news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Efek Media Sosial Bagi Kesehatan Mental Milenial

13 November 2019 21:11 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Social Media Week Jakarta 2019 di Senayan City, Rabu (13/11). Foto: Aulia Rahman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Social Media Week Jakarta 2019 di Senayan City, Rabu (13/11). Foto: Aulia Rahman/kumparan
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi terkadang menimbulkan efek negatif bagi kesehatan mental kaum millenial. Jika tidak bijak dalam menggunakan media sosial, bisa-bisa kesehatan mental kita yang terganggu.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Vidi Aldiano dalam community gathering pada event Social Media Week 2019, yang digelar di Senayan City, Kamis (13/11). Dalam diskusi bertema Anxiety and FOMO, The Impact Of Social Media on Young People Mental Health, Vidi menjelaskan kisahnya.
Beberapa bulan lalu Vidi memang sempat mengalami Anxiety yang menyebabkan dia dirawat di UGD. Hal ini memang sempat ramai di Youtube. Setelah diperiksa tidak terdapat sesuatu yang salah di fisiknya, kecuali mentalnya. Ternyata Vidi mengalami yang dinamakan kecemasan akut.
"Preasure terkadang ga cuma datang dari label, tapi dari orang sekitar. Problemnya kita harus bisa memfilter preasure mana yang membangun dan tidak membangun," ujar Vidi.
Ilustrasi perempuan depresi Foto: dok. Thinkstock
Lebih lanjut Vidi menjelaskan, bahwa preasure itu hadir melalui media sosial. Dan ternyata yang mengalami kasus serupa Vidi pun banyak di kalangan milenial. Isu ini sudah mengarah kepada kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Menurut sosiolog Roby Muhamad, manusia saat ini memang sulit dilepaskan dari media sosial. Banyak orang yang menggunakan media sosial sebagai kebutuhan sehari-hari. Media sosial dianggap menjadi wadah pas yang untuk memenuhi kebutuhan psikologi manusia, baik informasi, legitimasi, dan aktualisasi diri.
Melanjutkan problem mental health di media sosial, turut hadir Adjie Santosoputro, seorang Mindfulness Practisioner.
"Berbicara soal kesadaran mental adalah berbicara soal sesuatu yang tidak terlihat. Soal kesadaran batin kita, seperti yang dialami Vidi," ucap Adjie.
Adjie Santosoputro, Mindfulness Practisioner. Foto: Fajar Widi Nugroho/kumparan
Sebenarnya solusi dari problematika tersebut adalah tidak perlu kita berfokus kepada orang lain di sosial media. "Sosial media adalah tempat dimana kita terlihat keren. Akhirnya kita hanya sibuk berfokus ke orang lain. Belajar mindfulnes menyebabkan kita untuk bisa berfokus ke diri sendiri," tambah Adjie.
ADVERTISEMENT
Adjie sendiri punya tips agar milenial bisa terbebas dari kecanduan media sosial. Tips ini ia pecah menjadi empat point.
Luangkan Waktu untuk Interaksi Diri Sendiri
Upaya ini cukup sulit dilakukannya. Poinnya sederhana: pengguna diminta meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan diri sendiri.
Media sosial membuka peluang pengguna untuk setiap hari, di mana pun dan kapan pun, dapat berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut memang bagus, namun itu justru membuat kita menjadi lupa untuk berinteraksi dengan diri sendiri.
Adjie berkata, banyak orang pintar yang berumur panjang karena setiap hari mereka meluangkan waktunya untuk merenung, untuk berinteraksi dengan diri sendiri. Oleh sebab itu, ia menyarankan kita untuk melakukan hal serupa, minimal tidak buka media sosial selama 20 atau 30 menit per hari.
Ilustrasi menggunakan sosial media. Foto: Shutter Stock
Kurangi Interaksi dengan Orang Lain
ADVERTISEMENT
Dengan berinteraksi terhadap diri sendiri, maka secara tidak sadar kita mengurangi interaksi dengan orang lain. Dan ini yang memang dilakukan Adjie, ketika berusaha menghilangkan rasa candu terhadap media sosial.
Dulu, cara yang dilakukan Adjie adalah membatasi waktu bermain media sosial. Ia bahkan sampai tidak membuka smartphone-nya sama sekali demi bisa mengurangi interaksi dengan rekan dan bahkan keluarganya.
Menurutnya, smartphone justru memberikan rasa takut dan penasaran dengan kabar yang akan datang. Hal itu membuat mental menjadi stres dan capek, sehingga rasa marah tak terhindarkan.
Adjie Santosoputro, praktisi kesehatan mental. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Pilih Konten yang Penting dan Mendalam
Internet menawarkan banyak tipe konten, mulai dari berita politik hingga hiburan. Hiburan dan berita ini, oleh Adjie, dibagi menjadi dua jenis: datar (shallow) dan dalam (deep).
ADVERTISEMENT
Konten yang datar berarti ringan untuk dikonsumsi, atau milenial kini menyebutnya 'receh'. Sifatnya tidak begitu penting dan biasanya lebih banyak candaan. Sementara konten yang mendalam berarti penting dan ada nilai manfaatnya.
Karena perhatian manusia terbatas, penulis buku 'Sejenak Hening' ini menyarankan untuk memilih hiburan dan kabar berita yang sifatnya deep. Prioritaskan itu di media sosial dan juga internet.
Fokus Hanya pada Hal Penting
Terakhir, terus menjaga perhatian pada hal-hal penting ketika bermain media sosial. Ketika pengguna memutuskan fokus dengan konten hiburan dan informasi yang mendalam di dunia maya, lakukan dengan benar dan serius.
Adjie tak melarang pengguna membuka media sosial untuk menikmati konten ringan dan receh. Ia pun mengaku juga menyukai hal tersebut. Namun, hal itu tidak disarankan untuk dilakukan secara terus-menerus, agar terhindar dari candu media sosial dan membuat hidup menjadi kurang berarti.
ADVERTISEMENT
Semua upaya ini sejatinya mudah dilakukan, asalkan kita memiliki niat untuk mengendalikan diri. Tak perlu memusuhi media sosial atau bahkan sampai meninggalkan internet selamanya.
Tips dari Adjie ini mungkin terasa berat bagi mereka yang sudah menjadi pecandu media sosial. Namun, jika ada niat dan disiplin untuk mengendalikan diri, semua bakal menjadi mudah dilakukan.