Beralih ke Digital, Ini Kendala yang Dialami Seniman Seni Rupa

13 Mei 2022 13:52 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Windy Salomo di Workshop KaTa Kreatif, Kota Jakarta Selatan, Rabu (12/5/2022). Foto: Anggita Aprilyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Windy Salomo di Workshop KaTa Kreatif, Kota Jakarta Selatan, Rabu (12/5/2022). Foto: Anggita Aprilyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 bukan hanya memberi dampak kepada sektor pariwisata dan ekonomi saja, tapi para seniman seni rupa juga merasakan dampak yang sama.
ADVERTISEMENT
Banyak para seniman yang terpaksa harus masuk ke ranah digital, yang bisa dibilang menjadi hal yang tidak biasa untuk seniman seni rupa konvensional.
Tentu karena perbedaan cara kerja, digitalisasi seni rupa memiliki kendala untuk para seniman seni rupa konvensional yang ingin mendigitalisasi karya mereka.
"Kalau teman-teman di seni rupa yang biasa berkarya secara konvensional digital menjadi satu ada kendala walaupun tidak semua mengalami. Karena kalau karya NFT itu kan digital, otomatis senimannya harus punya skill atau software, dan itu termasuk kendala," kata Director of Art Artotel Group, Windy Salomo, saat ditemui kumparan pada acara Workshop KaTa Kreatif, Kota Jakarta Selatan, pada Kamis (12/5) lalu.
Ilustrasi NFT Bored Ape. Foto: mundissima/Shutterstock
Untuk ranah NFT sendiri, lebih mudah jika seniman tersebut berasal dari ilustrator atau grafik desainer yang sudah fasih menggunakan aplikasi, pad, software, dan alat-alat ilustrasi digital lainnya.
ADVERTISEMENT
"Justru sekarang yang bermain NFT itu teman-teman non seni rupa. Bahkan mereka bisa lebih fasih dalam meningkatkan penjualan, join komunitas yang bukan hanya di Indonesia, tapi Asia dan internasional," tutur Windy Salomon
Seniman seni rupa konvensional sendiri biasanya memiliki style dan ciri khas yang berbeda-beda. Menurut Windy, jika mereka ingin masuk ke ranah digital, para seniman tersebut harus bekerja sama dengan seseorang yang paham akan digital art.
Namun, melihat perkembangan digital yang ada seiring pandemi COVID-19, mau tidak mau para galeries mengikutinya dengan cara membuat pameran online.
Ilustrasi pameran virtual dongeng Kemenparekraf Foto: Kemenparekraf
"Kalau dari kacamata saya sebagai galeries, sudah setahun lebih kita melakukan pameran virtual yang tentunya punya experience berbeda, dan orang-orang sudah mulai bosan maunya offline," ungkap Windy.
ADVERTISEMENT
"Tapi yang masih terus melekat adalah digitalisasi, yaitu karyanya sendiri didigitalkan supaya karyanya bisa dijual via online. Itu jadi fenomena baru dan berlanjut. Ini masih awal dan kemungkinan berkembangnya luas, dan masih banyak kesempatan untuk masuk ke situ," tambahnya.
Lebih lanjut, Windy menambahkan bahwa komitmen dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Indonesia, Sandiaga Uno, membuka banyak ruang kreatif ini sangat bagus dan menarik.
Menparekraf Sandiaga Uno menghadiri workshop program Kabupaten-Kota (KaTa) Kreatif di Salihara Arts Center, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (12/5/2022). Foto: Dok. Istimewa
Namun, hal tersebut harus diikuti dengan PR yang harus diperhatikan, supaya program ini berjalan sesuai dengan harapan.
"PR berikutnya untuk pemerintah adalah pelakunya siapa. Karena untuk melakukan ini perlu orang spesifik di profesinya yang mengerti mengelola sebuah program, supaya ditata dengan baik bahkan berkesinambungan," pungkas Windy.
ADVERTISEMENT