news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Startup China Bikin AI untuk Deteksi Virus Corona

5 Maret 2020 13:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menunjukan tabung reaksi dengan label nama virus Corona. Foto: REUTERS / Dado Ruvic
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menunjukan tabung reaksi dengan label nama virus Corona. Foto: REUTERS / Dado Ruvic
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit Zhongnan dari Universitas Wuhan di Wuhan, Cina, mulai memanfaatkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk mendeteksi tanda-tanda pneumonia terkait virus corona dari gambar CT scan paru-paru.
ADVERTISEMENT
Haibo Xu, profesor dan ketua radiologi di Rumah Sakit Zhongnan, menyebutkan bahwa AI telah membantu tenaga medis untuk menyaring dan memprioritaskan pasien.
Mendeteksi pneumonia pada pemindaian AI tidak hanya memastikan seseorang menderita penyakit tersebut, tetapi Xu mengatakan hal itu membantu staf mendiagnosis, mengisolasi, dan merawat pasien lebih cepat. "Ini dapat mengidentifikasi tanda-tanda khas atau tanda parsial pneumonia COVID-19," katanya kepada Wired.
Dokter kemudian dapat menindaklanjuti dengan pemeriksaan dan tes laboratorium lebih lanjut untuk memastikan diagnosis penyakit.
Tak dapat dipungkiri, Xu dan para tenaga medis RS Zhongnan kewalahan ketika virus corona SARS-CoV-2 mewabah di Wuhan pada Januari 2020.
Software kecerdasan buatan InferRead CT Pneumonia buatan Infervision untuk mendeteksi penyakit pneumonia akibat virus corona (COVID-19). Foto: Infervision
Software AI yang dipakai RS Zhongnan itu bernama InferRead CT Pneumonia yang dibuat oleh startup kesehatan Infervision asal China. Perusahaan mengklaim software-nya telah digunakan di 34 rumah sakit di seluruh China dan digunakan untuk meninjau lebih dari 32.000 kasus COVID-19.
ADVERTISEMENT
Startup yang didirikan pada 2015 ini mendapat pendanaan dari berbagai investor termasuk Google dan Sequoia Capital. Infervision adalah salah satu dampak dari upaya China mendorong teknologi kecerdasan buatan, dan mereka mulai menerapkan kecerdasan buatan untuk obat-obatan.
Pemerintah China telah mendesak pengembangan AI, termasuk untuk perawatan kesehatan nasional. Aturan privasi China dibuat relatif longgar agar memungkinkan perusahaan seperti Infervision mengumpulkan data medis untuk melatih algoritma pembelajaran mesin. Ini membuat startup kesehatan China bisa bergerak lebih mudah ketimbang pesaing dari Amerika Serikat atau Eropa.
Sejak kasus pertama COVID-19 dikonfirmasi pada 31 Desember 2019, Infervision dan Wuhan University segera bergerak mengembangkan software ini. Peranti yang awalnya difungsikan untuk mendeteksi segala jenis pneumonia, lalu diubah algoritmanya untuk fokus pada COVID-19.
ADVERTISEMENT
Staf Infervision di Beijing terus bekerja hingga melewati liburan Tahun Baru Imlek untuk menyesuaikan algoritma pendeteksian pneumonia untuk mencari lebih spesifik coronavirus SARS-CoV-2. Perusahaan juga memperoleh gambar pneumoniadari RS Tongji Wuhan, salah satu yang pertama menerima pasien dengan penyakit baru.
CT scan pasien virus corona SARS-CoV-2 di China menunjukan bayangan "ground glass opacity" di paru-paru. Foto: Radiological Society of North America
Meskipun sangat mempermudah diagnosis, hampir tidak mungkin sistem ini akan digunakan di luar Cina. Setidaknya itu menurut Luke Oakden-Rayner, Direktur Medical Imaging Research di RS Royal Adelaide, Australia. Ia mengaku masih skeptis dan optimis sambil tetap waspada.
Luke mengatakan ia tidak menyangkal bahwa hal ini amat membantu kerja tenaga medis, namun apa yang terjadi di dataran China didorong oleh sebuah wabah besar. Menurutnya, negara-negara lain tidak dalam kondisi separah China.
ADVERTISEMENT
Ia mengingatkan bahwa pengembangan software medis dalam jangka beberapa minggu sangatlah tidak ideal. Dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut agar alat tersebut benar-benar terverifikasi.
Di negara-negara yang wabahnya belum separah China, diagnosis manual dan penelitian laboratorium masih dapat dilakukan dengan mudah.
CEO Infervision, Chen, mengamini ihwal tersebut. Ia mengatakan kepada Wired, bahwa pada akhirnya software ini membutuhkan persetujuan formal dari Administrasi Produk Medis Nasional Tiongkok. “Selalu ada risiko untuk setiap tindakan pada kondisi wabah seperti ini, namun risiko tidak adanya tindakan selalu lebih besar,” lanjut Chen.
Ia menyatakan pula bahwa fokus dirinya dan perusahaan saat ini adalah untuk membantu tenaga medis bekerja lebih baik.
(EDR)