Cinta pada Pandangan Pertama dan Ketertarikan Fisik Semata

3 Januari 2019 10:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cinta pada pandangan pertama. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cinta pada pandangan pertama. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
“If you believe in love at first sight, you will never stop looking,'- Film Closer (2004)
ADVERTISEMENT
Apa yang ada di benakmu saat mendengar dan membaca kalimat tersebut?
Memutar kembali memori yang pernah dilalui bersama orang terkasih? Atau malah tersenyum geli dan memilih tak mempercayai adanya cinta pada pandangan pertama?.
Kalimat cinta-cintaan yang satu ini memang acap kali digunakan sebagai topik utama dalam film, lagu, puisi hingga buku fiksi.
Namun, hal ini bukan khayalan semata. Beberapa orang mengaku mengalami sindrom cinta pada pandangan pertama.
Sebut saja Pangeran Harry hingga David Beckham yang beruntung bisa menikahi cinta pandangan pertamanya. Tapi, tak sedikit juga yang menemui kegagalan.
Pangeran Inggris, Harry, bersama istrinya Meghan, saat berada di kereta kuda setelah perayaan pernikahan mereka di St George's Chapel, Windsor, Inggris (19/5/2018). (Foto: REUTERS/Damir Sagolj )
zoom-in-whitePerbesar
Pangeran Inggris, Harry, bersama istrinya Meghan, saat berada di kereta kuda setelah perayaan pernikahan mereka di St George's Chapel, Windsor, Inggris (19/5/2018). (Foto: REUTERS/Damir Sagolj )
Satu di antaranya ialah Sun, pria asal Tiongkok ini melaporkan perempuan yang ia yakini sebagai cinta pandangan pertamanya ke pengadilan setempat karena telah membuatnya tergila-gila hingga obsesi.
ADVERTISEMENT
Waduh, kalau begini fenomena cinta pandangan pertama sebatas nafsu atau cinta sejati ya?
Meski ungkapan cinta pada pandangan pertama tak asing lagi di telinga, namun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Anggia Darmawan, psikolog sekaligus psikoterapis menjelaskan bahwa secara umum cinta termasuk dalam emosi positif.
Sayangnya, cinta pada pandangan pertama terjadi karena ada ketertarikan fisik bukan berawal dari perasaan cinta.
"Salah satunya adalah bisa karena memang karena kekaguman yang tampak dari mata, kan kalau love at the first sight tentu terkait dengan mata ya. Apakah memang rambutnya yang tergerai, atau misalnya body nya, atau kulitnya yang sangat halus bisa terkait dengan imaji yang dilihat secara mata," ujar Anggia saat ditemui kumparan pada Senin (31/12).
Ilustrasi simbol cinta  (Foto: Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi simbol cinta (Foto: Getty Images)
Sementara itu, terkait dengan nafsu, Anggia mengkategorikannya ke dalam emosi negatif. Perempuan 36 tahun ini melanjutkan, membedakan perasaan cinta pandangan pertama dengan nafsu haruslah melewati proses yang tak sederhana.
ADVERTISEMENT
"Antara cinta dengan nafsu ini memang membutuhkan proses ya, enggak bisa kita kalau dibilang love at the first sight sebetulnya bukan love, mungkin lebih ke tertarik, lebih 'eh lucu nih, eh cantik, eh baik'," lanjutnya.
Butuh pendekatan lebih lanjut bagi seseorang yang mengalami cinta pada pandangan pertama sebelum akhirnya yakin bahwa orang yang ia lihat adalah cinta sejatinya.
"Tapi kalau sudah berbicara cinta ini harus ditelaah, ditelaah dalam arti minimal ada sebuah proses yang apakah ketika melihat, lalu diajak ngobrol menyenangkan enggak sih? Paling sederhananya seperti itu," jelas Anggia.
Anggia menuturkan, cinta sebagai emosi positif seharusnya bisa memberikan dampak yang positif juga bagi orang yang merasakan.
ADVERTISEMENT
Namun, bila fenomena cinta pandangan pertama mengubah orang menjadi terobsesi atau tergila-gila, maka dipastikan itu bukan cinta melainkan nafsu.
"Karena kalau cinta ya, kalau disebut dengan cinta yang merupakan bagian dari emosi positif, tidak mungkin membuat sebuah 'kerusakan' , tidak mungkin membuat sesuatu hal menjadi negatif, apalagi kalau obses," tuturnya.
Anggia menegaskan, kasih sayang atau perasaan cinta yang berlebihan terhadap siapapun akan membuat emosi positif dalam cinta berubah negatif lalu menjadi nafsu.
"Dan kalau itu positif tidak mungkin membuat sebuah hasil yang kemudian menjadi negatif. Namanya nafsu. Jadi cinta ini harus diyakini tidak boleh berlebihan bahkan kepada sesuatu hal yang positif pun tidak boleh berlebihan," kata Anggia.
ADVERTISEMENT
Pernyataan Anggia ini mungkin akan melukai sebagian mereka yang mengaku merasakan cinta pada pandangan pertama.
Namun, kini ada baiknya bila sebelum mengaku cinta pada pandangan pertama, lebih baik menelaah apakah benar cinta atau nafsu dan ketertarikan saja?
----------------------------------------------------------------------------
Simak ulasan lengkap konten spesial kumparan dengan follow topik Cinta Pandangan Pertama.