Kisah Penyelam Asal Singapura yang Bantu Pulihkan Gili Trawangan

8 September 2018 13:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sisa kerusakan di Gili Trawangan, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sisa kerusakan di Gili Trawangan, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
5 Agustus lalu sekitar pukul 19.30 malam, Tay Suyi, seorang instruktur penyelam asal Singapura menghabiskan malamnya dengan memainkan alat musik kesayangannya di Gili Trawangan. Berbeda dengan malam biasanya, saat di tengah-tengah irama musik, tiba-tiba semuanya terasa terguncang.
ADVERTISEMENT
Tak butuh waktu lama, ia tersadar bahwa ini bukan guncangan biasa, melainkan gempa bumi. Getaran hebat sebesar 7 magnitudo itu amat ia rasakan di tempatnya mencari nafkah, di pulau yang mendapat julukan Pulau Seribu Masjid itu.
"Tidak lebih dari tujuh detik, tepatnya setelah tiga detik, semua daya pulau ini mati. Gelap gulita," kenangnya seperti dikutip dari Channel News Asia.
Kondisi Bangunan di Gili Trawangan, Selasa (7/8). (Foto: Mirsan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Bangunan di Gili Trawangan, Selasa (7/8). (Foto: Mirsan/kumparan)
Sontak, ia berlari keluar demi menyelamatkan diri. Tay juga melihat banyak penduduk setempat dan turis yang berlari dan menangis. "Anda bisa mendengar teriakan dimana-mana,"
Kala itu, tak sedikit pula yang berteriak akan adanya tsunami. Mereka semua berlari dan menyelamatkan diri ke arah perbukitan.
Saat semuanya menyelamatkan diri, Tay justru mengarahkan kakinya menuju toko selam tempatnya bekerja. Hanya satu keinginanya yaitu memeriksa keadaan teman-temannya.
PLN Nyalakan Listrik di 3 Gili Pasca Gempa (Foto: Dok. PLN)
zoom-in-whitePerbesar
PLN Nyalakan Listrik di 3 Gili Pasca Gempa (Foto: Dok. PLN)
"Saya takut, saya sendirian. Hal pertama yang saya inginkan adalah memastikan semua orang baik-baik saja. Saya pikir pasti ada beberapa orang di sekitaran sana yang membutuhkan bantuan," ungkap wanita berumur 26 tahun ini.
ADVERTISEMENT
Di toko selam ia menemukan seorang temannya dan langsung mengajaknya untuk 'patroli'. "Ketika anda berhenti, justru anda hanya akan panik. Jadi saya hanya perlu melakukan sesuatu,"
Saat sedang patroli, ia melihat jalan desa yang biasa Tay lewati, kini tertutup oleh bangunan yang runtuh. Sebuah masjid besar yang berada di tengah pulau pun juga terlihat rata dengan tanah.
Sisa kerusakan di Gili Trawangan, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sisa kerusakan di Gili Trawangan, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Sementara penginapan yang biasanya dipenuhi turis asing, kini kosong. Semuanya pergi, menyelamatkan diri karena takut terjadi hal buruk lagi.
Sedangkan di pelabuhan, di sana didirikan pusat medis untuk membantu korban yang terluka. Sebab tidak ada kapal perahu sampai pagi, alhasil mereka yang terluka harus diobati dalam keadaan gelap.
Dokter, perawat, turis, penduduk setempat hingga instruktur selam, semua dilatih Emergency First Response (EFR) atau tanggap darurat. Semua dilakukan untuk saling mengobati dan merawat siapa saja yang terluka.
ADVERTISEMENT
"Pada saat kami tiba di sana, ada sekitar 15 orang terluka yang sedang berbaring di kursi jemur," papar Tay.
Evakuasi wisatawan dari Gili yang tiba di Pelabuhan Benoa, Bali (Foto: Kanal Bali)
zoom-in-whitePerbesar
Evakuasi wisatawan dari Gili yang tiba di Pelabuhan Benoa, Bali (Foto: Kanal Bali)
Sebagian besar yang terluka adalah penduduk setempat. Menurut Tay hal ini terjadi karena kondisi bangunan rumah mereka yang kurang kokoh.
Malam itu, di tengah kegelapan, mereka harus rela kehilangan dua orang. Salah satunya yang Tay tolong, setengah badannya hancur.
Hari itu mungkin jadi malam yang panjang bagi korban selamat. Mereka harus menunggu kapal yang kabarnya besok akan datang untuk menyelamatan mereka semua.
Semua berharap kapal cepat datang dan memberi pertolongan. Kemudian membawanya untuk mendapatkan makanan, obat-obatan juga perlindungan.
Rupanya, kapal datang tak sesuai jadwal. Maklum, di Lombok pun suasanya lebih parah dari Gili Trawangan.
Evakuasi Warga di Gili Trawangan, Selasa (7/8) (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Evakuasi Warga di Gili Trawangan, Selasa (7/8) (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Walau telat, untung saja kapal datang, dan mengangkut korban selamat ke tempat yang aman. Mereka yang selamat juga berbondong-bondong naik ke kapal.
ADVERTISEMENT
Kecuali 30 orang asing, termasuk penyelam profesional, tetap tinggal di Gili Trawangan. Ya, mereka memutuskan untuk bermalam di sini demi membantu dan memulihkan keadaan Gili Trawangan bersama penduduk setempat.
Menurut Tay, ada pejabat pemerintah yang mengatakan jika perahu evakuasi terakhir telah pergi. Dan memperingatkan jika tidak ada pasokan makanan atau air.
Tapi mereka yang tetap tinggal tidak peduli dan tetap tinggal di Gili Trawangan. "Semua orang membawa barang-barang dari rumah, toko, restoran milik mereka. Semuanya benar-benar murah hati dan saya sangat senang melihat hal itu," jelas Tay.
Setelah itu, mereka memutuskan berbagi tugas untuk memulihkan keadaan. Misalnya Tay dan teman-temannya yang bertugas pergi ke setiap restoran dan rumah.
Kondisi Gili Trawangan setelah gempa, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Gili Trawangan setelah gempa, Selasa (7/8). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Mereka akan membersihkan makanan yang membusuk. Guna mencegah datangnya tikus, kecoa dan belatung.
ADVERTISEMENT
Tay juga mengenang sebelum dirinya kembali ke Singapura, ada pasukan lain yang datang. Pasukan itu membawa alat berat untuk membersihkan puing-puing dan membangun beberapa tempat.
Saat keadaan sudah makin membaik, menurut Tay, lima hari pasca gempa, ada dua turis yang mendaratkan kakinya di pulau itu. Turis itu ingin melihat Gili Trawangan.
"Semakin banyak orang yang kembali, semakin cepat kita membangun kembali dan membawa kembali keadanya (Gili Trawangan seperti semua)," pungkasnya.