news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Didiet Maulana: Keliling Indonesia demi Pelajari Kebaya hingga Akarnya

18 Mei 2018 12:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Didiet Maulana  (Foto: Dok. Didiet Maulana )
zoom-in-whitePerbesar
Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana )
ADVERTISEMENT
Sejak mengawali karier sebagai desainer tujuh tahun lalu, nama Didiet Maulana menjelma jadi perancang busana yang diperhitungkan di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Ia menggawangi dua label sekaligus, IKAT Indonesia by Didiet Maulana dan Svarna by Didiet Maulana.
Pria kelahiran 18 Agustus 1981 ini menunjukkan rasa cintanya terhadap budaya Indonesia lewat berbagai rancangan yang selalu mengeksplor berbagai kekayaan nusantara, mulai dari material kain, hingga model-model baju tradisional yang ia kreasikan kembali sehingga relevan untuk dipakai dalam berbagai kesempatan.
Tak heran jika nama Didiet Maulana sangat erat diasosiasikan dengan tenun. Karya-karyanya yang konsisten mengeksplorasi tenun dalam rancangan untuk IKAT Indonesia semakin memperkuat posisinya sebagai desainer terkemuka di Indonesia.
Fokus mengeksplorasi tenun melalui IKAT Indonesia bersama tim desainernya, Didiet juga mencurahkan skill nya melalui label eksklusif Svarna by Didiet Maulana yang banyak menghadirkan berbagai kreasi baju dan gaun tradisional. Ia banyak merancang kebaya dan kostum tradisional untuk upacara-upacara penting seperti pernikahan bagi para pesohor tanah air.
ADVERTISEMENT
Tercatat, Didiet pernah mengkreasikan baju tradisional Sulawesi, baju Bodo untuk seluruh anggota keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia juga membuat kebaya untuk pernikahan putri Menteri Keuangan Sri Mulyani. Beberapa selebriti pun menjadi langganan Didiet, seperti Andien, Bunga Citra Lestari yang sering mengenakan kebaya rancangan Didiet dalam berbagai acara.
Bagi Didiet, merancang kebaya bukanlah suatu proses yang dilakukan sembarangan. Ia berprinsip bahwa kita harus paham betul soal pakem dan aturan yang menaunginya, karena bersinggungan dengan budaya.
Demi menciptakan kebaya yang otentik dan indah dipandang, Didiet pun rajin terbang ke pelosok daerah guna menggali informasi terkait budaya setempat.
Di sela-sela kesibukannya melakukan berbagai show dan peluncuran koleksi, Didiet Maulana menyempatkan diri untuk duduk bersama kumparanSTYLE. Kami berbincang hangat mengenai passion dan kecintaannya terhadap kekayaan budaya Indonesia, terutama mengenai kreasi-kreasi kebaya di label Svarna.
Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
zoom-in-whitePerbesar
Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
Anda amat sibuk mengembangkan label IKAT Indonesia, namun juga sibuk merancang kebaya untuk label Svarna by Didiet Maulana. Jika harus memilih, mana yang jadi prioritas Anda? Sulitkah membagi fokus antara keduanya?
ADVERTISEMENT
Svarna sekarang masuknya kan enggak periodik, ya. Saat ini penerimaan order setiap bulannya juga saya batasi. Istilahnya, saya mending mengejar kualitas dibanding kuantitas.
Buat saya, Svarna merupakan medium untuk mengeluarkan kreativitas, dan memang tidak dikerjakan oleh tim. Tapi langsung oleh saya sendiri.
Ada alasan khusus saat memilih nama Svarna?
Svarna artinya emas. Alasannya karena satu, di internasional orang perceive itu sebagai emas juga, bahasa Sanskerta. Dan untuk saya, penamaan itu cantik, ya. Elegan.
Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
zoom-in-whitePerbesar
Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
Apa yang membuat kebaya begitu spesial di mata seorang Didiet Maulana?
Yang membuat kebaya spesial sebenarnya adalah karena modelnya merupakan sebuah bentuk atau siluet dari busana tradisional Indonesia. Ini menjadi sangat khas karena memang akar atau rumpun kita banyak sekali yang berkaitan dengan kebaya. Dan kebaya kan bentuknya beda-beda. Jadi ini akan jadi suatu keunikan. Kalau menikah, ya pakai kebaya.
ADVERTISEMENT
Sulitkah merancang kebaya tradisional yang sesuai dengan pakem dan aturan yang ada?
Challenge-nya adalah kita lack of documentation, ya. Jadi memang enggak ada dokumentasi (mengenai) apa yang terjadi di zaman dulu. Sekarang kita mengumpulkan naskah-naskah atau foto zaman dulu yang akhirnya kita rangkai sendiri, membandingkan foto dengan teori yang sudah ada.
Kalau saya sudah tahu adatnya, biasanya cepat. Kalau saya belum tahu, biasanya harus riset dulu. Saya datang ke tempat asal kebaya atau baju tradisional itu, kemudian bisa (belajar) lewat dokumentasi atau arsip yang sudah ada, atau pergi ke museum tekstil.
Jadi prinsipnya harus belajar. Banyak banget sebenarnya kalau mau diikuti. Mulai dari tata rias, sanggul, aksesoris, sampai bunga pengantin, itu beda-beda.
ADVERTISEMENT
Desain itu (sebenarnya) luas. Tapi memang ketika sudah masuk ke adat, memang ada marka-markanya, sih. Sumatera beda, Jawa beda, Sulawesi beda, Indonesia Timur beda, kadang tidak semudah itu. Memang tidak mudah memberikan sesuatu yang baru, jika tidak didukung oleh dokumen yang lengkap, atau hasil riset yang kuat. Masing-masing ada do and donts-nya. Jadi, betapa kayanya Indonesia.
BCL dalam Svarna by Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
zoom-in-whitePerbesar
BCL dalam Svarna by Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
Sejauh mana kecintaan Anda terhadap busana tradisional membawa Anda berpetualang keliling Indonesia?
Mulai dari Aceh, Padang, Bangka, Palembang, Lampung, Banjarmasin, Sulawesi, Sumba, ke Bali, Jawa, sampai mengunjungi beberapa museum untuk melakukan riset tentang baju tradisional. Dan enggak jarang risetnya kita lakukan di luar negeri. Saya berkunjung ke museum peranakan Singapura, karena memang banyak budaya peranakan Melayu yang tersebar. Budaya kita banyak sekali bersentuhan dengan budaya negara tetangga, banyak influence asing yang masuk seperti dari China, India. Ada juga pengaruh dari Arab untuk kainnya. Jadi sangat menarik ketika bicara kebaya dan baju tradisional Indonesia, seperti merangkum cerita persebarannya.
ADVERTISEMENT
Lebih sulit merancang kebaya pernikahan dan baju tradisional atau ballgown?
Sebenarnya kesulitannya sama. Karena membuat international wedding gown itu tidak gampang. Banyak sekali struktur yang harus dipelajari. Tapi buat saya, saya lebih menikmati ketika membuat busana tradisional Indonesia. Lebih tertantang, karena kita tahu ketika riset mau ke mana. Harus nanya siapa, dan kita menggali sesuatu yang memang milik sendiri. Menariknya di situ.
Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
zoom-in-whitePerbesar
Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
'Kebaya pernikahan harus berwarna putih'. Setujukah Anda dengan anggapan tersebut?
Sekarang tergantung selera. Saya sekarang mewujudkan klien inginnya bagaimana. Untuk warna sekarang sudah lebih terbuka, ya. Sekarang bisa ke peach, pink muda, tergantung ke selera klien maunya apa. Putih enggak harus, karena Jawa pun ada busana beludru merah. Ada yang pakai baju Dodot, terus di beberapa tempat ada yang hitam.
Baju Bodo by Svarna - Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
zoom-in-whitePerbesar
Baju Bodo by Svarna - Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
Bagaimana cara Anda mengakomodir keinginan pengantin dan keluarga besarnya (yang sering kali bertabrakan) dalam memutuskan model kebaya?
ADVERTISEMENT
Kadang ada pengantin yang di keluarganya tidak boleh pakai pakaian yang menonjolkan lekuk tubuh. Kita sebagai desainer harus akomodir itu.
Tapi, kita juga harus mendengar keinginan pengantin, hari H itu sebenarnya dia yang pakai bajunya. Dan dia benar-benar harus merasa nyaman, dan itu harus terpancar dari energinya pengantin.
Saya akan selalu diskusi sama pengantin. Biasanya saya akan selalu standby di hari pernikahan, karena i feel like i am the architect for the collections.
Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
zoom-in-whitePerbesar
Didiet Maulana (Foto: Dok. Didiet Maulana)
Jadi, tugas Anda sebagai desainer Svarna tak sebatas hanya mengatur desain kebaya saja?
Ya, saya ikut menentukan makeupnya seperti apa, aksesoris apa yang ada di situ, tanggung jawab sama si pengantin. Semua hal yang menempel dengan pengantin harus saya yang menentukan. Jadi sekarang kalau kerja sama dengan makeup artist siapa pun, saya selalu tanya bagaimana dengan makeupnya, apakah cocok. Kita kolaborasi, jadi tidak bisa makeup dilepas begitu saja. Jangan sampai si pengantin karakternya hilang. Harus satu kesatuan, mulai dari sepatu sampai bunga yang dipegang pengantin.
ADVERTISEMENT
Kembali ke awal, mengapa memilih busana tradisional (khususnya kebaya) sebagai spesialisasi di Svarna?
Saya mendalami sesuatu yang orang lain belum banyak lakukan. Tahun 2009 ketika mendirikan IKAT Indonesia, waktu itu belum banyak anak-anak muda yang fokus untuk memunculkan bentuk atau siluet busana Indonesia. Di situlah saya isi.
Dan sebagai salah satu yang main kebaya untuk anak muda dari 2012, akhirnya tampilan-tampilan saya banyak menginspirasi dan banyak diadaptasi oleh yang lain. Hal tersebut membuat kami sangat senang. Berarti the strategy works.
Adakah rancangan pakaian tradisional atau kebaya tertentu yang jadi karya kebanggaan Anda?
I love everything. Karena saya mengerjakan semua dari awal. Mereka itu 'bayi-bayi' saya. Selama beberapa bulan dikerjakan, mulai dari payet, pola, semua sampai akhir. Dan proses pengerjaan rumit dan memakan ratusan sampai ribuan jam untuk menyelesaikan satu kebaya pernikahan. Jadi semuanya patut mendapat favoritism dari saya sebagai desainer.
ADVERTISEMENT
Selain kebaya, Anda disebut-sebut sebagai desainer yang kembali mengangkat popularitas Baju Bodo di Indonesia. Bisa cerita sedikit tentang hal ini?
Saya pertama kali mengerjakan baju Bodo untuk acara pernikahan keluarga Pak Jusuf Kalla. Pas menikah, anaknya dan cucu-cucunya semua saya bikinkan baju Bodo. Di situ saya banyak belajar, sih. Riset dulu, risetnya sampai ke Makassar. Saya datang ke Museum Tekstil, untuk lihat bentuk asli baju Bodo.
Keren sih, modelnya. Cuma kotak, oversized. Kekinian banget, lah. Very nice, gitu, bisa dimodifikasi segala macam. Beberapa kali saya pakaikan ke Andien saat ia menyanyi di beberapa tempat. Habis itu langsung hype.
Kebaya pernikahan Andien by Svarna (Foto: Dok. Didiet Maulana )
zoom-in-whitePerbesar
Kebaya pernikahan Andien by Svarna (Foto: Dok. Didiet Maulana )
Mungkin tak banyak yang tahu, bahwa Anda merupakan arsitek lulusan Universitas Parahyangan Bandung. Seberapa besar pengaruh ilmu arsitektur yang Anda miliki terhadap proses merancang busana?
ADVERTISEMENT
Di ilmu arsitek kita diajari hal-hal mulai dari yang detail. Misalnya, ketika kita membuat satu titik saja, kita harus bertanggung jawab apa fungsi titik itu. Jadi semua harus ada sebabnya. When you drop something, you just have to know how to build it, why it's there.
Harus tahu konsepnya. Jadi semua balik lagi ke konsep. Inginnya apa yang kita gambar di awal, di hari H kesampaian. Makanya saya selalu stand by untuk pengantin di hari H. Ketika pengantin nikah, biasanya kami sudah nongkrong di venue dari pukul empat pagi. Malamnya mau resepsi, saya sudah stand by dari pukul tiga sore.
Saya memerhatikan semuanya, termasuk orangtua pengantin. Meskipun saya tidak mendesain baju orangtua atau keluarga, saya tetap memikirkan tampilan mereka dan memperbaiki jika ada hal yang kurang seperti pemakaian kain yang salah. Karena makin kita tahu banyak ilmu, makin banyak tanggung jawab kita.
ADVERTISEMENT