Jalan-jalan Pagi di Menteng, Ini 3 Tempat Bersejarah yang Bisa Dikunjungi

11 Juni 2022 15:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Halaman Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Foto: Anggi Kusumadewi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Halaman Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Foto: Anggi Kusumadewi/kumparan
ADVERTISEMENT
Pagi hari di akhir pekan tidak lengkap rasanya, jika tidak jalan-jalan ke tempat yang kamu sukai. Apalagi kalau jalan-jalan tersebut dekat dengan penginapan atau hotel tempat kamu menginap.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, kumparan mendapat kesempatan untuk menginap di The Hermitage, a Tribute Portfolio Hotel, Jakarta, yang letaknya di daerah Menteng, Jakarta Pusat.
Kebetulan dalam agenda itu terdapat strolling to Menteng atau jalan-jalan sekitaran Menteng yang ternyata daerah tersebut memiliki banyak tempat bersejarah.
"Program strolling to Menteng sebenarnya akan kita launch di bulan Juni. Karena memang ada yang harus kita ubah secara sistem, jadi bukan hanya programnya saja," kata General Manager The Hermitage, a Tribute Portfolio Hotel, Jakarta, Harry Suryadharma, saat ditemui kumparan, belum lama ini.
The Hermitage, a Tribute Portfolio Hotel, Jakarta. Foto: Dok. Istimewa
Strolling to Menteng sendiri adalah sebuah program di mana para tamu diajak untuk heritage walk atau mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang ada di Menteng.
"Ini tugas kita untuk come up dengan beberapa program yang mungkin orang Jakarta sendiri belum pernah, dan itulah yang bikin kita excited tentang program ini," ujar Harry Suryadharma.
ADVERTISEMENT
Tapi, bagi yang tidak menginap di hotel tersebut, kamu tetap bisa berjalan-jalan sambil menambah pengetahuanmu tentang tempat-tempat bersejarah ini, lho.
Berikut adalah 3 tempat bersejarah di Menteng yang bisa kamu kunjungi.

1. Taman Suropati

Warga beraktivitas di Taman Suropati, Jakarta, Minggu (2/1/2022). Foto: Galih Pradipta/Antara Foto
Taman awalnya yang berbentuk seperti bukit ini, memiliki nama yang diambil dari seorang pahlawan nasional bernama Untung Suropati. Pusat Kota Menteng dulunya adalah Alun-alun Bulat yang sekarang menjadi Taman Suropati.
Pada tahun 1912, arsitek PAJ Moojen, membuat lapangan bundar tersebut. Namun, karena dinilai terlalu lebar dan berpotensi menghambat lalu lintas, pada tahun 1918, Pemerintah Kota Batavia menjadikan FJ Kubatz dan FJL Ghijsels sebagai arsitek baru bersama dengan rencana pembangunan Taman Suropati.
Pada zaman Hindia Belanda, Taman Suropati memiliki nama Burgemeester Bisschopplei. Nama tersebut diberikan sebagai penghormatan kepada Wali Kota Batavia pada tahun 1916, bernama GJ Bisschop.
ADVERTISEMENT

2. Gedung Bappenas

Gedung Bappenas Foto: Lolita/kumparan
Gedung yang dibangun pada tahun 1925 ini, dibangun pada masa awal pembangunan Menteng oleh Pemerintahan Kotapraja Batavia. Dulunya gedung ini dibangun untuk tempat perkumpulan kebatinan Ster van het Oosten.
Gerakan ini adalah bagian dari gerakan spiritual masoni atau freemasonry yang muncul pada adab ke-16 dan 17 di Skotlandia dan Inggris.
Nah, salah satu ciri gerakan ini juga sering mengadakan ritual di loji rahasia. Tempat tersebut kini menjadi Gedung Bappenas dan dulunya disebut sebagai loji setan.

3. Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Museum Perumusan Naskah Proklamasi Foto: Lolita/kumparan
Bangunan yang dibangun pada tahun 1927 ini awalnya digunakan sebagai kediaman dari konsulat Kerajaan Inggris. Rumah ini dirancang oleh Johan Frederik Lodewijk Blankenberg.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini menjadi tempat tinggal Laksamana Tadashi Maeda. Pada saat pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang, dengan cepat golongan muda yang mengetahui kabar tersebut dari siaran Radio BBC milik Inggris, mendesak Soekarno dan Hatta segera memanfaatkan situasi untuk menyatakan proklamasi.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, naskah proklamasi disusun oleh Soekarno, Hatta, dan Soebardjo di ruang makan Maeda. Naskah sebanyak dua alinea yang penuh dengan pemikiran tersebut lalu selesai dibuat 2 jam kemudian.
Naskah kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Tanpa waktu lama, Sayuti Melik didampingi BM Diah, lalu mengetik naskah proklamasi. Setelah itu, naskah diserahkan kembali kepada Soekarno untuk ditandatangani.