3 Sosok Penting di Balik Kebocoran 50 Juta Data Pengguna Facebook

24 Maret 2018 10:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Christopher Wylie, Aleksandr Kogan & Alexander Nix (Foto: AP dan Youtube)
zoom-in-whitePerbesar
Christopher Wylie, Aleksandr Kogan & Alexander Nix (Foto: AP dan Youtube)
ADVERTISEMENT
Facebook... Facebook... Facebook...
Belakangan ini nama Facebook begitu sering didengar di berbagai pemberitaan dunia, termasuk Indonesia. Facebook memang sedang menjadi sorotan saat ini, setelah kelengahannya mengakibatkan sekitar 50 juta data penggunanya dicuri dan dimanfaatkan untuk pemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 2016 lalu.
ADVERTISEMENT
Raksasa jejaring sosial itu dicibir, dikritik, dan dipertanyakan sistem keamanannya. Seperti yang telah diungkapkan sang CEO dan pendiri, Mark Zuckerberg, kepercayaan masyarakat terhadap Facebook memang luntur akibat masalah kebocoran data ini, terutama para penggunanya di AS.
Seruan "Hapus Facebook" yang populer dengan tagar #DeleteFacebook mengemuka setelah terungkapnya skandal ini. Bahkan, sosok-sosok terkenal ikut menyerukan ajakan serupa.
Zuckerberg telah meminta maaf dan mengakui ada kesalahan dalam API (application programming interface) yang dijalankan platform-nya. Ke depannya, ia menjamin tidak akan mengalami kejadian serupa dengan menjalankan sejumlah langkah yang memperketat akses para pengembang aplikasi pihak ketiga terhadap data pribadi pengguna.
Pendiri dan CEO Facebook, Mark Zuckerberg. (Foto: Stephen Lam/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Pendiri dan CEO Facebook, Mark Zuckerberg. (Foto: Stephen Lam/Reuters)
Perusahaan analisis bernama Cambridge Analytica menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam pengumpulan jutaan data pengguna Facebook untuk kampanye Trump. Ternyata, Cambridge Analytica didirikan oleh Steve Bannon, yang kini menjadi orang kepercayaan Trump di pemerintahan AS.
ADVERTISEMENT
Ada tiga sosok yang memiliki peranan paling penting dalam skandal Cambridge Analytica tersebut, yaitu Christopher Wylie, Aleksandr Kogan, dan Alexander Nix. Siapa saja mereka? Berikut penjelasannya.
1. Christopher Wylie
Christopher Wylie. (Foto: Reuters/Henry Nicholls)
zoom-in-whitePerbesar
Christopher Wylie. (Foto: Reuters/Henry Nicholls)
Wylie, adalah seorang data scientist yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Riset di Cambridge Analytica. Ia adalah sosok yang memiliki peranan penting dalam berdirinya perusahaan analisis tersebut.
Menurut The Guardian, Wylie mengaku diperkenalkan oleh kawannya yang orang politik, ke perusahaan bernama Strategic Communication Laboratories Group (SCL). Kemudian salah satu anak perusahaannya, SCL Elections, membentuk Cambridge Analytica dengan bantuan Wylie.
Cambridge Analytica menawarkan jasa konsultan politik untuk bidang bisnis dan partai politik dengan menggunakan analisis prediktif, analisis perilaku masyarkaat, dan teknologi periklanan berdasarkan data.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak hanya mengumpulkan data dari Facebook, tapi juga polling-nya sendiri dan telah membuka kantor di New York, Washington, London, Brazil, dan Malaysia.
Christopher Wylie. (Foto: Twitter @DharmaMum)
zoom-in-whitePerbesar
Christopher Wylie. (Foto: Twitter @DharmaMum)
Wylie mengatakan Bannon sangat terlibat dalam strategi perusahaan dan mengizinkan pengeluaran sebesar 1 juta dolar AS untuk mengumpulkan data, termasuk dari profil Facebook pada 2014.
Pemuda berusia 28 tahun itu mengaku telah memiliki ide untuk mengumpulkan data dari jutaan pengguna Facebook di AS untuk menciptakan database yang kuat untuk digunakan dalam iklan politik. Namun, Cambridge Analytica tidak memiliki data untuk mengeksekusi proyek itu.
Hingga akhirnya pada Juni 2014, Cambridge Analytica bertemu Aleksandr Kogan, yang ia sebut menawarkan kepada mereka ide untuk mengumpulkan data pengguna Facebook melalui aplikasi kuis.
ADVERTISEMENT
Wylie mengungkapkan Cambride Analytica menghabiskan 7 juta dolar AS untuk pengumpulan data tersebut, dan 1 juta dolar AS untuk perusahaan Global Science Research (GSR) milik Kogan.
Christopher Wylie. (Foto: Reuters/Henry Nicholls)
zoom-in-whitePerbesar
Christopher Wylie. (Foto: Reuters/Henry Nicholls)
Uniknya, Wylie jugalah sosok yang mengungkapkan skandal besar ini kepada publik. Pada tahun 2017, Wylie menjadi 'whistleblower' alias pengungkap skandal ini kepada The Guardian dengan menampilkan dokumen-dokumen yang mendukung.
Setelah pengungkapan ini, Wylie akan menghadap pihak berwenang di AS untuk memberikan wawancara terkait investigasi keterlibatan Rusia dalam Pilpres AS 2016, termasuk kemungkinan ada hubungannya dengan kampanye Trump.
2. Aleksandr Kogan
Aleksandr Kogan (Foto: Youtube/hkukeoffice)
zoom-in-whitePerbesar
Aleksandr Kogan (Foto: Youtube/hkukeoffice)
Aleksandr Kogan, periset asal Moldova dari Cambridge University, mengakui telah mengumpulkan data pribadi sekitar 50 juta data pengguna Facebook dari aplikasi kuis yang ia kembangkan.
ADVERTISEMENT
Ada dua pengakuan yang berseberangan dalam bagaimana keterlibatan Kogan dalam skandal ini. Kepada sumber yang sama yaitu The Guardian, Kogan mengaku pihak Cambridge Analytica yang mendekatinya untuk membuat aplikasi kuis itu dan mengumpulkan data pengguna Facebook, sementara Wylie mengaku Kogan yang menawarkan ide tersebut kepada Cambridge Analytica.
Yang pasti, data-data yang didapat dari kuis kepribadian itu digunakan untuk menganalisis psikologi pengguna dan kemudian dimanfaatkan untuk kampanye pemenangan Trump di Pilpres AS 2016.
Christopher Wylie, Aleksandr Kogan & Alexander Nix (Foto: AP dan Youtube)
zoom-in-whitePerbesar
Christopher Wylie, Aleksandr Kogan & Alexander Nix (Foto: AP dan Youtube)
Kogan merasa dirinya dikambighitamkan karena disalahkan oleh Facebook yang menuduhnya telah melanggar kebijakan di platform-nya dan juga disalahkan Cambridge Analytica karena disebut memberikan 'ide yang buruk' kepada mereka dengan mengumpulkan data pengguna Facebook lewat aplikasi kuis.
Ia mengaku apa yang dilakukannya tidak menyalahi aturan dan dilakukan seperti yang biasa dilakukan pihak-pihak lain dalam mengumpulkan data pengguna untuk iklan. Sementara itu, ia membantah telah menawarkan ide tersebut kepada Cambridge Analytica.
ADVERTISEMENT
"Itu dibuat-dibuat. Mereka yang mendekati saya, dalam hal penggunaan data Facebook bahkan mereka yang menulis aturan main aplikasinya. Mereka menawarkan saran legal jika apa yang dilakukan ini tidak menyalahi aturan. Jadi, saya sangat terkejut dengan komentar mereka dan saya tidak pikir mereka benar," ujarnya, dilansir The Guardian.
Kogan mengaku Cambridge Analytica mengatakan proyek itu adalah murni untuk urusan komersial dan menurutnya itu sah-sah saja.
Namun, nyatanya data-data itu digunakan untuk kepentingan politik.
3. Alexander Nix
Alexander Nix. (Foto: Reuters/Pedro Nunes)
zoom-in-whitePerbesar
Alexander Nix. (Foto: Reuters/Pedro Nunes)
Sosok Alexander Nix tak lain tak bukan adalah CEO dari Cambridge Analytica. Dalam sebuah siaran rahasia dalam Channel 4 News, seperti dikutip dari The Guardian, Nix mengakui keterlibatan Cambridge Analytica dalam kampanye Trump.
ADVERTISEMENT
Ia mengungkapkan kepada reporter yang sedang menyamar bahwa perusahaannya mengerjakan semua risetnya, mulai dari semua data dan analisis, juga target promosinya.
"Kami menjalankan semua kampanye digitalnya, kampanye televisi dan data kami menginformasikan semua strateginya," jelasnya.
Untuk menghilangkan jejak, Nix mengaku melenyapkan server email-nya.
"Tidak ada yang tahu kami memilikinya, dan kemudian kami mengatur email kami dengan 'self destruct timer'. Jadi Anda mengirimnya dan setelah dibaca, dua jam kemudian emailnya menghilang. Tidak ada bukti, tidak ada jejak, tidak ada apapun," ungkapnya, dalam percakapan tersebut.
Alexander Nix. (Foto: AFP/Patricia De Melo Moreira)
zoom-in-whitePerbesar
Alexander Nix. (Foto: AFP/Patricia De Melo Moreira)
Nix mengatakan kandidat yang didukung dalam pemilu tidak tahu dengan apa yang mereka lakukan karena semuanya dikerjakan oleh tim kampanye.
Akibat aksi dari Cambridge Analytica ini, Nix ditangguhkan dari posisinya sebagai CEO perusahaan. Dalam sebuah pernyataan, Cambridge Analytica mengatakan, "Dewan direksi Cambridge Analytica mengumumkan hari ini (Selasa, 20 Maret) bahwa posisi CEO Alexander Nix telah ditangguhkan dengan investigasi independen yang dilakukan lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
"Dari pandangan dewan direksi, komentar Tuan Nix baru-baru ini yang direkam secara rahasia di Channel 4 dan tuduhan lain yang tidak menunjukkan nilai-nilai dari operasional perusahaan dan penangguhannya menunjukkan keseriusan kami terhadap pelanggaran ini," ujar Cambridge Analytica, dalam pernyataan tersebut.