Benarkah Kecerdasan Buatan dalam E-commerce Bisa Gantikan Peran Manusia?

4 September 2021 10:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi customer service e-commerce. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi customer service e-commerce. Foto: Shutterstock
Sejak dahulu, slogan “pelanggan adalah raja” adalah mantra bagi seluruh produsen barang dan jasa di bidang bisnis. Di setiap perusahaan, pelanggan merupakan pemangku kepentingan tertinggi, terutama dalam penyusunan strategi dan kemajuan bisnis. Dalam kondisi saat ini, masihkah pelanggan dianggap raja, di tengah loyalitas pembeli produk atau jasa yang sangat mudah teralihkan?
Sejumlah pertanyaan lain juga muncul terkait hal ini. Bagaimana perusahaan menjaga hubungan dengan pelanggan dalam lingkungan di mana rentang perhatian dan kesabaran yang semakin menipis? Bagaimana menyiasati kebutuhan membangun hubungan pelanggan dengan keterbatasan waktu dan sumber daya?
Sejatinya, menjaga rutinitas dan kesinambungan hubungan antara penjual dan pelanggan selalu penting dilakukan. Tanpa adanya layanan pelanggan yang baik dalam arti respons yang cepat, tepat dan efisien, dengan mudah orang dapat beralih ke produk atau jasa yang disediakan oleh institusi lainnya.
Seiring dengan perjalanan waktu, pelanggan tidak lagi hanya terbatas mengacu pada pembeli produk dan jasa, namun juga melebar kepada mitra kerja atau penjual yang menjual produk atau jasanya di platform sosial seperti e-commerce.
Mengingat saat ini keterhubungan antara penjual dan pembeli atau pelanggan mencakup berbagai dimensi, baik transaksi jual beli secara langsung di tempat, melalui media sosial, hingga masuk ke platform; dan mencakup jumlah keterhubungan yang sangat besar, kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dan lincah dalam inovasi layanan pelanggan menjadi sangat krusial.
Pertanyaan atau keluhan dari pelanggan kini tidak terbatas pada saluran-saluran yang tersedia, namun juga melebar ke saluran-saluran informal. Penting bagi perusahaan untuk selalu memantau kondisi pelanggan yang mungkin muncul di saluran-saluran tidak resmi dengan tetap menyediakan saluran resmi sebagai prioritas dalam memberikan perhatian langsung kepada para pelanggan.
Ilustrasi customer service e-commerce. Foto: Shutterstock
Kebanyakan perusahaan pun mulai menerapkan dan memprioritaskan sistem bisnis yang berorientasi kepada pelanggan. Biasa dikenal dengan istilah customer first, sistem ini bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Sebab, perusahaan harus menerapkan perubahan strategi yang terkait dengan struktur organisasi, sistem informasi, proses bisnis, teknologi dan tentunya sumber daya manusia.
Lantas, apakah teknologi dapat menggantikan peran manusia?
Semenjak pandemi, terjadi peningkatan transaksi e-commerce. Seiring dengan banyaknya pelanggan yang menyukai proses transaksi ‘always on’, banyak perusahaan yang memacu divisi layanan pelanggan. Salah satunya dengan menerapkan artificial intelligence (kecerdasan buatan) atau AI dalam bentuk chatbot.
Dengan menggunakan teknologi ini, pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan oleh pelanggan jadi lebih cepat terjawab, terutama untuk pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya rutin.
Penggunaan chatbot umumnya dapat meningkatkan response rate kepada pelanggan karena kecepatannya dalam menjawab dan mengurangi waktu tunggu. Sehingga agen layanan pelanggan dapat fokus pada memberikan bantuan untuk kasus-kasus yang lebih kompleks.
Sekarang muncul tantangan baru, bagaimana agar penggunaan chatbot dengan pertanyaan berulang justru tidak membuat pelanggan merasa diabaikan? Bagaimana dengan penggunaan bahasa sehari-hari yang beragam seperti di Indonesia?
Karena itulah, peran pelatih atau trainer untuk AI sangat dibutuhkan. Seorang trainer AI harus memiliki pemahaman mendalam terhadap tren dan kebiasaan penggunaan bahasa tulis termasuk bahasa daerah, istilah, singkatan, dan lain sebagainya. Sehingga, penggunaan kecerdasan buatan untuk mendukung bisnis semakin optimal.
Selain itu, pelatihan penggunaan chatbot dilakukan secara intensif setiap hari agar ia mampu mengikuti percakapan yang terjadi. Di sinilah peran penting staf layanan pelanggan senior –yang sudah memahami cara, gaya dan nada bicara pelanggan termasuk beberapa istilah yang mungkin bukan bahasa baku.

Penggunaan chatbot di Lazada

Ilustrasi seorang pelanggan belanja di Lazada. Foto: kumparan
Sebagai salah satu e-commerce terbesar di Asia Tenggara, penggunaan chatbot di Lazada tidak terbatas pada komunikasi dengan pelanggan, ia juga dikemas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari sellers.
Apalagi seiring meningkatkan jumlah pesanan yang masuk selama pandemi, para penjual di platform kewalahan dalam menjawab inkuiri dari pembeli secara cepat. Oleh karena itu, teknologi AI juga diperkenalkan di Lazada untuk membantu mereka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pembeli.
Chatbot bahkan berperan untuk membantu sellers menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan mereka. Penggunaannya membantu penyelesaian inkuiri rutin serta mendorong efisiensi dan kinerja layanan pelanggan.
Chatbot untuk penjual ini built-in di saluran pesan antara pembeli dan penjual di aplikasi dengan basis data yang luas sehingga dapat menjawab seluruh pertanyaan dasar untuk pembeli potensial selama 24/7 dan dapat disesuaikan oleh penjual agar mereka dapat memasukkan persona mereka dalam merespons. Penjual juga mendapatkan potensi pembelian lebih tinggi karena dengan jawaban yang cepat, pembeli cenderung akan lebih cepat melakukan pembelian dan pembayaran.
Dengan semakin canggihnya teknologi, layanan chatbot tentunya dituntut untuk bisa semakin menyerupai komunikasi manusia. Apalagi dengan kondisi virtual dan serba instan saat ini, layanan pelanggan yang cepat, tepat dan efisien akan meningkatkan kenyamanan dan kepuasan pelanggan dalam bertransaksi.
Ilustrasi seorang pelanggan belanja di Lazada. Foto: kumparan
Oleh karena itu, peran manusia dalam layanan pelanggan tidak akan hilang namun dapat berganti menjadi trainer bagi AI, agar chatbot yang digunakan dapat selalu termutakhirkan akan segala tren, istilah, dialek, dan cara bicara tulisan. Sehingga, penggunaannya dapat memahami pertanyaan yang diajukan secara menyeluruh demi kenyamanan dan kepuasan pelanggan.
Sementara itu, untuk pertanyaan-pertanyaan rumit, pelanggan dapat menghubungi live agent dengan kapabilitas manusia yang intuitif terhadap beragam situasi dan kondisi menjadi krusial. Peran live agents akan fokus dan diprioritaskan pada penyelesaian pertanyaan-pertanyaan yang lebih bersifat jauh lebih kompleks dan belum dapat ditangani oleh teknologi chatbot.
Dengan chatbot, Lazada akan selalu ada dan dapat melayani pertanyaan dari pelanggan dan penjual setiap saat, 24/7-365. Teknologi AI dapat berfungsi dengan optimal dan intuitif melalui pelatihan dan masukan dari manusia namun sentuhan serta pengalaman manusia yang kaya tetap memiliki peran yang sangat penting bagi layanan pelanggan yang baik.
Baik chatbot maupun live agent memiliki peran yang sama pentingnya, karena keduanya saling mendukung untuk mencapai tujuan layanan pelanggan yang optimal: memberikan kepuasan, kenyamanan dan pengalaman berbelanja terbaik bagi pelanggan.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Lazada