Gara-gara UU ITE, Blokir Internet seperti di Papua Masih Mungkin Terjadi

4 Juni 2020 11:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi internet Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi internet Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam sidang putusan gugatan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Rabu (3/6), menyatakan Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika terbukti melanggar hukum. Keduanya dianggap tidak memenuhi prosedur dan azas-azas pemerintahan yang baik ketika memblokir akses internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus 2019 lalu, yang kebijakannya hanya merujuk kepada siaran pers Kominfo dengan nomor 155/HM/KOMINFO/08/2019.
ADVERTISEMENT
Menanggapi putusan sidang tersebut, Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menilai bahwa masih ada permasalahan yang lebih mendasar dari kasus pemblokiran internet oleh pemerintah. Menurutnya, keputusan hakim yang hanya didasari oleh Perpu No. 23 Tahun 1959 dan azas pemerintahan yang baik masih belum cukup untuk membendung potensi pemblokiran internet di masa depan.
“Sebelumnya, kita mesti mengapresiasi putusan itu, bahwa pengadilan telah melakukan koreksi terhadap tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh pemerintah dengan menutup akses internet secara keseluruhan di Papua dan Papua Barat,” kata Wahyudi, kepada kumparan.
“Tetapi kan memang kalau membaca putusan (sidang) itu, di dalam pertimbangannya kan lebih banyak membahas soal aspek prosedural. Ini malah menurut saya harus dijadikan catatan bagaimana proses tindak lanjut terhadap putusan ini untuk menutup kemungkinan adanya tindakan serupa, tindakan penutupan internet," jelasnya.
Direktur riset ELSAM Wahyudi Djafar. Foto: Dwi Herlambang/kumparan
Menurut Wahyudi, upaya pemblokiran akses internet oleh pemerintah masih bisa terjadi selama Pasal 40 ayat 2(b) UU ITE masih dimaknai secara ekstensif dan tidak ada UU yang membatasinya. Beleid tersebut menyatakan, “Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.”
ADVERTISEMENT
Padahal, kata Wahyudi, pembatasan akses informasi dan dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum berbeda dengan praktik pembatasan akses internet, seperti yang dialami di Papua dan Papua Barat. Dalam hal ini, pemerintah seharusnya hanya melakukan takedown konten tertentu yang dianggap bermasalah, bukan justru menutup seluruh akses internet yang ada.
“Ini yang sebenarnya tidak kita inginkan,” kata Wahyudi. “Artinya, nanti ke depan, sepanjang prosedur-prosedurnya dipenuhi, menurut putusan sidang ini, berarti pemerintah bisa melakukan penutupan akses asalkan prosedurnya terpenuhi menurut UU ITE maupun dalam situasi keadaan darurat. Ini yang sebenarnya kita hindari. Jangan sampai ada tindakan penutupan total terhadap internet.”
Ilustrasi pembangunan jaringan listrik ke desa-desa di Papua. Foto: Dok. PLN
Wahyudi menegaskan, pembatasan konten yang melanggar hak asasi manusia (HAM) semestinya tidak boleh memiliki dampak terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang lain. Konten hoaks yang melanggar hak informasi yang benar, dengan demikian, tidak boleh diatasi dengan cara pemblokiran total yang justru mengakibatkan masyarakat kehilangan hak akses internet secara umum.
ADVERTISEMENT
Penutupan akses internet secara total di suatu wilayah justru malah meningkatkan tindak kekerasan dan konflik, menurut Wahyudi. Sebabnya, pemblokiran akses internet itu hanya akan membuat proses pertukaran informasi, klarifikasi, dan pengawasan menjadi tidak berjalan.
“Menurut saya sih yang paling penting adalah bagaimana kita bisa merumuskan legislasi secara lebih baik sehingga dapat menutup peluang adanya penutupan akses secara total terhadap internet,” ucap Wahyudi. “Sangat mungkin tindakan penutupan seperti ini terjadi lagi sepanjang prosedurnya dilalui.”
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.