Indonesia Perlu Migrasi TV Analog ke Digital untuk 5G

6 Februari 2020 14:40 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan 5G muncul dalam layar displai di booth Qualcomm di CES 2019. Foto: Steve Marcus/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Tulisan 5G muncul dalam layar displai di booth Qualcomm di CES 2019. Foto: Steve Marcus/Reuters
ADVERTISEMENT
Migrasi televisi (TV) dari analog ke digital diperlukan untuk menghadirkan internet 5G. Menurut GSMA, asosiasi operator telekomunikasi global, konektivitas internet mobile generasi ke-5 ini bakal membawa keuntungan ekonomi bagi Indonesia sebesar Rp 145,3 triliun dalam kurun waktu 2020-2030.
ADVERTISEMENT
Jumlah tersebut dihasilkan dari estimasi GSMA terkait dengan pengaruh 5G terhadap berbagai faktor ekonomi, seperti ekosistem mobile, produktivitas ekonomi, dan peningkatan kapasitas ekonomi.
GSMA berkata, migrasi televisi analog ke televisi kabel ditujukan untuk membebaskan spektrum 700 MHz. Pita frekuensi ini strategis karena karakteristiknya mampu menyediakan jaringan dengan cakupan yang luas, dan dengan begitu dapat menekan biaya 5G.
“Karakteristik teknis dari spektrum ini memungkinkan jangkauan lebih baik dengan infrastruktur lebih sedikit dibanding spektrum yang lebih tinggi," kata Brett Tarnutzer, Head of Spectrum GSMA, ketika ditemui di Jakarta, Kamis (6/2).
"Dengan demikian, operator pun bisa mengurangi biaya modal mereka dan konsumen pun akan diuntungkan karena implementasinya bisa lebih cepat," sambungnya.
Brett Tarnutzer, Head of Spectrum GSMA Foto: Aulia Rahman Nugraha/kumparan
Ketersediaan frekuensi memang menjadi batu sandungan pertama implementasi jaringan 5G di Indonesia. Hingga saat ini, pemerintah belum menentukan spektrum mana yang bakal digunakan untuk konektivitas internet mobile penerus 4G LTE.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, pemerintah sudah membeberkan ada beberapa pilihan spektrum yang bisa digunakan untuk jaringan 5G. Ada frekuensi 700 MHz dan 800 MHz di lower-band, 2,6 GHz dan 3,5 GHz di middle-band, dan 26 GHz di upper-band.
Ketiga jenis frekuensi tersebut diperlukan dalam menyediakan 5G dan punya karakteristik yang berbeda-beda. Spektrum rendah, misalnya, memiliki cakupan yang luas, tapi dengan latensi dan kecepatan yang kurang maksimal. Sedangkan spektrum tinggi dapat menyediakan kecepatan dan latensi yang optimal, namun dengan cakupan yang sempit.
Saat ini, spektrum rendah 700 MHz masih digunakan untuk saluran TV, telepon seluler, hingga jaringan mobile lama, seperti 2G dan 3G. Kepadatan ini membuat internet 5G masih harus menunggu alokasi frekuensi di spektrum tersebut.
Jaringan 5G. Foto: Reuters
“Indonesia tidak lama lagi akan mewujudkan harapannya untuk menjadi raksasa ekonomi digital. Tetapi, upaya untuk menjadi raksasa ekonomi digital bisa terhambat, jika Indonesia kesulitan mempertahankan lanskap digitalnya yang atraktif ini," ungkap Julian Gorman, Head of APAC GSMA, saat ditemui pada kesempatan yang sama.
ADVERTISEMENT
"Bahkan, jika transformasi digital tertunda sebentar saja, bukan tidak mungkin Indonesia akan kehilangan miliaran dolar, sekaligus menyebabkan akses terhadap layanan broadband seluler menjadi terbatas bagi jutaan orang," sambungnya.
Belum dilakukannya migrasi TV analog ke digital membuat Indonesia tertinggal untuk menentukan frekuensi 5G ketimbang negara Asia Tenggara lainnya. Malaysia, Filipina, dan Singapura tercatat telah menyelesaikan proses switch-off layanan analog mereka, sehingga memungkinkan operator untuk memperkuat layanan 4G-nya dan menguji jaringan percontohan 5G.
Di lain pihak, Dirjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Ismail, menyebut frekuensi hanyalah salah satu faktor dalam penyediaan jaringan 5G. Menurutnya, selain frekuensi, ekosistem 5G dan infrastruktur jaringan mesti terlebih dahulu dibenahi.
Ismail Dirjen SDPPI Kominfo (kedua dari kanan) dalam sebuah konferensi pers bersama GSMA di Jakarta. Foto: Aulia Rahman Nugraha/kumparan
"Enggak cuma spektrum saja, ekosistemnya dulu dibenahi," kata Ismail. "Tapi, dibelakang itu, pekerjaan rumah para operator juga banyak yang harus disiapin duluan. Jangan hanya spektrum, tapi di belakang itu mereka bereskan dulu di back haul."
ADVERTISEMENT
Revisi UU Penyiaran sendiri saat ini telah ditetapkan sebagai prolegnas prioritas 2020 dan sedang dibahas di Komisi I DPR RI. Nantinya, revisi ini bakal mengatur migrasi televisi dari analog ke digital.