Terbang Tenggelam Karier Lewis Hamilton, Sang Legenda F1

16 November 2020 12:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lewis Hamilton di  F1 GP Turki 2020. Foto: Clive Mason/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Lewis Hamilton di F1 GP Turki 2020. Foto: Clive Mason/Reuters
ADVERTISEMENT
Lewis Hamilton akhirnya berhasil meraih gelar ke-7 nya di Formula 1 (F1). Pencapaian ini tentu saja menjadi pencapaian yang legendaris, pasalnya ia berhasil menyamai legenda F1 asal Jerman, Michael Schumacher dalam raihan gelar.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, pebalap asal Inggris itu juara di tahun 2008, 2014, 2015, 2017, 2018, dan 2019. Gelar pertama ia raih bersama tim McLaren, sisanya bersama tim Mercedes.
Sosok kelahiran Stevenage, Inggris, 7 Januari 1985 ini memang sudah ditakdirkan menjadi pionir di F1, bahkan dunia balap. Pasalnya, suka atau tidak, ia jadi pebalap kulit hitam satu-satunya di F1 hingga saat ini.
Kariernya tentu dimulai dari bawah ketika ia berusia 8 tahun. Hamilton berhasil menjuarai balapan gokart tingkat Inggris di usia 10 tahun pada 1995 sehingga ia ditarik oleh bos McLaren F1, Ron Dennis setahun kemudian.
Dikutip dari Crash, ia bahkan tampil mulus selama masa mudanya dengan meraih berbagai kemenangan di kelas Junior Yamaha pada 1997 dan 1998, dan merebut berbagai gelar lainnya hingga ia dipromosikan ke Formula Renault pada 2001.
ADVERTISEMENT
Di ajang junior ini, Hamilton tetap tampil gahar di atas trek. Bahkan, ia sempat dapat pengakuan sebagai calon legenda F1 dari sosok Schumi sendiri. Kendati pun begitu, baru pada 2004 ia digadang-gadang jadi pebalap masa depan tim McLaren.
Kesuksesan Hamilton pada ajang GP2 (ajang minor Formula 2) pada 2006 membuatnya dikontrak tim senior McLaren untuk F1 musim 2007. Saat itu, ia ditandemkan dengan eks juara dunia dua kali, Fernando Alonso.
Lewis Hamilton di F1 GP Turki 2020. Foto: Clive Mason/Reuters
Pada musim debutnya, Hamilton berhasil menggebrak dunia F1 dengan hampir saja meraih gelar juara. Ia saling sikut dengan Alonso baik di trek maupun klasemen hingga balapan terakhir, dengan Kimi Raikkonen dari tim Ferrari secara mengejutkan berhasil menyabet gelar juara dengan selisih satu poin saja.
ADVERTISEMENT
Hamilton sendiri pada akhirnya mampu membuktikan bahwa ia bukan sosok debutan yang ‘sekadar lewat’ musim itu. Pada musim 2007, ia berhasil menyabet 9 podium, 4 di antaranya adalah podium juara.
Performanya yang luar biasa akhirnya membuat McLaren ‘membuang’ Alonso di musim 2008 dan menarik Heikki Kovalainen jadi pebalap kedua. Hasilnya langsung moncer, Hamilton berhasil memenangi 5 balapan dan 10 podium sehingga ia resmi jadi juara dunia termuda di F1 pada saat itu.
Sayang, penampilan dominan Hamilton tak berlanjut di musim 2009, ketika tim Brawn GP tampil luar biasa. Hamilton hanya menempati peringkat 5 klasemen akhir pebalap.
Hamilton di pit Sirkuit Red Bull Ring. Foto: Dominic Ebenbichler/Reuters
Prestasi Hamilton pun seakan ‘sirna’ di F1. Dominasi Red Bull Racing-Renault dan Sebastian Vettel pada musim 2010 hingga 2013 tak membuatnya tampil optimal, meski pada 2013 ia sudah bersalin tim ke Mercedes.
ADVERTISEMENT
Penggunaan mesin turbo-hybrid di F1 pada 2014 jadi titik balik karier Hamilton. Selain itu, ia juga diberikan nomor khusus untuknya, tak seperti musim-musim F1 sebelumnya. Ia memilih nomor 44.
Sejak saat itu, ia jadi pebalap yang tak bisa dihentikan lawannya. Titel F1 2014 dan 2015 secara ‘otomatis’ diraih olehnya. Sayang, hal ini tak terjadi di musim 2016.
Hamilton pada saat itu berduet dengan rekan sekaligus rival masa kecilnya, Nico Rosberg. Di musim itu, pada akhirnya Hamilton harus mengakui keunggulan dari sang kawan.
Lewis Hamilton di F1 GP Turki 2020. Foto: Clive Mason/Reuters
Barulah, sejak saat itu dominasi Lewis Hamilton tak terhentikan di F1 dari musim 2017 hingga saat ini. Bahkan, pengaruh dan karisma yang ia punya mampu ‘mengguncang’ dunia balap untuk menghargai gerakan Black Lives Matter.
ADVERTISEMENT
Ya, pada akhirnya, suka tak suka, Hamilton harus diakui merupakan sosok luar biasa di dunia balap. Dengan segudang pencapaiannya, tampaknya ia sudah layak disebut sebagai legenda hidup di ajang F1.
Penulis: FM Aditomo