Usai Ghozali, Netizen RI Konyol Jual NFT Foto KTP hingga Ayam Gepuk

15 Januari 2022 13:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Screenshot peringatan gempa dijual sebagai NFT. Foto: Screenshot OpenSea
zoom-in-whitePerbesar
Screenshot peringatan gempa dijual sebagai NFT. Foto: Screenshot OpenSea
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kesuksesan Sultan Gustaf Al Ghozali dalam berdagang foto selfie NFT Ghozali Everyday telah mendorong netizen di Indonesia menjual produk gambar yang aneh. Sejumlah akun Twitter komunitas NFT mengeluh bahwa mereka menemukan NFT foto KTP, ayam gepuk, produk pakaian, lemari, selfie, bayi hingga screenshot peringatan gempa, di marketplace NFT OpenSea.
ADVERTISEMENT
Temuan ini pertama kali disampaikan akun Twitter @AirdropfindX pada Jumat (14/1). Akun tersebut meminta Arnold Poernomo — selebriti chef yang juga dikenal sebagai kolektor NFT — untuk mengedukasi masyarakat Indonesia agar memanfaatkan platform OpenSea dengan baik karena ia menemukan banyak yang menjual foto aneh.
Menanggapi kicauan tersebut, Chef Arnold menyebut bahwa platform OpenSea memang "hampir setiap hari diisi sampah" karena merupakan platform pasar terbuka dan terdesentralisasi. Dia pun menganjurkan masyarakat Indonesia agar tidak asal menjual karya digital di NFT.
NFT sendiri merupakan akronim non-fungible token, sebuah token unik yang merepresentasikan kepemilikan aset digital seperti foto, video, lagu hingga meme yang disimpan di blockchain. Sejak awal popularitasnya pada tahun lalu, NFT dipandang sebagai cara baru untuk memonetisasi karya seni digital.
ADVERTISEMENT

Di mana nilainya?

Adapun fenomena NFT karya seni digital aneh sebenarnya bukan hal yang hanya terjadi di Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir, NFT telah membuat sejumlah karya seni aneh berhasil dijual dengan harga miliaran rupiah.
Pada Agustus 2021, misalnya, sebuah NFT bergambar batu berhasil terjual hingga 1,3 juta dolar AS (sekitar Rp 18,6 miliar).
NFT tersebut, yang diproduksi brand bernama EtherRock, merupakan salah satu item dalam koleksi 100 gambar batu dengam variasi warna yang berbeda-beda. Bagi orang awam, NFT batu tersebut tampak seperti animasi JPEG yang tidak ada maknanya. Namun, karena stoknya yang terbatas, koleksi tersebut mempunyai kesan langka hingga membuat harganya melonjak, menurut laporan CNBC.
Tak hanya batu, pada September tahun lalu sebuah NFT aneh yang menampilkan tulisan "Test" di sebuah lembar putih kosong berhasil terjual dengan harga 270 ribu dolar AS (Rp 3,8 miliar). Banyak yang heran mengapa item digital tersebut — yang bahkan tulisannya tampak dibuat secara asal menggunakan fitur pencil di aplikasi Paint — dapat dihargai semahal itu.
ADVERTISEMENT
Sejumlah kritik menilai bahwa NFT telah membuat nilai karya seni telah bergeser menjadi sebatas konsep kepemilikan. Dalam hal ini, kritik menilai bahwa NFT telah membuat nilai karya seni digital tak lagi menyoal bagaimana bentuk objek fisik karya tersebut, melainkan sebatas cerminan status sosial kolektornya yang mampu membeli barang dengan harga mahal.
“Bergantung pada sudut pandang kamu. Seni kripto bisa menjadi manifestasi akhir dari pemisahan seni konseptual dari karya seni dari objek fisik apa pun. Ini adalah abstraksi konseptual murni, diterapkan pada kepemilikan,” kata peneliti dari University of Washington, Aaron Hertzmann, dalam tulisannya di The Conversation.
Di sisi lain, seniman digital Wahyu Ichwandardi, yang berasal dari Indonesia dan kini tinggal di New York, AS, menilai bahwa seni memang sebuah ekspresi personal —di mana tidak ada kesepakatan tunggal objek macam apa yang layak disebut sebagai karya seni.
ADVERTISEMENT
Keberadaan NFT, pada akhirnya, membuat karya seni yang awalnya dianggap tidak berharga bisa menemukan kolektor yang dapat menghargainya.
"Buat saya, seni itu adalah ekspresi personal seseorang yang bentuknya bisa bermacam-macam, bahkan tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, melabrak semua kaidah yang sudah dipahami bertahun-tahun bahkan berabad-abad," kata Wahyu, yang dikenal lewat akun Twitter Pinotsky dan Pinot, kepada kumparanTECH, Sabtu (15/1).
Wahyu kini merupakan salah satu seniman yang bekerja untuk proyek NFT VeeFriends. Dia menjelaskan, NFT telah membantu seniman untuk memonetisasi karyanya dan mendapatkan apresiasi yang layak.
"Tapi di sisi lain juga menciptakan ekspektasi yang terlalu tinggi, padahal semuanya masih belum solid, sangat dinamis dan bisa berubah total kapan saja sebelum akhirnya matang, seperti saat bubbles internet di awal 2000-an," jelasnya. "Mungkin mindset dan metode yang dilakukan saat ini bisa berubah di beberapa tahun ke depan."
ADVERTISEMENT