Picture1.png

Jadi Destinasi Gastronomi Dunia, Apa yang Membuat Ubud Istimewa?

27 Oktober 2020 11:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Ubud Bali
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ubud Bali
Pada 2019 lalu daerah #DiIndonesiaAja, yaitu Ubud ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata gastronomi dunia oleh United Nations World Tourism Organization (UNWTO). Wisata gastronomi merupakan seni mempelajari makanan secara menyeluruh di setiap proses pembuatannya, mulai dari persiapan, pemilihan bahan makan, proses memasak, hingga seni presentasi dan estetika, serta mutu makanan tersebut.
Proses penetapan Ubud sebagai destinasi gastronomi dunia tak lepas dari peran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang telah mengajukannya selama tiga tahun terakhir.
Tak sampai di situ, ada beberapa alasan kenapa akhirnya Ubud terpilih sebagai salah satu destinasi wisata gastronomi dunia. Mantan Ketua Akademi Gastronomi Indonesia dan Inisiator Indonesia Gastronomy Network, Vita Datau, menjelaskan setidaknya ada lima kriteria yang membuat Ubud akhirnya bisa terpilih sebagai destinasi prototype UNWTO.
“Kebetulan Ubud ini memenuhi lima kriterianya mereka, which is kriteria gastronomi tourism itu ada yang namanya makanan itu harus menjadi lifestyle dari sebuah region atau sebuah daerah,” ujar Vita, saat dihubungi kumparan beberapa waktu lalu.
“Kedua, dia harus bicara tentang lokal produk jadi bahan-bahan lokalnya harus kuat. Ketiga, harus ada budaya dan sejarahnya, jadi heritage, warisan itu ada di situ. Keempat harus ada narasi-narasinya. Jadi, harus bisa diceritakan storytelling-nya itu kuat. Kelima adalah nutrisi dan health-nya juga bisa dipenuhi,” imbuhnya.
Ketua Indonesia Gastronomi Network, Vita Datau
Vita menjelaskan, selain culture-nya yang kuat, Ubud juga terkenal dengan produk-produk lokalnya, mulai dari cokelat, kopi, wine hingga artefak-artefak yang menggambarkan ciri khas kuliner yang dimilikinya.
“Kita punya kopi, kita punya plantation kopi yang bisa dikunjungi, kita juga punya Gili Subak (sistem persawahan di Ubud), terus kita juga punya Yeh Puluh, tempat yang bercerita tentang asal muasalnya gastronomi di Bali. Itu ada di relief yang panjangnya 26 meter, tingginya 3 meter. Jadi, that kind of thing yang membuat Ubud itu lulus seleksi,” lanjut Vita.
Sebelum akhirnya ditetapkan sebagai destinasi gastronomi oleh UNWTO, Ubud menjalani seleksi yang ketat. Perempuan yang juga merupakan Cief Communication Offices Komite Jalur Rempah itu mengungkapkan, bahwa Indonesia harus bersaing setidaknya dengan negara lain yang juga mengajukan daerahnya untuk masuk ke dalam gastronomi network.
Ubud, Bali
“Jadi memang prosesnya enggak kita tiba-tiba salaman, terus minta sama UNWTO untuk jadi mitranya. Tidak segampang itu, melainkan Thailand juga berminat, Peru sudah mengajukan 2016 dimana Peru mendapat kesempatan lebih dahulu. Harusnya Peru duluan yang dapat kesempatan. Tapi, saat itu Peru sedang dalam masa pemilu atau ganti presiden yang tentu akan ada kebijakan lain dan harus menunggu. Nah, pada saat menunggu itu, kita propose,” lanjut Vita.
Setelah diajukan, Kemenparekraf langsung membuat proposal dan membuat aset gastronomi yang dimiliki Ubud. Vita menjelaskan bahwa dari tiga tahap tersebut, satu tahap sudah terlewati. Sayangnya hal itu harus tertunda karena pandemi.
“Setelah itu baru di-assessment. Terus kita kerjakan itu 2019 ada tiga stages (Analisa, technical design, dan Business Development Plan). Tahap satu sudah selesai dan tahap dua dan tiga yang rencana akan dilanjutkan dan sudah ada di Mas Tama (Menparekraf Wishnutama Kusubandio), ya. Itu sudah disepakati 2021 akan diterusin jadi kita tetap komunikasi sama UNWTO. Untuk bisa kick off,” lanjut Vita.
Tahap pertama dimulai dari pencatatan aset dan atraksi gastronomi untuk memetakan penyiapan industri dan pelaku usaha, kemudian disusun menjadi laporan yang diajukan untuk UNWTO.
Tahap kedua masuk ke penilaian UNWTO. Ada proses verifikasi dan analisis melalui metode, termasuk wawancara dengan para pemangku jabatan gastronomi, hotel, restoran, juru masak, penggagas festival makanan, pemerintah daerah, akademisi, agen perjalanan wisata, serta wisatawan.
“Terus fase berikutnya adalah technical design, karena untuk menjadi standar dunia ada beberapa yang harus diperbaiki. Jadi ada technical design, setelah itu baru yang namanya dibuatin sama mereka business development plan-nya,” katanya.
Ketika tahapan tersebut telah terlewati, Kemenparekraf nantinya akan mendapatkan sebuah buku manual untuk mengembangkan destinasi gastronomi berstandar internasional. Nantinya, jika Ubud berhasil menjadi destinasi wisata kuliner khas dunia, hal ini akan diterapkan juga di kota-kota lainnya #DiIndonesiaAja, seperti Bandung dan Joglosemar (Jogja, Solo, dan Semarang).

Apa yang Membuat Ubud Istimewa?

Ditetapkannya Ubud sebagai destinasi gastronomi dunia oleh UNWTO tentu saja bukan hanya cita rasanya, tetapi kuliner sudah menjadi gaya hidup bagi masyarakat Ubud. Vita mengungkapkan beberapa kuliner khas Ubud pun dimasukkan ke dalam aset gastronomi.
“Secara umum itu yang kita naikin bumbu base genepnya mereka. Jadi bumbu base genep itu adalah bumbu Bali kan sebenarnya. Tapi di Ubud itu hampir dipakai oleh semua restoran, misalnya untuk bebek bengil, bebek betutu, sate lilit pun masuk list (aset gastronomi) itu,” kata Vita.
Bebek Betutu
Meski demikian, Vita menjelaskan bahwa selain kulinernya yang khas, warisan cerita tentang kuliner di Ubud sangat kuat dan berkaitan dengan budaya setempat.
“Tetapi dalam kehidupan ekosistem gastronomi itu Tri Hita Karana yang membuat Bali itu menjadi sustain. Jadi artinya bagaimana orang Bali menghargai alamnya, menghargai sesama manusia dan menghargai kebesaran Tuhan gitu ya, itu segitiga Tri Hita Karana itu yang membuat kenapa sih semua orang yang kalau ke Bali itu rasanya beda,” katanya
Tri Hita Karana sendiri berasal dari kata “Tri” yang berarti tiga, “Hita” yang berarti kebahagiaan dan “Karana” yang berarti penyebab. Dengan demikian Tri Hita Karana berarti “tiga penyebab terciptanya kebahagiaan”.
Pada dasarnya hakikat ajaran Tri Hita Karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga hubungan itu meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, dan hubungan dengan ke Tuhan yang saling terkait satu sama lain.
Setiap hubungan memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya. Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya. Apabila keseimbangan tercapai, manusia akan hidup dengan menghindari daripada segala tindakan buruk. Hidupnya akan seimbang, tentram, dan damai.
Hamparan Sawah Berundak di Tegallalang, Bali
Ubud juga memiliki ekosistem gastronomi dari hulu dan hilir yang lengkap mulai dari pasar tradisional, pemasok wine, kopi, teh, produk organik, memiliki tempat belajar gastronomi formal dan informal (cooking class atau sekolah kuliner) yang fokus pada kearifan lokal.
“Tempat-tempat yang mendukung hal tersebut juga ada. Seperti Jalan Gautama misalnya. Itu betul-betul yang namanya gastronomi trip. Selain itu, dari sisi akses, aksesibilitas, amenitas, Ubud tuh paling asiklah dari mulai yang mahal hotelnya sampai homestay ada di situ,” ujar Vita.

Wisata Kuliner dan Gastronomi Tourism

Walaupun sama-sama erat kaitannya dengan kuliner. Wisata kuliner dan gastronomi tourism merupakan dua hal yang berbeda.
Vita mengatakan gastronomi tourism sendiri berasal dari Prancis pada tahun 1814. Di negara lain pun gastronomi tourism bisa diartikan berbeda, seperti misalnya di Kanada yang lebih dikenal dengan istilah culinary tourism.
“Jadi ini berkaitan dengan peradaban, kalau kita cerita tentang coba wisata kuliner tuh biasanya kita kulineran makan ke tempat dengerin ceritanya. Tetapi sekarang kalau kamu ikut di upacaranya Bali terutama ikutan megibung itu kulineran, bukan? Bukan, tapi kamu ada di gastronomi tourism. Nah, itu bedanya,” lanjut Vita.
Ekosistem Gastronomi Tourism
Sebagai produk budaya, gastronomi tidak hanya sekadar menikmati hidangan makanan atau minuman saja. Gastronomi juga mempelajari makanan secara menyeluruh di setiap proses pembuatannya.
Ilustrasi mencium aroma makanan
Maka dari itu, makanan bisa menjadi jendela bagi orang-orang untuk mengenal budaya setempat. Makanan memberikan gambaran terkait proses kreatif dalam menciptakan, membuat dan menyantap sebagai seni, serta potensi budaya yang dimiliki oleh masyarakat setempat.
Vita pun menyayangkan mereka yang kerap mencampuradukkan wisata kuliner dan wisata gastronomi. Padahal menurutnya, dua hal tersebut cukup berbeda.
“Bahkan ada yang memisahkan gini gastronomi itu adalah orang yang tukang makan, kuliner itu adalah orang yang tukang masak atau pun food, itu salah banget. Kalau gastronomi panjang dari hulu sampai hilir, kalau culinary cuma tengah-tengah, kalau food di ujung doang,” ujarnya.
Sedangkan, culinary tourism atau wisata kuliner adalah kegiatan wisata untuk menjajal kuliner khas tempat tertentu. Food tourism pada dasarnya sama dengan culinary tourism, yaitu kegiatan pariwisata mengunjungi restoran dan mencicipi makanan di tempat destinasi wisata tersebut.

Potensi Gastronomi Tourism di Indonesia

Dianugerahi kekayaan alam dan budaya yang indah, Indonesia menyimpan potensi yang besar dalam hal pariwisata. Salah satunya adalah gastronomi tourism atau wisata gastronomi #DiIndonesiaAja. Bahkan, gastronomi punya peluang yang besar untuk membantu sektor pariwisata Indonesia yang terdampak akibat pandemi.
“Dari semua pariwisata, kita kan punya macem-macem nih, ada wisata alam, wisata geopark, ada sport tourism, yang paling susah digantikan itu adalah rasa. Jadi, kalau semua bisa lewat virtual, tapi rasa tuh enggak bisa, terus makanan tuh harus dicium sehingga feeling-nya dapat,” ujar Vita.
Ubud Food Festival
Hal inilah yang membuat wisata gastronomi memiliki potensi wisata yang besar .Vita mengatakan pihaknya melihat potensi yang besar di Indonesia dengan aset gastronomi yang sangat luar biasa, terutama keberagaman budaya dan bahan pangan lokal yang bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara.
Ia menyebut, wisata kuliner dan belanja memiliki kontribusi sekitar 30-34 persen dari pengeluaran wisatawan.
“Misalnya pengeluaran wisatawan asing di Indonesia dulu itu adalah 1.200 dolar Amerika Serikat (AS), berarti 400 dolarnya ke food dan oleh-oleh. Di luar dia pengeluaran belanjanya dan ini sudah ada datanya juga di UNWTO sekitar segitu,” kata Vita.
Sementara itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) juga telah mencanangkan tiga program besar tentang strategi kuliner Indonesia.
Pertama, adalah Indonesia Spice Up the World atau ‘Membumbui Dunia’, yang rencananya diawali di pasar Afrika dan Australia, karena keduanya memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan strategi tersebut. Melalui program ini, bumbu-bumbu Indonesia diharapkan dapat semakin dikenal dan diminati masyarakat lokal di luar negeri.
Kedua, program Gastro Diplomasi Restoran, yakni bagaimana meningkatkan kapasitas restoran Indonesia yang sudah ada di luar negeri, sekaligus untuk menambah jumlahnya.
Ilustrasi dapur restoran
Hal ini dilakukan untuk menjawab harapan Presiden Jokowi agar memperbanyak jumlah restoran Indonesia di luar negeri. Selain itu, program tersebut juga akan melakukan penguatan branding restoran-restoran Indonesia di luar negeri.
Ketiga, program Destinasi Gastronomi atau penguatan gastronomi di dalam negeri untuk menjadi daya tarik wisatawan. Menurut Vita, jika gastronomi bisa dikembangkan dengan baik, ia meyakini Indonesia bisa menjadi salah satu destinasi gastronomi terkaya di dunia.
"Gastronomi harus didorong sebagai atraksi utama yang dikembangkan di Indonesia karena aset kita banyak sekali aset gastronomi kita. Dari budaya kekayaan alam dan produk-produk bahan-bahan lokal itu banyak banget yang bisa diangkat, nah kalau itu dipromosikan maka dia bisa menjadi salah satu tulang punggung ekonomi kerakyatan," pungkas Vita.
Bagaimana, tertarik mencoba wisata gastronomi di Ubud saat liburan #DiIndonesiaAja setelah pandemi usai? Tapi ingat, jangan lupa untuk tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, memakai masker, membawa hand sanitizer, serta mengecek suhu tubuh, ya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten