Kebijakan Privasi Baru WhatsApp Berlaku 15 Mei Ini, Apa Saja yang Kontroversial?

15 Mei 2021 10:14 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Banner notifikasi kebijakan privasi WhatsApp. Foto: Dok. WhatsApp
zoom-in-whitePerbesar
Banner notifikasi kebijakan privasi WhatsApp. Foto: Dok. WhatsApp
ADVERTISEMENT
Kebijakan privasi baru WhatsApp resmi berlaku Sabtu ini, 15 Mei 2021. Sebelumnya, WhatsApp mengirim notifikasi soal pemberlakuan aturan barunya ke pengguna, selama beberapa minggu terakhir.
ADVERTISEMENT
Aturan baru ini sangat kontroversial, tapi WhatsApp kukuh pada pendiriannya yang tak menyediakan opsi tolak. Jadi, pengguna yang tetap mau menggunakan layanan, mau tak mau harus menerima kebijakan tersebut.
Apa alasan yang membuat WhatsApp pada akhirnya tetap memberlakukan kebijakan baru ini? Berikut ini hal-hal yang perlu kamu tahu soal kebijakan privasi baru WhatsApp yang kontroversial tersebut.

Pemberitahuan pertama WhatsApp

WhatsApp mulai membagikan notifikasi pertamanya ke para pengguna di Indonesia mulai Januari 2021. Saat itu, WhatsApp berencana untuk mulai memberlakukan kebijakan privasi barunya pada 8 Februari 2021.
Pengguna diminta wajib untuk menerima aturan tersebut jika masih ingin terus menggunakan layanan WhatsApp.
Dalam notifikasi itu, ada tiga pembaruan utama soal kebijakan privasi WhatsApp, meliputi bagaimana WhatsApp memproses data pengguna; bagaimana perusahaan dapat menggunakan layanan yang di-hosting Facebook untuk menyimpan dan mengelola obrolan WhatsApp.
ADVERTISEMENT
Poin ketiga adalah bagaimana WhatsApp akan segera bermitra dengan Facebook untuk menawarkan integrasi yang lebih dalam di semua produk perusahaan induk.
Menurut laporan The Indian Express, WhatsApp sedang mengumpulkan informasi baru dari perangkat pengguna seperti level baterai, kekuatan sinyal, versi aplikasi, informasi browser, jaringan seluler, informasi koneksi (termasuk nomor telepon, operator seluler atau ISP), bahasa dan zona waktu, alamat IP, informasi sistem operasi perangkat, dan termasuk mengindentifikasi unik untuk terkait dengan perangkat atau akun yang sama.
Dalam kebijakan privasi baru, WhatsApp menyebut bahwa ia menggunakan infrastruktur global dan pusat data Facebook, termasuk yang ada di Amerika Serikat untuk menyimpan data pengguna.
Menurut Macrumors, langkah ini membantu WhatsApp untuk terintegrasi lebih dekat ke dalam keluarga produk Facebook, karena bertujuan memberikan pengalaman yang lebih koheren kepada pengguna di seluruh layanan. Saat itu, para penguna yang tak menyetujui aturan baru, akunnya terancam dihapus. Namun hal itu kemudian batal dilakukan WhatsApp.
ADVERTISEMENT
"Ini juga tentang meningkatkan cara menggunakan WhatsApp Business untuk terhubung dengan pelanggan. Kebijakan yang diperbarui memberikan info tentang bagaimana bisnis yang menggunakan WhatsApp API (Application Programming Interface) untuk berbicara dengan pelanggan sekarang dapat dilakukan dengan menggunakan layanan yang disediakan Facebook untuk membantu mereka mengelola obrolan dengan pelanggan," ujar Direktur Kebijakan WhatsApp Eropa, Timur Tengah dan Afrika, Niamh Sweeney.

Eksodus ke Telegram hingga Signal

Kebijakan baru WhatsApp lalu menuai protes dari publik. Terlebih hal itu terkait persoalan berbagi data dengan Facebook tersebut. Hal itu membuat netizen mempertimbangkan untuk beralih ke platform chatting lain seperti Telegram hingga Signal.
Sensor Tower melaporkan pada 7 Januari, pertama kali kebijakan baru WhatsApp diberlakukan, jumlah download aplikasi Telegram meningkat hingga 1,7 juta dan Signal sebesar 1,2 juta. Sementara WhatsApp yang biasanya mendominasi industri platform chatting hanya meraih angka 1,3 juta. Jumlah perangkat yang menginstal WhatsApp juga menurun hingga 13 persen ke angka 10,3 juta di awal minggu 2021.
ADVERTISEMENT

Kominfo minta klarifikasi WhatsApp

Kementerian Kominfo bertemu WhatsApp terkait kontroversi ini untuk meminta klarifikasi terkait kebijakan baru mereka.
Menurut keterangan Menkominfo Johnny Plate kepada kumparanTECH, ada dua poin yang pihaknya minta untuk WhatsApp lakukan. Keduanya adalah agar WhatsApp memberikan penjelasan kepada publik soal maksud dan tujuan kebijakan baru mereka itu serta mematuhi aturan perlindungan data yang berlaku di Indonesia.
Sekjen Partai NasDem, Johnny G Plate. Foto: NasDem
Untuk poin pertama, Kominfo meminta WhatsApp untuk menjelaskan tujuan dan dasar kepentingan kebijakan baru tersebut, dan menjamin akuntabilitas pihak yang menggunakan data-data pribadi.
WhatsApp juga diminta menjelaskan mekanisme yang tersedia bagi pengguna untuk mendapatkan hak-haknya seperti hak untuk menolak pemrosesan data pribadi mereka.

WhatsApp akhirnya tunda kebijakan

WhatsApp memutuskan menunda kebijakan privasi baru setelah mendapat banyak protes. Kebijakan yang awalnya bakal diberlakukan 8 Februari, diundur hingga hari ini, Sabtu 15 Mei 2021.
ADVERTISEMENT
Menurut WhatsApp, kebijakan ini sebenarnya tidak memengaruhi pengalaman pengguna dalam berinteraksi di platform. Namun, hal ini jadi mengkhawatirkan karena pembagian data tersebut dianggap mengancam privasi pengguna.
Perusahaan juga terus mencoba meluruskan kesalahpahaman dengan mem-posting berbagai penjelasan di media sosial, termasuk menjelaskan informasi soal data apa yang dilindungi dan tidak ketika seseorang menggunakan WhatsApp.
Notifikasi baru WhatsApp soal kebijakan privasi mereka. Foto: Aulia Rahman Nugraha/kumparan
Notifikasi baru WhatsApp soal kebijakan privasi mereka. Foto: Aulia Rahman Nugraha/kumparan

Klarifikasi WhatsApp

WhatsApp menjelaskan rencana pemberlakuan kebijakan privasi barunya. Direktur Komunikasi WhatsApp Asia Pasifik, Sravanthi Dev, menggelar sesi wawancara bersama sejumlah media, termasuk kumparanTECH, pada 17 Februari.
Sravanthi menyebut, kebijakan baru WhatsApp yang membagikan informasi obrolan ke layanan hosting cuma berlaku untuk pengguna yang ngobrol ke akun WhatsApp Business API. WhatsApp sendiri saat ini punya tiga layanan chat yang terdiri dari WhatsApp biasa, WhatsApp Business, dan WhatsApp Business API.
ADVERTISEMENT
“Untuk WhatsApp, kami sebenarnya membangun produk kami jika produk kami didasari apa yang konsumen mau dari kami. Itu bagian dari alasan kami kenapa kami memulai fitur (WhatsApp) Business (API) sekitar 2 tahun lalu, karena konsumen yang minta. Bahwa mereka mau berbicara dengan bisnis,” kata Sravanthi untuk menjawab pertanyaan tersebut.
“WhatsApp membangun produknya berdasarkan apa yang pengguna mau. Itu jawaban saya.”
Pengguna yang chat ke akun personal ataupun akun WhatsApp Business, tetap terenkripsi secara end-to-end. Kamu bisa melihat apakah sesi chat kamu terenkripsi secara end-to-end atau tidak lewat kotak kecil berwarna kuning yang ada di awal chat.
Untuk sesi chat dengan akun perusahaan besar yang pakai WhatsApp Business API, kamu tidak akan menemukan kotak penjelasan enkripsi end-to-end karena informasi di sesi chat akan dikumpulkan dan dapat diolah oleh penyedia hosting. Sravanthi mengatakan, kebijakan baru ini bertujuan untuk memudahkan perusahaan besar dalam mengakomodasi pelanggannya lewat pemrosesan data pribadi.
ADVERTISEMENT
“Di end-to-end encryption, kalau saya berbicara dengan kamu dalam sebuah percakapan, hanya saya dan kamu yang bisa melihat pesan, jadi hanya di antara kita. Ketika kamu punya bisnis yang pakai layanan host dan ngobrol dengan customer, percakapan itu bisa dilihat oleh (akun) Business (API) tersebut di layanan host mereka. Karena mereka mau memberikan pelayanan ke customer lebih baik lagi,” kata Sravanthi.
Beberapa poin, itu antara lain sebagai berikut:
ADVERTISEMENT

Whatsapp tetap tak sediakan opsi tolak

WhatsApp memang memberikan kelonggaran hingga Mei, meski begitu WhatsApp tetap tak memberikan pilihan atau opsi kepada pengguna untuk tak menyetujui aktivitas berbagi data dengan layanan hosting Facebook.
Padahal, pilihan untuk mengizinkan atau menolak (opt in/opt out) pengambilan dan pemrosesan data pribadi merupakan salah satu hak yang dimiliki subjek data, dalam hal ini adalah pengguna.
Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar, mengatakan bahwa kebijakan baru WhatsApp belum mengakomodasi hak pengguna untuk memilih data apa saja yang boleh diproses.
Ilustrasi Whatsapp. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Dalam menjalankan layanan, platform digital memang memerlukan data pribadi penggunanya. Namun, pengguna mesti tetap memegang kontrol penuh data pribadi macam apa yang boleh diambil platform.
"Ada data-data dasar yang boleh diambil oleh penyedia layanan dengan tetap kontrol penuh si pengguna layanan. Prinsip perlindungan data pribadi ;kan demikian," kata Wahyudi kepada kumparanTECH, Kamis (16/2).
ADVERTISEMENT
"Cuma, masalahnya terms of service hari ini belum secara keseluruhan mengakomodasi pilihan untuk opt in, opt out. Ini yang ke depan perlu diperbaiki dengan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP)," kata dia, sembari menekankan bahwa platform digital perlu menjelaskan data macam apa yang mereka koleksi dari pengguna.
Wahyudi menambahkan, saat ini belum ada regulasi di Indonesia yang mewadahi kewajiban platform digital seperti WhatsApp untuk menyediakan pilihan opt in atau opt out untuk pengguna di dalam terms of service.
Kondisi di Indonesia berbanding terbalik dengan di Eropa dan Inggris. Di sana, WhatsApp tidak bisa menerapkan kebijakan baru mereka karena UU perlindungan data pribadi Eropa (GDPR) cukup ketat mengatur bagaimana layanan digital mengambil data pribadi pengguna.
ADVERTISEMENT
***
Saksikan video menarik di bawah ini: