Operasikan 4G LTE dan CDMA, Smartfren Akui Biaya Operasional Tinggi

14 Juni 2017 16:29 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Direktur Smartfren, Merza Fachys. (Foto: Aditya Panji/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Direktur Smartfren, Merza Fachys. (Foto: Aditya Panji/kumparan)
ADVERTISEMENT
Smartfren lahir sebagai operator telekomunikasi dengan teknologi Code Division Multiple Access (CDMA). Hingga kini, Smartfren masih menggunakan teknologi tersebut meski perlahan meninggalkannya, lalu beralih dan agresif menyediakan 4G LTE. Dalam peralihan itu, ada konsekuensi tugas besar yang ternyata sangat rumit. Migrasi pelanggan CDMA ke 4G LTE yang dilakukan Smartfren ternyata memakan tenaga, waktu, dan biaya yang besar. Hal ini diakui oleh Merza Fachys, Presiden Direktur Smartfren. "Transisi dari operator CDMA ke operator 4G LTE, ternyata pekerjaan ini bukan pekerjaan ringan, ini pekerjaan yang berat. Di balik itu ada biaya yang sangat besar yang harus kami pikul," ujar Merza di kantor pusat Smartfren, Jakarta, Rabu (14/6). [Baca juga: Smartfren: Kami Beri Layanan 4G LTE dan Perlahan Tinggalkan CDMA] Menurut Merza, Smartfren ingin sepenuhnya lepas dari jaringan CDMA dan saat ini migrasi pelanggan dari CDMA ke 4G masih berlangsung. Ia mengatakan masih ada jumlah pelanggan CDMA yang cukup besar dan coba dirayu oleh Smartfren untuk berpindah ke 4G LTE. Dari sekitar 11,5 juta total pelanggan Smartfren, ada sekitar 5 persen yang masih memanfaatkan CDMA. Mereka berada di Jawa, Bali, dan sebagian kecil di Medan. Merza berkata pendapatan dari para pengguna CDMA ini masih besar, sekitar 35 persen dari total pendapatan. Sementara sisanya berasal dari layanan 4G LTE dan dari layanan lain.
Kantor pusat Smartfren di Jalan Sabang, Jakarta. (Foto: Aditya Panji/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor pusat Smartfren di Jalan Sabang, Jakarta. (Foto: Aditya Panji/kumparan)
Merza berkata perusahaan tidak bisa meninggalkan begitu saja pelanggan CDMA karena masih memberi pendapatan cukup besar. Namun dengan masih mempertahankan CDMA, hal ini membuat biaya operasional masih besar karena Smartfren menjalankan dua teknologi jaringan, CDMA dan 4G LTE. "Inilah yang membuat cost operasionalnya besar, karena mengoperasikan dua jaringan. Nanti kalau pelanggan CDMA pelan-pelan beralih ke 4G LTE, pelan-pelan kita matikan CDMA. Nanti di sana cost operasional kita turun," jelas Merza. Sejak tahun 2015, anak usaha Sinar Mas ini telah mengadopsi teknologi internet mobile generasi keempat Long Term Evolution (4G LTE) yang memberi layanan jauh lebih baik. Di sektor data, kecepatan internet dengan teknologi 4G LTE bisa memberi akses unduh dan unggah yang lebih cepat. [Baca juga: Kartu Perdana 4G Smartfren Bisa Dipakai di Ponsel Selain Andromax] Ketersediaan perangkat yang mendukung 4G LTE, saat ini jumlahnya sangat besar bahkan ada yang harganya berada di sekitar Rp 1 juta. Smartfren sendiri punya submerek khusus perangkat yang diberi nama Andromax untuk mengincar segmen pasar menengah ke bawah. Sementara untuk pasar menengah ke atas, Smartfren menjalin kemitraan dengan Apple, Samsung, LG, untuk membundel kartu SIM serta layanannya dengan flagship device. Sejauh ini, Merza belum bisa memberi penjelasan kapan perusahaan akan mematikan CDMA sepenuhnya, lantaran mereka masih sayang dengan pelanggan ini serta mengutamakan kenyamanan mereka.
ADVERTISEMENT
Jaringan CDMA Smartfren masih digelar pada spektrum frekuensi 850 MHz. Merza berkata jaringan CDMA sudah tidak lagi diperluas kapasitas dan jangkauannya. Ekspansi jaringan hanya fokus pada 4G LTE yang memanfaatkan sumber daya di spektrum 2.300 MHz. Pada akhir tahun lalu, Smartfren telah mengembalikan spektrum frekuensi 1.900 MHz ke negara yang sebelumnya dimanfaatkan untuk jaringan CDMA. Smartfren sendiri saat ini belum meraih laba bersih dari usaha. Di tahun 2017, perusahaan menganggarkan belanja modal sebesar 150 juta dolar AS, yang akan dimanfaatkan terutama untuk ekspansi serta meningkatkan kualitas jaringan 4G LTE.
ADVERTISEMENT