Pendiri Telegram Ajak Pengguna Hapus Aplikasi WhatsApp

27 November 2019 8:06 WIB
comment
18
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Whatsapp. Foto: antonbe via Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Whatsapp. Foto: antonbe via Pixabay
ADVERTISEMENT
Sistem keamanan WhatsApp kini disoroti publik karena makin maraknya penemuan bug di aplikasi pesan instan itu dalam beberapa bulan terakhir. Melihat kompetitornya dihadapi berbagai masalah, Telegram memanfaatkan momentum ini untuk cari muka.
ADVERTISEMENT
Pendiri Telegram, Pavel Durov, menyerukan ajakan untuk menghapus aplikasi WhatsApp dari smartphone. Ajakan itu dilatarbelakangi dengan berbagai masalah yang hadir di platform chatting itu, mulai dari celah sistem yang bisa memata-matai penggunanya hingga rentan diretas lewat kiriman video.
WhatsApp tidak hanya gagal melindungi pesan WhatsApp kalian, aplikasi ini secara konsisten digunakan sebagai Trojan untuk memata-matai foto dan pesan yang bahkan tidak berasal dari aplikasi WhatsApp,” jelas Durov melalui kanal resminya di Telegram, Durov’s Channel.
Durov menambahkan, Facebook sudah lama ikut ambil bagian dalam program mata-mata jauh sebelum mereka mengakuisisi WhatsApp. Dengan kata lain, WhatsApp adalah senjata bagi Facebook untuk memantau penggunanya.
CEO Telegram Pavel Durov. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Sembari menyebutkan daftar kelemahan yang ada di platform WhatsApp, Durov turut menyelipkan klaim bahwa Telegram lebih baik dari aplikasi chatting milik Facebook itu. Meski punya kompleksitas yang serupa, Telegram diklaim Durov tidak pernah mengalami masalah yang dihadapi WhatsApp setelah 6 tahun diluncurkan.
ADVERTISEMENT
“Mungkin saja WhatsApp secara tidak sengaja menerapkan kerentanan keamanan di aplikasi mereka setiap beberapa bulan. Sangat tidak mungkin ada orang yang sengaja membuat celah keamanan, apalagi yang bisa disusupi oleh mata-mata,” sindirnya.
Sebelumnya, sebuah celah keamanan di WhatsApp terungkap pada Mei 2019 lalu. Bug ini memungkinkan hacker untuk menyusupkan program mata-mata atau spyware melalui panggilan video call, bahkan meski penerima tidak mengangkat panggilan tersebut sekali pun.
Pengguna laptop dan perangkat seluler terlihat di sebelah proyeksi layar logo Whatsapp. Foto: REUTERS / Dado Ruvic
Program mata-mata bernama Pegasus itu ditemukan oleh Citizen Lab, yang kala itu menyebut serangan spyware ini menargetkan para jurnalis dan pembela hak asasi manusia. Ternyata spyware itu teridentifikasi buatan NSO Group, yang layanannya laris manis dipakai di kalangan pemerintahan represif di seluruh dunia.
WhatsApp juga pernah mengakui adanya bug di aplikasi pesannya pada awal November 2019 lalu. Celah ini memungkinkan WhatsApp dapat diretas melalui kiriman file video.
ADVERTISEMENT