Perpres Perlindungan Anak dari Game Online Segera Rampung Tahun Ini

17 April 2024 18:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak memakai gadget untuk bermain game. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak memakai gadget untuk bermain game. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah berencana segera merampungkan Peraturan Presiden tentang perlindungan anak dari gim online demi merespons maraknya tindak kriminalitas seperti kekerasan, pornografi, pelecehan seksual, dan perundungan yang dilakukan anak-anak di bawah umur akibat pengaruh gim online.
ADVERTISEMENT
"Progress-nya sudah harmonisasi antara kementerian, lembaga dan pemerintah daerah. Sehingga tugas dan fungsi serta kewenanganannya tidak timpang tindih. Insyaallah tahun ini ditargetkan rampung," kata Deputi Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (KPPA), Nahar, saat dihubungi, Rabu (11/4/2024).
Bermain game yang mengandung kekerasan berdampak sangat buruk pada perkembangan mental dan perilaku anak dan remaja. Menurutnya, pemerintah akan terus mengawasi konten atau game online yang mengandung kekerasan dan dapat mempengaruhi perilaku anak-anak.
Deputi Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar, di acara summit on girls di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (10/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Ketika ditanya soal kemungkinan rekomendasi agar game seperti Free Fire diblokir, Nahar menjelaskan, "Pengaruhnya banyak dan sangat kompleks. Resiko yang dihadapi termasuk konten, perilaku, kontak fisik, perilaku konsumen. Konten-konten tidak sesuai dengan rating usia anak-anak. Ini [Free Fire] yang harusnya diperketat dan diawasi. Risiko-risiko dari perkembangan perilaku yang dapat membahayakan dan mempengaruhi anak-anak."
ADVERTISEMENT
Psikolog Stenny Prawitasari menilai, game seperti itu berisiko memengaruhi kesehatan mental dan emosional anak-anak.
"Game seperti Free Fire mengandung adegan kekerasan yang intens, termasuk pertempuran dan penggunaan senjata. Bermain game semacam ini secara berulang dapat membuat anak-anak menjadi desensitisasi terhadap kekerasan, di mana mereka mungkin menjadi kurang peka terhadap konsekuensi nyata dari tindakan kekerasan," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa beberapa penelitian menunjukkan korelasi antara bermain game dan peningkatan agresi pada anak-anak. Dalam lingkungan yang kompetitif seperti game bergenre battle royale, anak-anak lebih rentan terhadap perilaku agresif, seperti berkata kasar atau mengekspresikan kemarahan saat kalah dalam permainan. Ini juga dapat menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan keterampilan sosial dan kemampuan berkomunikasi anak-anak.
Stenny menegaskan bahwa pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih serius terhadap permasalahan dampak game online pada anak-anak. Hal ini memerlukan upaya untuk memperketat regulasi dan aturan yang mengatur penggunaan game online, khususnya bagi kalangan anak-anak.
ADVERTISEMENT
Pentingnya regulasi bertujuan juga terhadap kesehatan mental dan emosional anak-anak. Pembatasan akses dan pengawasan terhadap konten game yang mengandung kekerasan dan tidak sesuai dengan usia anak perlu diperkuat untuk melindungi generasi mendatang dari potensi dampak negatif.