Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Mengenal 7 Alat Musik Indonesia yang Ikonik, Ada Tehyan hingga Hasapi
19 Juli 2021 10:30 WIB
·
waktu baca 8 menitMusik tradisional merupakan musik yang lahir dan tubuh di suatu daerah karena pengaruh adat istiadat, kepercayaan, dan agama. Di tengah perkembangan musik yang semakin canggih, keberadaan alat musik tradisional tidak pernah hilang.
Bahkan, alat musik tradisional masih menjadi produk kriya yang diminati oleh banyak orang untuk dibeli. Lantas, apa saja alat musik tradisional Indonesia yang ikonik dan mendunia?
1. Tehyan
Teh-hian atau Tehyan adalah alat musik tradisional asal DKI Jakarta atau suku Betawi. Keberadaan Tehyan pertama kali diperkenalkan oleh masyarakat Tionghoa yang saat itu menetap lama di Indonesia pada masa kolonial Belanda.
Alat musik ini biasanya dimainkan oleh masyarakat keturunan Tionghoa untuk dipadukan dengan kesenian gambang kromong, lenong betawi ataupun ondel-ondel. Alat musik ini merupakan gesek berdawai dua dan dimainkan dengan cara digesek menggunakan tongkat bersenar plastik (kenur).
Badan alat musik Tehyan sendiri terbuat dari tempurung kelapa yang dibelah lalu dilapis kulit tipis, tiang kayu berbentuk bulat panjang, dan purilan atau alat penegang dawai.
2. Gamelan
Alat musik tradisional yang populer ini merupakan gabungan dari beberapa alat musik yang dimainkan dalam waktu bersamaan. Gamelan terdiri dari gong, kenong, gambang, saran, celempung, dan alat musik pendamping lainnya. Perpaduan ini memiliki sistem nada non diatonis yang menyajikan suara indah jika dimainkan secara harmonis.
Nama gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti 'memukul' atau 'menabuh. Dalam mitologi Jawa, Gamelan merupakan alat musik yang diciptakan oleh Batara Guru pada 230 M.
Ia adalah dewa penguasa seluruh Pulau Jawa yang tinggal di sebuah istana di Wukir Mahendra Giri yang sekarang dikenal sebagai Gunung Lawu. Alat musik ini diduga sudah ada di Jawa sejak tahun 404 Masehi, dilihat dari adanya penggambaran masa lalu di relief Candi Borobudur dan Prambanan.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, irama musik gamelan yang dimainkan dengan harmonis melambangkan keselarasan hidup. Konon, dahulu gamelan digunakan untuk memanggil dewa-dewa yang menguasai Jawa.
Gamelan telah lama dikenal luas di level internasional. Beberapa negara, seperti Inggris, Kanada, Australia dan Amerika Serikat bahkan menyelenggarakan pendidikan seni gamelan. Sejak 2014, gamelan termasuk salah satu alat musik tradisional yang diakui UNESCO.
3. Angklung
Angklung dikenal sebagai alat musik tradisional yang berkembang di daratan Sunda atau wilayah Jawa Barat. Dalam jurnal berjudul Angklung: Dari Angklung Tradisional ke Angklung Modern (2012) oleh Rosyadi, alat musik angklung di Jawa Barat telah dimainkan sejak abad ke-7.
Kata angklung sendiri berasa dari bahasa Sunda "angkleung-angkleung", yang memiliki arti gerakan pemain dengan mengikuti irama. Sementara kata "klung" adalah suara nada yang dihasilkan instrumen musik tersebut.
Dalam sejarah Tanah Sunda, Angklung dikenal sebagai alat pelengkap dari upacara ritual padi, seperti ngaseuk atau Seren Taun. Dilansir situs resmi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, upacara adat seren taun merupakan salah satu tradisi dalam masyarakat Sunda Banten yang kental dengan nuansa magis dan sakral.
Nuansa sakral ini terbentuk oleh tahapan ritual yang khidmat dalam iringan suara instrumen musik yang mengiringinya. Dalam ritual ini, jenis angklung yang digunakan adalah Angklung Buhun.
Dari segi bentuk, angklung buhun memiliki perbedaan mencolok dari angklung pada umumnya. Ukurannya lebih besar, dengan bahan bambu apus. Suaranya pun lebih nyaring lantaran lobang resonansi yang lebih besar dibanding jenis angklung lainnya.
Terdapat pula cerita di kalangan masyarakat Sunda yang menyebutkan bahwa angklung kerap digunakan untuk melakukan ritual kepada Nyai Sri Pohaci yang mempersembahkan lagu dan syair agar kegiatan bertani serta cocok tanam mereka tidak ditimpa malapetaka.
Angklung biasanya dibuat dengan jenis bambu hitam (Awi wulung) atau bambu ater (Awi temen), yang mempunyai ciri khas berwarna kuning keputihan saat mengering. Angklung dirangkai dengan mengumpulkan 2 hingga 4 tabung bambu beda ukuran dan dirangkai menjadi satu dengan cara diikat dengan rotan.
Saat ini, salah satu destinasi wisata #DiIndonesiaAja yang masih mengabadikan warisan budaya Tanah Sunda adalah Saung Angklung Udjo yang berada di Bandung, Jawa Barat. Tempat pertunjukan seni Sunda ini sudah menjadi tempat wisata budaya sekaligus wisata edukasi sejak 1966.
Di tengah pandemi COVID-19, tempat wisata budaya ini juga terkena dampaknya. Namun, sejumlah langkah telah dilakukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk menyelamatkan pelaku parekraf.
Salah satunya dengan memberikan sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety, serta Environmental Sustainability). Pada Februari lalu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menargetkan 6.500 pelaku parekraf yang terverifikasi protokol kesehatan berbasis CHSE.
“Pada tahun 2021, kita targetkan sebanyak 6.500 pelaku usaha yang tersertifikasi CHSE. Namun, angka ini harus kita tingkatkan lagi dengan cara kita merangkul dunia usaha untuk ikut berpartisipasi. Sehingga jumlahnya dapat meningkat. Karena ada 34 juta lapangan kerja yang harus kita selamatkan,” ujar Sandiaga, pada siaran Pers Menparekraf Yakin Sektor Ekonomi Kreatif Mampu jadi Lokomotif Pembangunan.
Sandiaga mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mengatasi COVID-19 adalah memprioritaskan aspek kesehatan. Saung Angklung Mang Udjo sendiri menjadi pelaku usaha pertama di Jawa Barat yang memiliki sertifikasi CHSE.
“Tidak akan mungkin sektor pariwisata dan ekonomi kreatif bisa bangkit tanpa mengatasi sisi kesehatannya dan tidak mungkin ekonomi Indonesia bangkit tanpa pariwisata dan ekonomi kreatif,” kata Sandiaga.
4. Kecapi
Dalam Jurnal berjudul Kacapi Suling Instrumentalia Sebagai Salah Satu Kesenian Khas Sunda (2011), Sri Hermawati Dwi Arini dan Didin Supriadi mengatakan bahwa kecapi adalah hasil akulturasi alat musik K’in dari China dan Koto dari Jepang yang masuk ke tanah Sunda.
Di China, kecapi dikenal sebagai Ghuzeng. Alat musik petik ini terbuat dari kayu berbentuk perahu yang dilengkapi dengan 7 hingga 20 dawai. Tiap dawai dalam alat musik ini akan menghasilkan nada yang berbeda-beda.
Nada yang dihasilkan adalah tangga nada Sunda yaitu da – mi – na – ti – la – da. Kecapi menghasilkan nada yang syahdu dan indah, dapat dimainkan secara solo maupun menjadi pengiring instrumen musik lainnya.
Alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik ini dibagi menjadi dua bagian dalam mengiringi musik tradisional Sunda, yaitu kecapi induk dan kecapi anak.
Kecapi induk berperan untuk memulai musik, menentukan tempo, dan kecapi yang digunakan memiliki 18 - 20 buah dawai. Lalu kecapi anak bersatu mengiringi musik dengan frekuensi tinggi. Dawai yang digunakan pun lebih sedikit, hanya 15 buah.
5. Gendang
Gendang adalah instrumen dalam gamelan yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Gendang merupakan salah satu alat musik khas Nusantara yang berasal dari Pulau Jawa.
Gendang merupakan alat musik yang telah populer di Jawa sejak pertengahan abad ke-9 Masehi dengan nama padahi, pataha, murawaatu muraba, mrdangga, mrdala, muraja, panawa hingga gendang.
Penyebutan gendang dengan berbagai nama dalam sejarah alat musik tersebut menunjukkan adanya perbedaan bentuk, ukuran, dan bahan yang digunakan. Hingga akhirnya dikenal masyarakat luas sebagai gendang.
Seperti gendang kecil yang muncul dalam lukisan Dewi Saraswati. Gendang yang dipegang oleh sang Dewi dikenal sebagai Damaru. Berdasarkan sejarah Kendang, keberadaan alat musik itu sudah muncul sebelum Candi Borobudur berdiri.
Hal tersebut diperkuat dengan adanya bukti temuan relief pada candi Buddha terbesar di dunia ini. Relief yang ada pada Candi Borobudur diukir menyerupai alat musik gendang, seperti silindris, tong asimetris, dan juga bentuk kerucut.
6. Saluang
Sumatera Barat dikenal sebagai destinasi yang memiliki beragam budaya, mulai dari pakaian adat, kuliner hingga alat musik tradisional. Alat musik yang paling populer dari Sumatera Barat adalah Saluang.
Alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang yang berasal dari sungai. Biasanya, bahan yang digunakan adalah talang jemuran kain atau talang hanyut di sungai.
Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling. Memiliki ukuran sekitar 40 hingga 60 sentimeter dengan diameter 3- 4 sentimeter, saluang mempunyai empat lubang yang menghasilkan irama.
Saluang dimainkan dengan cara meniup dan menarik nafas secara bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal hingga akhir lagu tanpa putus. Cara meniup saluang ini disebut dengan Manyisiahango.
Setiap daerah di Minangkabau memiliki teknik yang berbeda-beda dalam memainkan saluang. Di wilayah Singgalang misalnya, teknik bermain saluang dikenal paling sulit. Sedangkan untuk ciri khas Ratok Salok memiliki bunyi paling sedih.
Dahulu, pemain saluang memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk menghipnotis penonton. Mantera itu dinamakan Pituang Nabi Daud.
Isi dari mantera itu adalah, Aku malapehan pituang Nabi Daud, buruang tabang tatagun–tagun, aia mailia tahanti–hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga bunyi saluang ambo, kununlah anak sidang manusia..... dan seterusnya.
Beberapa masyarakat Sumatera Barat memainkan alat musik ini hanya untuk mengisi kekosongan waktu, seperti penggembala kerbau yang sedang menjaga hewan ternaknya. Tetapi ada juga fungsi yang paling khas dari Saluang yaitu mengingatkan orang yang mendengarnya akan kampung halamannya.
7. Hasapi
Hasapi merupakan jenis alat musik tradisional Sumatera Utara yang dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik asal Batak Toba ini juga sering disebut sebagai Kecapi Batak dengan bentuk panjang seperti botol memiliki dua buah senar, berbahan dasar kayu.
Bagi masyarakat Batak, hasapi seperti benda sakral karena biasa digunakan dalam upacara adat, sebagai alat musik pengiring yang dipadukan dengan seruling, gambang, atau gendang.
Teknik memainkan hasapi dengan menggunakan teknik mamiltik atau tokkel (dipetik atau diketuk). Hasapi memiliki 2 tali senar sehingga masuk dalam kategori kordofon.
Alat musik ini terbuat dari kayu juhar yang tumbuh di sekitar Danau Toba, atau menggunakan batang kayu pohon nangka. Konon, hasapi yang dibuat dengan pohon nangka mudah dibentuk, lebih tahan lama, dan awet.
Pohon nangka itu dikeruk sebagai tempat resonansi suara yang dihasilkan, lalu ditutup dengan kayu yang tipis, kadang juga diberi ukiran untuk memberi hiasan agar lebih kelihatan menarik.
Nah, itu dia beragam alat musik tradisional yang ada di beberapa daerah di Indonesia. Namun, di masa pandemi ini kita harus menahan diri dulu untuk berkunjung langsung ke daerah-daerah asal alat musik tersebut dan #BeliKreatifLokal dari rumah aja.
Meskipun hanya #DiRumahAja, kamu harus tetap menerapkan protokol kesehatan 6M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama.
Jangan lupa juga untuk mengikuti vaksinasi COVID-19 yang saat ini sedang berlangsung di seluruh daerah di Indonesia. Vaksinasi akan membuat kamu dan keluarga lebih terlindung dari virus corona yang saat ini sedang menyebar.
Selain itu, kamu bisa follow akun Instagram @pesonaid_travel untuk melihat update info mengenai destinasi wisata #DiIndonesiaAja yang menawan.
Ingin kegiatan kamu #DiRumahAja tambah seru? Kamu juga bisa mengikuti kompetisi video TikTok Hashtag Challenge #DiIndonesiaAja , yang kini sedang berlangsung sampai 27 Agustus 2021.
Caranya gampang, kamu cukup meng-upload video sekreatif mungkin berdurasi maksimal 15 detik. Kreasikan video seseru mungkin dengan menggunakan efek #DiIndonesiaAja dari akun TikTok @indonesia.travel , serta backsound jingle 'Aku Cinta Indonesia'.
Jangan lupa juga sertakan hashtag #DiIndonesiaAja dan mention @indonesia.travel untuk memenangkan hadiah total jutaan rupiah dan merchandise keren dari Wonderful Indonesia.