IATA Prediksi Perjalanan Udara Akan Alami Kesulitan Hingga 2023 karena Pandemi

20 Mei 2020 6:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pesawat Lufthansa Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pesawat Lufthansa Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Asosiasi Perjalanan Udara Internasional (IATA) baru saja merilis analisis baru. Dilansir Lonely Planet, IATA memprediksi bahwa kesulitan yang tengah dihadapi perjalanan udara, karena pandemi COVID-19 akan berlanjut hingga 2023 mendatang.
ADVERTISEMENT
Di antara beragam tipe penerbangan, perjalanan jarak jauh (long haul) akan terkena dampak yang paling parah. Sementara itu, penerbangan domestik diprediksi menjadi yang paling cepat mengalami pemulihan.
IATA memperkirakan bahwa lalu lintas penumpang tidak akan pulih ke titik normal sebelum pandemi dalam waktu dekat. Asosiasi ini juga memperkirakan bahwa permintaan terbang penumpang global pada 2021 juga akan menurun hingga 24 persen lebih rendah ketimbang tahun 2019.
Angka tersebut juga diperkirakan lebih rendah 32 persen dari jumlah permintaan terbang penumpang global pada Oktober 2019. Alasan terbesar yang melandasi prediksi tersebut adalah adanya kebijakan lockdown demi memutus rantai penyebaran virus corona.
Ilustrasi penumpang pesawat. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Kebijakan lockdown membuat perputaran ekonomi melambat. Apalagi lockdown maupun pembatasan wilayah bukan cuma terjadi di satu atau dua tempat saja, melainkan di banyak wilayah.
ADVERTISEMENT
Meski ada pelonggaran pembatasan perjalanan dilakukan, pertumbuhan ekonomi tak serta-merta langsung merangkak naik. Kebijakan physical distancing tetap dilakukan untuk menghindari gelombang kedua virus yang lebih besar.
Belum lagi kebijakan karantina selama 14 hari yang membuat pelancong jadi berpikir dua kali ketika hendak bepergian. Menurut data yang diperoleh IATA, sebanyak 69 persen wisatawan mempertimbangkan untuk tak traveling ke mana-mana, jika mesti menjalani karantina selama 14 hari.
Karantina memang menjadi salah satu langkah pemerintah untuk mengendalikan risiko penularan secara berlapis. Ditambah lagi, karantina dikenalkan sebagai bagian dari pembatasan perjalanan pasca-pandemi.
Kendati begitu, membangun kembali kepercayaan diri penumpang untuk kembali terbang akan memakan waktu lama.
Direktur Jenderal sekaligus CEO IATA, Alexandre de Juniac, percaya bahwa wisatawan yang terbang secara mandiri maupun bersama perusahaan akan lebih memilih tinggal dekat dengan rumah ketimbang melakukan perjalanan.
Ilustrasi Penumpang Pesawat di Bandara. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ia berpendapat bahwa pemulihan ekonomi yang lebih cepat dapat terjadi apabila perjalanan udara dan penerbangan juga turut dipermudah prosesnya. Tindakan karantina dianggap Juniac akan membuat kondisi perjalanan menjadi lebih buruk, karena dianggap tidak praktis.
ADVERTISEMENT
"Kami membutuhkan solusi untuk mengatasi dua tantangan agar perjalanan menjadi aman. Peraturan dari pemerintah mestinya bisa memberikan kepercayaan diri pada penumpang agar tetap bisa traveling aman tapi tetap praktis, sekaligus kepercayaan bahwa mereka terlindung dari impor virus," pungkasnya.
Bukan kali ini saja, IATA tak setuju dengan kebijakan pemerintah dalam mengatasi penyebaran COVID-19. Beberapa waktu lalu, IATA juga menyatakan tak setuju dengan kebijakan mengosongkan bangku tengah pesawat dalam penerbangan.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.