Kisah Ibu Fitnah Saingan Anaknya Pakai Foto Deepfake Agar Terlihat Nakal

22 Maret 2021 8:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cheerleader.  Foto: pxhere
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cheerleader. Foto: pxhere
ADVERTISEMENT
Hadirnya teknologi deepfake memang seperti buah simalakama. Teknologi itu bisa membantu tugas para pekerja film dalam membuat animasi yang tampak nyata, tapi juga bisa berbalik digunakan untuk penipuan hingga menyebar berita palsu atau hoaks.
ADVERTISEMENT
Contoh kasus dari penyalahgunaan deepfake baru-baru ini terjadi di Pennsylvania, AS. Ada seorang ibu bernama Raffaela Spone yang memakai foto hasil rekayasa deepfake untuk memfitnah tiga remaja saingan putrinya agar tersingkir dari kelompok cheerleader di sekolah Victory Vipers.
Spone mengirim beberapa pesan anonim berisi foto dan video yang dimanipulasi dan berusaha berusaha untuk membuat image tiga remaja itu adalah para gadis nakal. Konten-konten yang dikirimkan memberi penggambaran palsu yang menunjukkan beberapa dari mereka telanjang, minum alkohol, dan merokok.
Spone juga dituduh mengirim pesan kasar ke tim, orang tua, dan pemilik gym pemandu sorak, menggunakan nomor telepon palsu. Orang tua salah satu korban menghubungi polisi pada Juli 2020 mengatakan, putri mereka telah menerima pesan teks yang melecehkan dari nomor tak dikenal. Dua keluarga lagi kemudian muncul setelah menerima pesan serupa.
Raffaela Spone yang melakukan penipuan menggunakan deepfake. Foto: Bucks County Sheriff's Office
Tujuan Spone tentu saja untuk membujuk sang pelatih agar mendepak korban dari keanggotaan cheerleader, sehingga putrinya bisa melenggang tanpa saingan. Kepolisian Hilltown Township mengatakan pihaknya yakin putri Raffaela Spone tidak mengetahui dugaan insiden yang dilakukan ibunya tersebut.
ADVERTISEMENT
Polisi menyakini Spone menggunakan akun media sosial gadis-gadis itu untuk menghasilkan gambar deepfake. Pihaknya melacak nomor telepon pengirim pesan teks bernada melecehkan itu, dan hasilnya mengarah ke situs web yang menjual nomor telepon ke telemarketer. Dari data tersebut terlihat alamat IP yang ditelusuri berlokasi di rumah Spone.
Pemilik gym, Mark McTague, meminta maaf atas insiden yang merugikan anak didiknya. McTague mengatakan langsung melakukan penyelidikan internal saat kasus pertama terjadi.
"Ketika insiden ini menjadi perhatian kami tahun lalu, kami segera memulai penyelidikan internal dan mengambil tindakan yang sesuai pada saat itu. Insiden ini terjadi di luar gym kami," jelasnya dikutip The New York Times.
Atas perbuatannya, Spone menghadapi tuduhan pelecehan di dunia maya terhadap seorang anak dan sejumlah pelanggaran terkait lainnya. Polisi belum mengambil tindakan terhadap putrinya, karena tidak ada bukti bahwa dia mengetahui tindakan ibunya.
Ilustrasi memanipulasi wajah digital alias deepfake. Foto: Getty Images
Peneliti deepfake dari University of Cambridge, Henry Ajder, mengatakan kejahatan seperti yang dituduhkan ke Spone adalah sesuatu yang akan terjadi di masa datang. Membuat konten foto atau video deepfake menjadi lebih mudah diakses oleh orang-orang melalui aplikasi.
ADVERTISEMENT
Orang-orang bahkan dapat mempekerjakan orang lain melalui forum online untuk menghasilkan deepfake yang lebih realistis. Ajder mengantisipasi bahwa dalam lima tahun ke depan, teknologi untuk membuat penggambaran yang lebih realistis dapat muncul secara lebih luas.
"Cobalah untuk tidak panik," kata Ajder, menambahkan bahwa teknologi deepfake yang canggih belum tersedia. “Tapi sebagai masyarakat global, perlu mempersiapkan diri di tingkat yang berbeda.”