Bos WhatsApp: Tak Setuju Kebijakan Baru, Tak Bisa Pakai WhatsApp

19 Februari 2021 9:04 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aturan baru WhatsApp bagikan data ke Facebook Foto: WhatsApp
zoom-in-whitePerbesar
Aturan baru WhatsApp bagikan data ke Facebook Foto: WhatsApp
ADVERTISEMENT
WhatsApp enggan berkompromi dengan pengguna terkait kebijakan baru mereka yang kontroversial pada awal 2021. Perusahaan menegaskan, pengguna yang tak mau menerima kebijakan baru itu tidak dapat memakai aplikasi WhatsApp sama sekali.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, WhatsApp memperkenalkan kebijakan baru yang mengharuskan pengguna untuk menyetujuinya sebelum 8 Februari 2021. Namun, karena menuai banyak kecaman, perusahaan mengundur kebijakan baru itu hingga tiga bulan ke depan, yang mana notifikasinya akan keluar pada 15 Mei 2021. Kendati ultimatum ini sudah diundur, namun sikap WhatsApp tak juga berubah.
Kebijakan baru tersebut meliputi bagaimana WhatsApp memproses data pengguna, bagaimana perusahaan dapat menggunakan layanan yang di-hosting Facebook untuk menyimpan dan mengelola obrolan WhatsApp, dan bagaimana WhatsApp akan segera bermitra dengan Facebook untuk menawarkan integrasi yang lebih dalam di semua produk perusahaan induk.
Meski demikian, kebijakan baru itu mendapat reaksi negatif dari para pengguna, khususnya karena mereka tidak bisa memilih untuk tidak menyetujui kebijakan tersebut. Namun, WhatsApp bergeming dari aspirasi penggunanya.
ADVERTISEMENT
“Mereka enggak bisa (pakai WhatsApp sama sekali kalau tidak menyetujui kebijakan baru),” kata Sravanthi Dev, Direktur Komunikasi WhatsApp Asia Pasifik, kepada sejumlah jurnalis di Indonesia, Rabu (17/2). “Jadi, kalau mereka enggak setuju sama kebijakan itu, mereka enggak bisa pakai WhatsApp.”
Sravanthi Dev, Direktur Komunikasi WhatsApp Asia Pasifik. Foto: Aditya Panji/kumparan
Sravanthi mengeklaim, reaksi negatif para pengguna terhadap kebijakan baru WhatsApp ditengarai oleh misinformasi.
Dia menjabarkan, kebijakan baru tersebut memang membuat chat pengguna WhatsApp ke akun WhatsApp Business API tidak terenkripsi lagi secara end-to-end. Artinya, layanan hosting bisa menyimpan data percakapan kamu dengan akun bisnis. Namun, Sravanthi mengatakan bahwa kebijakan ini hanya berdampak bagi sesi percakapan dengan akun bisnis yang ada di layanan WhatsApp Business API.
WhatsApp sendiri saat ini punya tiga layanan chat yang terdiri dari WhatsApp biasa, WhatsApp Business, dan WhatsApp Business API.
ADVERTISEMENT
Di saat WhatsApp biasa dipakai untuk ngobrol secara personal dan WhatsApp Business menyambungkan UMKM ke pelanggan, WhatsApp Business API adalah layanan yang mengakomodasi perusahaan besar untuk berkomunikasi dengan pelanggannya.
“Untuk WhatsApp, Business API adalah tentang bagaimana WhatsApp membuat uang,” kata Sravanthi. “Kami memberikan biaya kepada brand, kebanyakan yang memakai Business API adalah perusahaan besar.”
Sravanthi menambahkan, pengguna yang chat ke akun personal ataupun akun WhatsApp Business tetap terenkripsi secara end-to-end. Kamu bisa melihat apakah sesi chat kamu terenkripsi secara end-to-end atau tidak lewat kotak kecil berwarna kuning yang ada di awal chat.
Untuk sesi chat dengan akun perusahaan besar yang pakai WhatsApp Business API, kamu tidak akan menemukan kotak penjelasan enkripsi end-to-end karena informasi di sesi chat akan dikumpulkan dan dapat diolah oleh penyedia hosting. Sravanthi mengatakan, kebijakan baru ini bertujuan untuk memudahkan perusahaan besar dalam mengakomodasi pelanggannya lewat pemrosesan data pribadi.
ADVERTISEMENT
“Di end-to-end encryption, kalau saya berbicara dengan kamu dalam sebuah percakapan, hanya saya dan kamu yang bisa melihat pesan, jadi hanya di antara kita. Ketika kamu punya bisnis yang pakai layanan host dan ngobrol dengan customer, percakapan itu bisa dilihat oleh (akun) Business (API) tersebut di layanan host mereka. Karena mereka mau memberikan pelayanan ke customer lebih baik lagi,” kata Sravanthi.
Contoh tanda sesi chat akun WhatsApp Business yang pakai end-to-end encryption (kiri) dan akun WhatsApp Business API yang tak pakai end-to-end encryption (kanan). Foto: Facebook
Meski demikian, hingga saat ini tidak jelas data dan informasi apa saja yang bakal dikumpulkan layanan hosting Facebook dari chat pengguna dengan akun WhatsApp Business API.
Sravanthi mengatakan bahwa informasi yang dikumpulkan akan "spesifik". Namun, dia tak menjabarkan secara rinci informasi spesifik macam apa itu.
"Jika kamu memiliki obrolan dengan perusahaan besar yang pakai layanan hosting, karena mereka punya banyak percakapan (dengan pelanggan), secara teknis itu enggak terenkripsi secara end-to-end karena layanan hosting yang ada di cloud menganalisis dan menyederhanakan (percakapan) itu," kata Sravanthi.
ADVERTISEMENT
"Itu nggak dianggap terenskripsi secara end-to-end. Namun, itu bukan berarti percakapannya bisa didengar atau diakses. Perusahaan yang melakukan ini punya standar tinggi," sambungnya. "Ketika kamu ngobrol dengan (akun WhatsApp) Business yang memakai produk API kami, kebanyakan percakapan ini sangat customer-centric. Jadi, informasi yang dibagikan kepada mereka sangat spesifik dan itu cenderung distandarisasi juga."
Situs web resmi WhatsApp juga tak menjabarkan data apa yang bakal dikoleksi perusahaan yang pakai layanan hosting dari sesi chat akun WhatsApp Business API. Namun, mereka mengeklaim kalau tak ada data tambahan yang bakal diambil selain data dasar.
Adapun data dasar yang dikumpulkan dari pengguna di antaranya adalah nomor telepon yang kamu verifikasi ketika mendaftar di WhatsApp, identifikasi perangkat yang terasosiasi dengan perangkat atau akun yang sama, versi sistem operasi, versi aplikasi, informasi platform, kode negara nomor telepon seluler dan kode jaringan, danbendera yang mengaktifkan pelacakan penerimaan pembaruan dan pilihan kendali. Selain itu, mereka juga mengumpulkan sebagian informasi penggunaan kamu seperti kapan terakhir kali kamu menggunakan WhatsApp dan tanggal pertama kali akun kamu didaftarkan, serta tipe dan frekuensi kamu menggunakan fitur-fitur.
ADVERTISEMENT
Sravanthi mengatakan kalau kebijakan baru yang pihaknya berikan bertujuan untuk memberikan transparansi lebih kepada pengguna terkait dengan siapa dirinya ngobrol secara terenkripsi end-to-end.
Ia juga mengeklaim bahwa pihaknya telah memberikan pilihan kepada pengguna kepada siapa mereka mau ngobrol.
“Dengan kebijakan ini, orang punya pilihan. Kamu bisa memilih untuk berbicara dengan (akun) Business (API) atau tak mau berbicara dengan (akun) Business (API). Pilihan itu terserah kamu,” kata Sravanthi.

WhatsApp tak berikan kontrol penuh ke pengguna

Bagaimanapun, WhatsApp tidak memberikan pilihan kepada pengguna untuk menolak aktivitas berbagi data dengan layanan hosting Facebook.
WhatsApp dalam kesempatan terpisah sempat menjelaskan kepada kumparanTECH kalau aktivitas berbagi data dengan Facebook untuk tujuan ini sudah berlangsung sejak Agustus 2016.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, saat itu WhatsApp masih memberi pengguna pilihan untuk tidak ikut berbagi aktivitas data. Adapun kebijakan baru saat ini tidak menyediakan opsi untuk menolak.
Padahal, pilihan untuk mengizinkan atau menolak (opt in/opt out) pengambilan dan pemrosesan data pribadi merupakan salah satu hak yang dimiliki subjek data, dalam hal ini adalah pengguna.
Pantulan logo WhatsApp di mata. Foto: Dado Ruvic/Reuters
Menurut Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar, kebijakan baru WhatsApp belum mengakomodasi hak pengguna untuk memilih data apa saja yang boleh diproses.
Wahyudi menjelaskan, dalam menjalankan layanan, platform digital memang memerlukan data pribadi penggunanya. Namun, pengguna mesti tetap memegang kontrol penuh data pribadi macam apa yang boleh diambil platform.
"Ada data-data dasar yang boleh diambil oleh penyedia layanan dengan tetap kontrol penuh si pengguna layanan. Prinsip perlindungan data pribadi kan demikian," kata Wahyudi kepada kumparanTECH, Kamis (16/2).
ADVERTISEMENT
"Cuma, masalahnya kan terms of service hari ini belum secara keseluruhan mengakomodasi pilihan untuk opt in, opt out. Ini yang ke depan perlu diperbaiki dengan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP)," kata dia, sembari menekankan bahwa platform digital perlu menjelaskan data macam apa yang mereka koleksi dari pengguna.
Wahyudi menambahkan, saat ini belum ada regulasi di Indonesia yang mewadahi kewajiban platform digital seperti WhatsApp untuk menyediakan pilihan opt in atau opt out untuk pengguna di dalam terms of service.
Kondisi di Indonesia berbanding terbalik dengan di Eropa dan Inggris. Di sana, WhatsApp tidak bisa menerapkan kebijakan baru mereka karena UU perlindungan data pribadi Eropa (GDPR) cukup ketat mengatur bagaimana layanan digital mengambil data pribadi pengguna.
ADVERTISEMENT
Keengganan WhatsApp untuk menyediakan pilihan menolak untuk pengguna justru menjadi bumerang buat diri mereka. Ditambah dengan kebingungan terhadap pesan yang WhatsApp berikan di notifikasi serta rekam jejak penyalahgunaan data pribadi pengguna oleh Facebook, banyak dari pengguna WhatsApp yang pindah ke platform chat lain yang mereka anggap lebih menghargai privasi data pribadi mereka.
Menurut data dari firma analisis Sensor Tower, misalnya, aplikasi Signal diunduh 246.000 kali di seluruh dunia dalam seminggu sebelum WhatsApp mengumumkan perubahan tersebut pada 4 Januari 2021. Seminggu setelahnya, mereka dapat 8,8 juta kali download.
Adapun pada 12 Januari 2021, pendiri Telegram Pavel Durov mengumumkan kalau pihaknya mencatat “25 juta pengguna baru selama 72 jam terakhir”.