Indonesia Garap AI yang Bisa Deteksi Corona dalam 2 Menit

5 Mei 2020 16:26 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BPPT Hammam Riza saat menghadiri Raker BPPT 2020, Senin (24/2). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BPPT Hammam Riza saat menghadiri Raker BPPT 2020, Senin (24/2). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Perang terhadap pandemi COVID-19 juga turut melibatkan teknologi. Seperti yang dilakukan di Indonesia, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) melakukan inovasi teknologi dengan mengembangkan kecerdasan buatan (artificial intellegence/AI) untuk penanganan COVID-19, penyakit yang disebabkan virus corona SARS-CoV-2.
ADVERTISEMENT
Kepala BPPT, Hammam Riza, menjelaskan pengembangan teknologi AI ini bisa menjadi alternatif untuk pemeriksaan virus corona di Indonesia. Sistem AI dapat membantu tenaga medis untuk mengetahui hasil tes dalam waktu dua menit, lebih cepat dari rapid test dan PCR.
"Saat ini kan ada rapid test atau uji cepat namun probabilitasnya masih rendah. Kemudian, ada PCR yang merupakan alat pengujian yang tepat, namun sangat bergantung pada ketersediaan reagan dan butuh waktu yang lama juga hingga berjam-jam. Sistem AI ini bisa menjadi alternatif ang bisa menampilkan hasil dalam dua menit," jelas Hammam, saat dihubungi kumparan, Selasa (5/5).
Hammam mengatakan teknologi AI yang dikembangkan menggunakan data CT-scan dan X-Ray dari pasien negatif dan positif COVID-19 yang nantinya akan dipelajari oleh sistem machine learning dan deep Learning.
ADVERTISEMENT
Namun, sayangnya saat ini uji coba sistem tersebut masih menggunakan data-data yang dikumpulkan dari pasien COVID-19 di luar negeri, di antaranya dari Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE), Cornell University, dan beberapa rumah sakit di Italia.
Ilustrasi kecerdasan buatan. Foto: Gerlat/Pixabay
Pengembangan sistem AI nantinya dapat digunakan untuk membantu mendeteksi dini pasien COVID-19 dengan validasi dari radiolog dan dokter, sehingga menjadi landasan pengambilan keputusan apakah seseorang benar positif COVID-19 atau tidak.
"Teknologi AI yang dikembangkan merupakan sistem pendukung pengambilan keputusan untuk deteksi COVID-19. Sistem tersebut menghasilkan rekomendasi yang dapat digunakan dokter dalam mendiagnosis pasien COVID-19, berdasarkan data-data citra dan data klinis lainnya," tuturnya.
Lebih lanjut Hammam menjelaskan, saat ini perangkat lunak berbasis AI yang dikembangkan BPPT merupakan versi 0.6. Pendekatan machine learning yang diterapkan untuk deteksi COVID-19 menggunakan algoritma berbasis pada Convolutional Neural Networks.
ADVERTISEMENT
Algoritma akan mempelajari dan melatih diri dari data citra X-ray dan CT-scan. Hasilnya dari algoritma akan diklasifikasikan tampakan radiologis lapang paru disertai dengan nilai probabilitas yang menyatakan tingkat keyakinan bahwa pasien positif atau negatif COVID-19.
"Jadi kalau kamu itu datang ke rumah sakit, tetapi tidak memiliki gejala COVID-19 bisa melakukan tes thorax. Kemudian petugas radiolog atau dokter akan memasukkan data CT-scan dan X-ray-nya ke cloud kami. Nanti AI akan membaca dan menganalisa dari data-data yang masuk sebelumnya. Hasil bisa keluar dalam dua menit," terang Hammam.
Hammam optimistis ke depannya teknologi AI ini bisa menggunakan data-data dari pasien COVID-19 dari Indonesia, sehingga bisa segera diluncurkan. Ia meminta untuk adanya keterbukaan informasi kesehatan untuk membantu mesin AI mempelajari data-data hasil tes pasien COVID-19.
ADVERTISEMENT
BPPT menjamin data-data yang dipakai dan disimpan telah aman dan anonim. Saat ini, semua data-data CT-scan dan X-ray tersambung dalam platform khusus yang dibuat BPPT.
"Dalam waktu dekat data yang digunakan juga meliputi data pasien COVID-19 di Indonesia. Kami sudah meminta kepada Rumah Sakit di seluruh Indonesia untuk dataset ini. Data-data non-image tersebut dalam jumlah besar, telah dibangun platform data mining," ungkapnya.
BPPT Kemenristek tengah mengembangkan ventilator portabel untuk bantu pasien virus corona yang sesak napas. Foto: Dok. BPPT
Selain itu, BPPT juga mengembangkan ventilator portabel semi-automatic. Produk ini mengadopsi desain open source yang dikembangkan di Eropa dengan modifikasi sesuai material dan komponen yang ada di pasar lokal.
BPPT sedang melakukan uji fungsi dan klinis oleh yang dijalankan oleh tim dokter yang berasal dari rumah sakit BUMN dan rumah sakit swasta. Ventilator portabel ini untuk mengantisipasi puncak pandemi COVID-19 di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Diperkirakan kebutuhan ventilator di Indonesia pada saat puncak pandemi akan lebih dari 70.000 unit. Padahal, sementara ini jumlah ventilator yang tersedia di rumah sakit di seluruh Indonesia diperkirakan tidak sampai 7.000 unit," ungkap Hammam.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.