7 Destinasi Wisata Ini Tidak Suka Dikunjungi Terlalu Banyak Turis

14 Desember 2018 9:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ditutup sementara pada Juni 2018 (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ditutup sementara pada Juni 2018 (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Semakin populer destinasi wisata, sudah jelas maka akan semakin banyak pula turis yang mengunjunginya. Jika menurut kamu peningkatan jumlah turis di destinasi wisata akan selalu memberikan dampak baik, sepertinya kamu salah.
ADVERTISEMENT
Sebab di tujuh destinasi wisata populer ini, tidak semua turis diperbolehkan untuk masuk dan berlibur. Menariknya, pemerintah setempat bahkan membuat peraturan untuk membatasi banyaknya jumlah turis yang datang agar tidak terlalu ramai.
Alasannya beragam, mulai dari instansi pariwisata yang 'kelelahan' menghadapi turis, memicu keruntuhan situs wisata, kerusakan ekosistem, hingga jumlah turis yang jauh berlipat daripada penduduk lokal.
Apa saja destinasi wisatanya? Simak ulasan berikut.
1. Machu Picchu di Peru
Wisata Peru, Machu Picchu (Foto: Shutter Stock)
zoom-in-whitePerbesar
Wisata Peru, Machu Picchu (Foto: Shutter Stock)
Dalam kurun waktu 20 tahun, wisatawan di Machu Picchu meningkat tajam dari hanya 400 ribu orang menjadi 1,4 juta. Hingga pertengahan 2017, pelancong juga diizinkan memanjat ke seluruh reruntuhan situs Inca kuno itu, sehingga pada akhirnya bangunan bersejarah ini mulai rusak dan kotor.
ADVERTISEMENT
Kerusakan tersebut kemudian membuat UNESCO menempatkannya sebagai List of World Heritage in Danger. Maka dari itu, mulai 1 Juli 2017, Pemerintah Peru membatasi turis yang berkunjung setiap harinya.
Mereka hanya menyediakan 5 ribu tiket setiap harinya dan membagi jumlah itu ke dalam dua kloter. Tak hanya itu, para pengunjung juga hanya dapat mengakses bangunan yang diperbolehkan.
2. Dubrovnik di Kroasia
Minceta Tower, Dubrovnik (Foto: Flickr/Tim Schofield)
zoom-in-whitePerbesar
Minceta Tower, Dubrovnik (Foto: Flickr/Tim Schofield)
Popularitas Kota Dubrovnik di Kroasia ikut melejit seturut dengan serial film Game of Thrones. Menjadi salah satu lokasi syuting film kolosal milik HBO itu ternyata seperti pedang bermata dua bagi Dubrovnik. '
Sebab, di balik meningkatnya jumlah wisatawan yang datang berkunjung, ternyata ada para pelaku pariwisata yang kewalahan menghadapi fenomena ini. Bayangkan saja, hanya dalam kurun waktu Januari-Juni 2018, Dubrovnik panen 288 ribu turis dan 188 kapal pesiar.
ADVERTISEMENT
Menurut UNESCO, membludaknya jumlah turis di Dubrovnik akhirnya membuat kota tua berusia 800 tahun tersebut berada di ambang bahaya. Akhirnya pemerintah setempat membuat kebijakan untuk membatasi jumlah pengunjung hanya sebanyak 4 ribu orang saja setiap harinya. Dan mulai tahun 2019, hanya ada dua kapal pesiar saja yang diperbolehkan untuk bersandar dengan batas maksimal penumpang 5 ribu orang.
3. Amsterdam di Belanda
Amsterdam kelebihan wisatawan (overtourism) (Foto: Flickr/Els)
zoom-in-whitePerbesar
Amsterdam kelebihan wisatawan (overtourism) (Foto: Flickr/Els)
Ibu Kota Belanda, Amsterdam diperkirakan akan menerima hampir 20 juta turis pada akhir 2018. Jumlah yang terlalu banyak apabila dibandingkan dengan penduduk lokalnya yang hanya berjumlah kurang dari 1 juta.
Saking banyaknya turis yang datang, daerah tertentu seperti Museum Quarter dan Red Light District diperkirakan akan mendapat 'tekanan', karena popularitasnya sebagai destinasi wisata. Terlebih lagi karena wisatawan yang berkunjung ke Red Light District cenderung menunjukkan perilaku yang tidak sopan dan kurang menghargai pekerja seks komersial di sana.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah setempat membatasi penyewaan Airbnb, melarang pembukaan toko wisata baru di pusat kota, dan mengalilhkan turis ke kawasan wisata yang tak terlalu ramai, sembari mempercantik kawasan itu agar menjadi destinasi wisata baru.
4. Angkor Wat di Kamboja
Angkor Wat (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Angkor Wat (Foto: Pixabay)
Menjadi lokasi syuting film Tomb Raider, Angkor Wat merupakan salah satu destinasi wisata wajib saat berada di Kamboja. Wajar saja apabila komplek candi Hindu abad ke-12 itu selalu mengalami peningkatan pengunjung setiap tahunnya.
Pemerintah setempat mencatat bahwa turis di Angkor Wat pada tahun 2017 meningkat sebanyak 12 persen dari tahun sebelumnya dan mencapai angka hampir 2,5 juta orang.
Sayangnya, peningkatan jumlah turis tersebut ternyata tak hanya berefek merusak reruntuhan, tapi juga meningkatkan pertumbuhan yang pesat di daerah perkotaan yang mengakibatkan berkurangnya air tanah dan memicu keruntuhan monumen secara tiba-tiba.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Pemerintah Kamboja melakukan peningkatan harga tiket masuk dari 20 dolar Amerika menjadi 37 dolar Amerika per orang atau setara Rp 540 ribu. Tak hanya itu, mereka juga memindahkan bilik tiket untuk mencegah kemacetan dan merekomendasikan candi terpencil lainnya yang tak kalah menarik pada wisatawan.
5. Boracay di Filipina
Boracay Island Ditutup (Foto: REUTERS/Erik De Castro)
zoom-in-whitePerbesar
Boracay Island Ditutup (Foto: REUTERS/Erik De Castro)
Sejak tahun 1990, Pulau Boracay populer sebagai pantai berair bening dengan nuansa kebiruan dan dihiasi latar belakang hutan tropis yang subur serta indah. Keindahannya berhasil menarik jumlah pengunjung tahunan dari yang hanya 260 ribu orang pada tahun 2000, menjadi lebih dari 2 juta pengunjung pada 2017 lalu.
Sayangnya, pemeliharaan yang kurang baik untuk mengantisipasi kehadiran banyaknya wisatawan membuat Boracay rusak. Lautnya yang jernih menjadi hijau karena dipenuhi ganggang, sekitar 70-90 persen terumbu karang rusak akibat snorkelig yang tidak terpantau, dan munculnya masalah sanitasi yang tidak memadai.
ADVERTISEMENT
Mengatasi hal ini, Presiden Filipina Rodrigo Duterte menutup pulau seluas 6437,38 meter persegi itu selama enam bulan untuk direhabilitasi. Properti pantai tak bersurat dihancurkan, penggunaan plastik tidak diperbolehkan, dan semua hotel yang beroperasi secara resmi diminta untuk mengikuti standar operasional tertentu. Ke depannya, jumlah wisatawan juga rencananya akan dibatasi, meski sampai saat ini belum dapat diketahui jumlah tepatnya.
6. Santorini di Yunani
Santorini Cliffs (Foto: wikimedia.commons)
zoom-in-whitePerbesar
Santorini Cliffs (Foto: wikimedia.commons)
Kota yang dijadikan sebagai destinasi bulan madu aktris ternama Tasya Kamila dengan suaminya Randi Bachtiar ini juga menjadi salah satu destinasi wisata yang menderita overtourism, atau kelebihan pengunjung.
Lonjakan wisatawan di lokasi syuting film The Sisterhood of Traveling Pants itu dikabarkan mencapai 32 juta wisatawan pada tahun 2018. Meski telah membangun banyak pabrik desalinasi untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan konsumsi energi dan air, Walikota Santorini Nikos Zorzos, merasa bahwa ini tak akan cukup.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, ia membuat kebijakan untuk membatasi jumlah pengunjung kapal pesiar menjadi 8 ribu orang per harinya sejak 2017 lalu. Ia juga membatasi jumlah keledai yang dipekerjakan, beserta dengan jumlah jam kerjanya untuk mengangkut para pengunjung.
7. Maya Bay di Thailand
Maya Bay akan ditutup. (Foto: Flickr/Pablo Pola Damonte)
zoom-in-whitePerbesar
Maya Bay akan ditutup. (Foto: Flickr/Pablo Pola Damonte)
Maya Bay di Thailand dikenal dengan tebing batu kapurnya yang dramatis, laut jernih, pepohonan tropid, dan tentunya hasil foto yang sangat Instagramable. Wajar saja jika pemandangannya yang eksotis berhasil menarik perhatian sineas film Hollywood untuk menjadikannya sebagai lokasi syuting.
Sayang, setelah jadi destinasi populer, Maya Beach bukan hanya menjadi penuh sesak oleh turis, tapi juga rusak. Mulai dari pantai yang dipenuhi sampah hingga terumbu karang yang rusak di Maya Bay membuat ekosistem jadi tak seimbang.
ADVERTISEMENT
Hal itu membuat pemerintah setempat menutup Maya Bay sejak Juni 2018 lalu dengan alasan memperbaiki kondisi alam. Hasilnya, pada November 2018 lalu, ekosistem Maya Bay berangsur membaik, dibuktikan dengan kemunculan ikan hiu di perairannya.