Pencipta Mesin Bunuh Diri Mau Bikin Alat Kematian Baru

27 Desember 2021 9:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mesin bunuh diri Sarco Suicide Pod. Foto: Exit International
zoom-in-whitePerbesar
Mesin bunuh diri Sarco Suicide Pod. Foto: Exit International
ADVERTISEMENT
Aktivis euthanasia pembuat mesin bunuh diri Sarco Suicide Pod, Philip Nitschke, hendak membuat alat bunuh diri baru khusus untuk pengidap demensia atau penyakit Alzheimer.
ADVERTISEMENT
Nitschke sebelumnya sempat jadi headline di sejumlah media Barat dalam beberapa pekan terakhir setelah mengumumkan Sarco, mesin bunuh diri berbentuk kapsul yang dapat dicetak secara 3D. Mesin tersebut, yang bekerja dengan menginjeksi nitrogen hingga orang di dalamnya tewas, direncanakan rilis tahun depan di Swiss untuk membantu orang melakukan euthanasia.
Euthanasia sendiri merupakan bunuh diri yang dibantu oleh dokter tanpa menimbulkan rasa sakit. Para pendukung gagasan ini menganggap, setiap orang punya hak mengakhiri hidupnya sendiri untuk mengakhiri penderitaan atau penyakitnya.
Dalam wawancara dengan The Independent baru-baru ini, Nitschke mengungkap bahwa ia sedang mengembangkan alat bunuh diri khusus bagi pengidap gangguan degenerasi otak.
Nitschke, yang dijuluki Dokter Kematian karena pendiriannya yang pro-euthanasia, menyebut bahwa gagasan alat bunuh diri untuk pengidap demensia dan Alzheimer ini bermula dari keprihatinanya terhadap metode euthanasia pengidap Alzheimer yang ada sekarang.
ADVERTISEMENT
Nitschke menyebut, euthanasia bagi pengidap Alzheimer umumnya melibatkan surat pernyataan dari pasien sebelum fungsi mental dan memori otaknya rusak. Surat tersebut pada dasarnya berisi permintaan pasien untuk dibantu bunuh diri oleh dokter ketika Alzheimernya semakin parah.
Namun, metode ini menimbulkan perdebatan moral. Sebab, pasien yang sudah mengidap Alzheimer akut tidak bisa lagi mengonfirmasi permintaannya tersebut.
"Itu membuat banyak orang merasa sangat tidak nyaman, dan tentu saja membuat saya merasa tidak nyaman," kata Nitschke.
Orang tua sakit Alzheimer. Foto: Pixabay
Dalam satu kasus yang sangat kontroversial di Belanda pada 2018, metode euthanasia pengidap Alzheimer lewat surat wasiat sempat menyeret seorang dokter panti jompo ke pengadilan.
Dokter panti jompo tersebut dituding membunuh seorang nenek berusia 74 tahun yang mengidap demensia. Padahal dokter tersebut membantu sang nenek bunuh diri sesuai dengan surat wasiat yang ditulis sebelum penyakitnya parah. Namun, kasus itu jadi masalah karena sang nenek tidak bisa lagi mengkonfirmasi surat wasiat yang ia buat karena penyakit Alzheimer. Mahkamah Agung Belanda, bagaimanapun, akhirnya membebaskan sang dokter dari tuduhan pada 2019.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah kasus kontroversial semacam itu, Nitschke berinovasi membuat implan di otak yang otomatis akan membunuh pasien demensia dan Alzheimer jika mereka lupa menonaktifkannya secara teratur. Jadi, ketika pasien sudah mengalami degenerasi otak yang parah -- yang mereka setujui jadi batas persetujuan untuk meninggal -- implan tersebut akan aktif untuk membunuh pasien.
Nah, untuk mencegah implan tersebut aktif saat pasien hanya lupa mematikannya sesaat, Nietchske mengatakan bahwa alatnya akan memberikan peringatan "satu atau dua hari" sebelum diaktifkan.
“Tetapi yang terbesar saat ini adalah hambatan teknis – kami tidak tahu bagaimana melakukannya. Apa itu racun? Apa hal yang akan menghentikan Anda hidup yang bisa begitu ditanamkan? Bagaimana Anda akan merilisnya?" katanya.
ADVERTISEMENT