Kisah Ostin: Belajar Bersyukur dengan Berbagi di Tengah Pandemi

7 Januari 2021 14:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wendy Ostin saat melayani mitra pengantaran GrabFood saat membeli Ayam Gebuk Mak Ayam di Denpasar, Bali. 
 Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Wendy Ostin saat melayani mitra pengantaran GrabFood saat membeli Ayam Gebuk Mak Ayam di Denpasar, Bali. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
"Usaha tak pernah mengkhianati hasil.” Kalimat itu nyata. Bukan isapan jempol belaka. Banyak orang yang sudah membuktikannya, asal ada semangat #TerusUsaha, termasuk Wendy Ostin, pria asal Bangka Belitung yang kini sukses mendulang hasil dari kerja kerasnya.
ADVERTISEMENT
Di usia yang terbilang muda, 30 tahun, Ostin berhasil mendirikan dua perusahaan beromzet ratusan juta rupiah. Kesuksesan yang ia raih tak semudah membalikkan telapak tangan atau semudah menyatakan cinta pada pasangan. Ostin dipaksa mencicipi pahitnya kegagalan, jatuh bangun mendirikan usaha, bangkrut berulang kali, hingga merantau ke negeri orang untuk mengumpulkan modal.
Lahir di Pangkal Pinang --salah satu kota di Kepulauan Bangka Belitung-- Ostin dibesarkan dari keluarga yang serba kekurangan. Ia memulai peruntungannya di usia 15 tahun dengan membuka usaha kuliner Pondok Ostin Frezhtoo. Tak banyak yang Ostin ceritakan tentang usaha pertamanya itu. Pondok Ostin Frezhtoo gulung tikar. Bangkrut di tengah jalan.
Lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA), Ostin mendapat beasiswa di Universitas Trisakti, School of Management. Pergi ke ibukota modal nekat. Tinggal di kos-kosan sederhana, pinggir rel kereta api di Jalan Makaliwe Raya, Grogol, Jakarta Barat, dengan biaya sewa Rp 200 ribu.
ADVERTISEMENT
“Satu kamar itu Rp 200 ribu. Orang tua juga ngasih palingan Rp 500-700 ribu per bulan. Tahun 2008 itu. Uang yang dikasih orang tua aku pakai buat kebutuhan sekolah, makan, dan kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya ya enggak cukup. Saya pernah makan cuma Rp 3.000 per hari. Itu juga dipas-pasin saja,” kenang Ostin kepada kumparanTECH.
Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari Ostin bekerja paruh waktu, mulai dari MC hingga berjualan pulsa. Di sela-sela kuliah dia menyempatkan diri untuk kembali membuka usaha. Kali ini berjualan pempek dan tekwan di Jalan Muwardi Raya, Grogol, Jakarta Barat. Lagi-lagi, usahanya bangkut.
Suatu hari, Ostin dipertemukan dengan teman yang juga berasal dari Pangkal Pinang. Temannya bercerita bahwa ia bisa mengubah hidup dengan pergi ke Australia bekerja sebagai buruh cuci piring. Merasa dapat peluang, sembari kuliah Ostin mencari info untuk bisa pergi ke Australia. “Kalau zaman dulu orang liburan buat jalan-jalan, kalau saya buat kerja di luar,” katanya.
ADVERTISEMENT
Ostin berangkat ke Australia dengan bantuan seorang teman untuk mendapatkan visa. Kerja sebagai buruh cuci piring memberi Ostin penghasilan lebih yang bisa ditabung jadi modal usaha. Balik ke Indonesia tahun 2012, ia langsung membuka usaha barunya. Kali ini sparepart handphone di Roxy, Jakarta Barat. Ostin kembali menelan pil pahit. Usahanya gagal dan bangkrut karena barang yang ia beli banyak masalah di Bea Cukai.
Setelah bangkrut Ostin memutuskan pergi ke Korea Selatan dengan menggunakan visa turis. Bukan untuk liburan atau sekadar menenangkan pikiran karena usahanya terus bangkut, ia pergi untuk bekerja di kota Gwangju. Selama di sana, Ostin membuka usaha laundry di Indonesia yang dikelola oleh temannya.
“Nah, jadi sistem aku pas buka laundry; aku sponsori karyawan di Indonesia. Bagaimana pun caranya, pokoknya usaha di Indonesia enggak boleh bangkrut. Saya tambahin terus dananya, akhirnya jalan tuh usaha laundry-nya, jadi lumayan lah ada cabang,” ujar Ostin.
ADVERTISEMENT
Selama itu pula ia harus bolak-balik Indonesia-Korea Selatan demi mencukupi usaha laundrynya. Usaha laundry berjalan mulus dan stabil.
Kemudian, dia kembali masuk ke usaha kuliner. Penasaran banget sama kuliner. Dia pilih Bali sebagai tempat peruntungan. Ostin sudah berencana untuk memperluas saluran penjualan bisnis kuliner ini lewat aplikasi layanan on-demand Grab.
“Karena masih penasaran sama bidang Kuliner, saya coba ke Bali. Kebetulan ada teman saya di sana. Terus saya bawa karyawan dari Jakarta untuk ikut saya ke Bali buka Ayam Gebuk Mak Ayam di Jl Mataram no 36, Bali, itu tahun 2016,” papar Ostin.
Pembagian sembako di warung Ayam Gebuk Mak Ayam di Denpasar, Bali. Foto: Istimewa
Di awal buka gerai ayam geprek, penghasilannya kurang dari Rp 200 ribu per hari. Ini tak lain karena di sepanjang jalan Mataram banyak orang yang berjualan lalapan dan makanan lain. Tapi, pengalamannya kerja di resto bikin Ostin punya keahlian meracik ayam crispy.
ADVERTISEMENT
Ayam crispy geprek dibalut sambal matah, terasi, dan inovasi sambal lain, membuat masakannya punya tempat di hati masyarakat. Omzet ayam geprek terus naik hingga mampu membuka 6 cabang warung makan di seluruh Denpasar, Bali.
Ostin bilang, kunci sukses Ayam Gebuk Mak Ayam terletak dari racikan sambal yang tidak dimiliki ayam geprek jenis lain.
Kini omzet Ayam Gebuk Mak Ayam milik Ostin berhasil menyentuh angka ratusan juta perbulan. Bahkan, katanya, penghasilan dari pesan antar GrabFood saja bisa mencapai lebih dari setengahnya. Sementara usaha laundry di Jakarta, Ostin sudah memiliki sekitar 60 cabang yang juga beromzet ratusan juta rupiah.

Pernah hidup susah

Sukses dengan usahanya tak membuat Ostin lupa diri. Tatkala pandemi corona menghantam dunia, termasuk Indonesia, Bali, menjadi salah satu kota yang paling terdampak wabah. Kunjungan turis menurun drastis hingga berimbas pada pendapatan masyarakat, termasuk Ostin sebagai pedagang.
Sembako di warung Ayam Gebuk Mak Ayam di Denpasar, Bali, untuk dibagikan ke masyarakat yang membutuhkan. Foto: Istimewa
Hal itu tak menyulutkan Ostin untuk memperkuat usahanya, serta tak lupa berbagi dengan sesama. Di awal pandemi hingga sekarang dia giat memberi sembako kepada para driver ojol (ojek online) dan masyarakat yang kesusahan akibat dampak pandemi. Isi sembako itu berupa minyak, beras, ikan, mie, kopi, gula dan kebutuhan pokok lain.
ADVERTISEMENT
“Pas musim pandemi, kebanyakan orang-orang pada susah, terutama para driver ojol, ya. Biasanya dalam pembagian itu saya iseng lihat handphone para driver ojol, lihat saldo sehari dapat berapa. Jadi enggak sembarang driver saya kasih sembako. Sekarang sudah lebih dari 700 driver se-Bali yang sudah saya kasih sembako,” kata Ostin.
Sembako yang dibagikan Ostin kepada masyarakat tidak mampu. Foto: Istimewa
Setiap harinya, Ostin selalu menyediakan sejumlah kantong plastik berisi sembako di warung Ayam Gebuk Mak Ayam. Sembako diberikan oleh karyawan pada para ojol yang sepi order atau sudah lanjut usia. Ostin juga membagikan sembako-sembako itu kepada masyarakat yang membutuhkan, termasuk kepada para pedagang di sekitar tempat jualannya.
Saat ditanya berapa uang yang disisihkan untuk berbagi, Ostin menjawab tidak pasti. Ia hanya tersenyum dan berkata, “Biar saya saja yang tahu.”
ADVERTISEMENT
Dia pernah merasakan hidup susah, dan kini banyak orang terdampak ekonominya pada masa pandemi, maka tiada salah untuk ia berbagai untuk sedikit meringankan yang sedang susah. "Membantu orang lain yang membutuhkan tidak akan membuat saya menjadi miskin," ucap Ostin di akhir wawancara.