Netizen RI Semakin Tidak Bebas, Aturan Kominfo Ini Jadi Penyebabnya

23 September 2021 6:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sosial media. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sosial media. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kebebasan internet Indonesia pada 2021 turun satu poin, menurut indeks terbaru yang dibuat lembaga advokasi dan riset Freedom House. Catatan ini membuat kebebasan netizen di Indonesia terus menurun dalam tiga tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan terbaru dari Freedom House, Selasa (21/9), kebebasan internet di Indonesia pada 2021 cuma mendapat skor 48 dari 100 poin. Angka ini menandai tren penurunan kebebasan internet di Indonesia. Sebagai perbandingan, dua tahun sebelumnya Indonesia mendapat skor 49 (2020) dan 51 (2019).
Dalam laporan terbarunya, Freedom House menyoroti peran Peraturan Menteri Kominfo No. 5 tahun 2020. Mereka khawatir bahwa peraturan itu dapat mengganggu hak asasi manusia.
Permenkominfo No. 5 Tahun 2020, yang diundangkan November 2020, mengatur soal Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. Peraturan ini memuat regulasi soal persyaratan pendaftaran beragam perusahaan teknologi terlepas dari ukurannya, termasuk aplikasi media sosial, layanan berbagi konten, hingga mesin pencari.
Ilustrasi bermain media sosial. Foto: Shutter Stock
Selain mengatur pendaftaran sistem elektronik, Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 juga mengatur takedown konten yang dianggap terlarang, misalnya konten yang “meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.” Dalam hal ini, platform online hanya memiliki empat jam dalam situasi "mendesak" atau 24 jam untuk menghapus konten yang dianggap terlarang.
ADVERTISEMENT
Masalahnya, definisi konten terlarang yang dimuat Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 punya definisi karet. Di dalam negeri, ahli hukum dan organisasi advokasi hak asasi manusia telah mewanti-wanti bahwa Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 sarat dengan konflik kepentingan. Selengkapnya bisa kamu baca lewat artikel berikut:
“Pihak berwenang telah menerapkan undang-undang yang ada untuk menyensor konten LGBT+, kritik terhadap Islam, dan komentar tentang gerakan kemerdekaan di provinsi Papua dan Papua Barat,” kata laporan Freedom House.
“Mereka (platform) yang tidak mematuhi peraturan baru ini menghadapi risiko berbagai hukuman yang mencakup pemblokiran dan pencabutan izin.”
Selain kekhawatiran hak asasi manusia mengenai cakupannya yang luas, Freedom House juga mengatakan bahwa tenggat waktu takedown konten yang ketat menimbulkan pertanyaan apakah ada perusahaan yang mampu mematuhi peraturan tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada gilirannya, platform online bakal menerapkan sistem pemantauan ketat demi memenuhi aturan blokir konten dari Kominfo, kata Freedom House.
“Tenggat waktu juga mendorong perusahaan untuk menerapkan sistem pemantauan otomatis yang sering kali secara berlebihan atau tidak konsisten menandai dan menyensor ucapan pengguna,” jelas Freedom House.