khawatir. Sebab, Indonesia berjumpa dengan Malaysia, negara yang memupus mimpi Anthony Ginting cs di Piala Sudirman.
ADVERTISEMENT
Apalagi, penyebab tim 'Merah Putih' tersingkir di Piala Sudirman adalah karena Ginting dan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya kalah dari lawan-lawannya. Dari situ, muncul keraguan apakah kali ini para putra bulu tangkis Indonesia bisa menang atau tidak.
Saya berpikir, akan banyak suporter Indonesia yang menonton partai melawan 'Negeri Jiran'. Ternyata, kami hanya ber-10. Fan Malaysia sampai 50 orang.
Jika kalian yang menonton via live streaming mendengar suara suporter Indonesia lantang, itu karena kami duduknya tepat di samping lapangan dan dekat mic.
Bicara soal performa pemain Indonesia, saya senang karena kekhawatiran saya tak terbukti. Ginting lebih siap ketimbang waktu di Piala Sudirman. Mentalnya siap, mainnya lebih agresif, lebih percaya diri. Berani netting dan melepas pukulan tipu-tipu. Alhasil, Lee Zii Jia dikalahkannya.
Anthony Ginting. Foto: Yohan Nonotte/Badmintonphoto/BWF
Kekhawatiran saya muncul lagi saat Marcus/Kevin menghadapi Aaron Chia/Soh Wooi Yik. Sebab, ini pasangan Malaysia yang telah mengalahkan mereka dua kali di tahun 2021, yakni di Olimpiade dan Piala Sudirman.
ADVERTISEMENT
Sebelum mulai main, saya pikir, Kevin yang mana yang bakal keluar. Kevin yang malas atau Kevin yang mau menang? Ternyata, Kevin yang mau menang keluar, yang mentalnya kuat dan mainnya bagus.
Ketiga, Jonatan Christie. Aduh, mainnya bikin tegang banget. Kayaknya pas gim 1, dia masih pemanasan, feeling-nya belum ada, dan pemain Malaysia lebih siap dan antisipasinya bagus.
Namun, pas gim 2 dan 3, Jojo level up! mainnya lebih agresif dan sabar. Suporter selalu bersorak, itu kayak kasih Jojo inspirasi karena posisi suporter tepat di samping lapangan. Kelihatan banget.
Saya melihat bagaimana para suporter yang berteriak macam "Ayo, Jojo you can do it!", "Jojo pasti bisa!", dan lain-lain membuat gesture dan ekspresi Jojo berubah, gerakannya jadi lebih lincah. Pada akhirnya, ia mampu menaklukkan Ng Tze Yong lewat tiga gim.
Tunggal putra Indonesia Jonatan Christie. Foto: Yves Lacroix/Badmintonphoto/BWF
Saya yang tadinya tak berminat menonton semifinal Piala Thomas, jadi memutuskan rela mengeluarkan uang untuk itu. Kalau sebelumnya saya harus membayar 300 krone (Rp 658.936) untuk tiket perempat final, saya membayar 280 krone (Rp 615.078) buat tiket semifinal karena ini tiket sisa.
ADVERTISEMENT
Ya, banyak tiket yang sudah diborong fan Denmark, lawan Indoensia di semifinal. Jangan salah, fan Denmark itu tak kalah militan dengan fan Indonesia. Mereka juga suka nyanyi dan berisik.
Sempat ada drama di perempat final kala Denmark menghadapi India. Itu terjadi di partai Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen melawan Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty.
Ada masalah tentang servis. Soalnya, di gim tiga, Denmark sering di-fault wasit, terus habis itu pemain India melakukan provokasi. Makanya, suporter Denmark bereaksi dengan berteriak 'Booo'.
Saya pikir, aduh, ini Denmark punya keuntungan main di kandang. Apakah Indonesia bisa menang melawan mereka?
Anthony Ginting saat bertanding melawan Viktor Axelsen dari Denmark di Thomas Uber Cup. Foto: Yves Lacroix/Badmintonphoto/BWF
Pertandingan belum dimulai, saya sudah gemetar. Wah, ramai banget suasana di luar Ceres Arena. Antrean membludak, banyak fan Denmark. Saya sudah pegang tiket, tetapi entah kenapa saya sempat khawatir tidak mendapat tempat duduk.
ADVERTISEMENT
Pada partai pertama, Viktor Axelsen terlalu kuat. Juara Olimpiade 2020 itu sangat on fire, Ginting kalah dua gim langsung, 9-21 dan 15-21. Bagaimana nasib pemain Indonesia berikutnya?
Ketika ganda putra, Marcus/Kevin ternyata mainnya bagus di gim pertama, menang 21-13. Cuma pas gim kedua, Kevin agak malas, kambuh lagi, banyak mati sendiri, fokusnya berkurang. Untung di gim ketiga, mainnya bagus lagi, lebih agresif menekan Kim Astrup/Anders Rasmussen yang mainnya agak pelan.
Nah, pas Jojo main, saya sempat ngobrol sama fan Indonesia lain yang duduknya dekat saya. Kami sempat sepakat, 'Wah, ini Jojo pasti kalah' karena lawannya Anders Antonsen, tunggal putra ranking 3 dunia. Namun, kami salah. Stamina Jojo bagus banget dan mainnya apik sekali dan menang via rubber game.
ADVERTISEMENT
Momen lucunya, dari sekitar 50 orang fan Indonesia yang hadir, ada satu fan yang teriak ke Jojo, "Jangan kelihatan capek!" gitu, haha... Barangkali itu yang bikin Jonatan Christie jadi termotivasi.
Jonatan Christie saat melawan pemain Denmark Anders Antonsen. Foto: Yves Lacroix/Badmintonphoto/BWF
Suasana kian pecah di antara suporter Indonesia saat Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto memastikan Indonesia lolos ke final Piala Thomas. Kami berteriak dan bernyanyi non-setop. Suasananya pecah banget.
Di sisi lain, suporter Denmark kecewa banget, tetapi mereka masih sportif. Mereka mengapresiasi pemain Indonesia. Apalagi, Jojo. Pas Jojo menang, semua suporter Denmark berdiri dan bertepuk tangan.
Kalau menurut saya, final sesungguhnya buat Indonesia itu pas lawan Denmark ini. Sebab, para pemain tuan rumah ini bagus-bagus dan inti semua.
Lalu, saya yang tadinya ragu menonton final, akhirnya rela merogoh kocek hingga 400 krone (sekitar Rp 879.188) untuk membeli tiketnya. Untung Indonesia menang, kalau Denmark yang menang, saya rasa ludes cepat itu tiketnya.
ADVERTISEMENT
Saya senang karena akhirnya bisa merasakan momen ini secara langsung. Pas di final melawan China, waktu saya lihat Ginting menang atas Lu Guang Zu, saya merasa Indonesia dapat keuntungan, tetapi masih belum bisa percaya banget.
Suasana suporter saat Anthony Ginting kalahkan tunggal China, Lu Guang Zu, di Final Piala Thomas 2020 di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, Minggu (17/10) malam WIB. Foto: dok Ifkar Arifin
Momen pertarungan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto saat melawan ganda China, He Ji Ting/Zhou Hao Dong, di Final Piala Thomas 2020 di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, Minggu (17/10) malam WIB. Foto: dok Ifkar Arifin
Saya merasa, satu pertandingan belum cukup. Lalu, Fajar/Rian menang melawan He Ji Ting/Zhou Hao Dong, kepercayaan diri saya kian naik.
Khusus Fajar/Rian, saya paling suka performa mereka di partai final ini, mainnya paling seru. Saya sendiri kalau main bulu tangkis suka jadi ganda putra juga, sektor yang paling saya suka. Fajar/Rian mainnya bagus banget. Fajar di depan keren banget, on fire, perfect.
Saya mulai percaya Indonesia bisa juara pas Jojo main. Ini agak ironis karena dari awal turnamen saya jujur kerap skeptis dengan Jojo. Namun, saat saya lihat dia sempat leading 6 poin di gim 3, saya yakin menang.
ADVERTISEMENT
Lantas, Jonatan benar-benar membawa Indonesia meraih trofi Piala Thomas. Jumping smash terakhirnya yang gagal diantisipasi Li Shi Feng memastikan Piala Thomas kembali ke pelukan Indonesia.
Sudah 19 tahun, kita tadinya belum menjuarai Piala Thomas lagi. Saya mikir, wah, kapan lagi bisa lihat RI menang Piala Thomas. Mungkin ini di hidup saya, mungkin cuma sekali ini. Masih belum percaya, tetapi wah seru banget atmosfernya.
Bahagianya Jonatan Christie usai pastikan kemenangan atas tunggal China, Li Shi Feng, di final Piala Thomas 2020 di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, pada Minggu (17/10) malam WIB. Foto: dok Ifkar Arifin
Selebrasi bahagia tim bulu tangkis RI usai Jonatan Christie pastikan Indonesia jadi juara Piala Thomas 2020 di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, pada Minggu (17/10) malam WIB. Foto: dok Ifkar Arifin
Selebrasi bahagia tim bulu tangkis RI usai Jonatan Christie pastikan Indonesia jadi juara Piala Thomas 2020 di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, pada Minggu (17/10) malam WIB. Foto: dok Ifkar Arifin
Selebrasi bahagia tim bulu tangkis RI usai Jonatan Christie pastikan Indonesia jadi juara Piala Thomas 2020 di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, pada Minggu (17/10) malam WIB. Foto: dok Ifkar Arifin
Hari itu, suasana pecah. Sebanyak tak kurang dari 100 suporter Indonesia bersorak menyaksikan momen bersejarah Indonesia meraih titel Piala Thomas ke-14. Para suporter berteriak dan bernyanyi. Habis kelar prosesi juara, atlet-atlet Indonesia menghampiri tempat duduk dan berfoto bareng.
Kalau pas setelahnya, yang lucu adalah momen fan-fan mau foto sama Jojo. Kan dia ganteng. Mereka goda-goda Jojo, 'Kita jalan-jalan yuk gitu'. Ada-ada saja.
ADVERTISEMENT
Memang, ada yang kurang di sesi juara kali ini. Sebab, tidak ada Bendera Merah Putih saat prosesi juara Indonesia di Piala Thomas. Namun, yah, setidaknya lagu 'Indonesia Raya' masih berkumandang. Itu yang penting buat saya.
Intinya, Piala Thomas memutarbalikkan perasaan saya. Saya yang sebelumnya agak skeptis, akhirnya melihat Indonesia menjemput akhir yang manis.
Semoga atlet-atlet Indonesia punya mindset 'Now or Never'. Intinya, saya berharap Indonesia harus selalu all out untuk meraih kemenangan di mana pun. Ya, semoga.
ADVERTISEMENT
***
Laporan langsung kontributor kumparan, Ifkar Arifin, dari Aarhus, Denmark.
***
Ikuti survei kumparan Bola & Sport dan menangi e-voucher senilai total Rp3 juta. Isi surveinya sekarang di kum.pr/surveibolasport.