Menilik Umoja, Desa Tanpa Pria yang Dihuni Para Korban Kekerasan Seksual

1 September 2021 7:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suku Samburu di Desa Umoja Foto: Dok. Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Suku Samburu di Desa Umoja Foto: Dok. Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dengan keberagaman suku dan tradisi yang dimiliki, Afrika menyimpan banyak hal menarik untuk wisatawan. Salah satunya adalah desa unik di Kenya satu ini yang seluruh penduduknya perempuan.
ADVERTISEMENT
Dilansir Outlook India, dikenal sebagai Umajo Uaso, desa ini adalah desa khusus perempuan yang menjadi tempat perlindungan bagi para penyintas kekerasan seksual.
Suku Samburu di Desa Umoja Foto: Dok. Wikimedia Commons
Umoja atau yang berarti "persatuan" merupakan desa perlindungan bagi para gadis muda yang melarikan diri dari budaya kawin paksa, khususnya mereka yang berasal dari Suku Samburu.
Dalam masyarakat Samburu yang berbasis patriarki, wanita adalah warga kelas dua yang tak diizinkan memiliki tanah ataupun properti lain seperti hewan ternak. Mereka juga kerap dihadapkan dengan budaya sunat perempuan, kawin paksa dengan pria yang jauh lebih tua, kekerasan seksual, dan kekerasan lainnya.
Ilustrasi Suku Terasing Foto: Shutter Stock
Tak sampai di situ, banyak perempuan Samburu yang mengalami kasus perkosaan justru mengalami kekerasan oleh suami mereka sendiri. Mereka dianggap membawa aib dan penyakit, serta diusir dari rumah ataupun kabur karena terancam dibunuh.
ADVERTISEMENT

Awal Berdirinya Desa Samburu

Berangkat dari hal tersebut, sebuah gagasan pun muncul untuk menciptakan desa, di mana wanita bisa merasa aman dan bertahan hidup tanpa harus bergantung pada pria. Salah satu pencetusnya adalah Rebecca Lolosoli.
Perempuan dari Suku Samburu ini akhirnya membangun Desa Umoja pada tahun 1990 silam yang dikenal hingga sekarang.
Meski tak ada laki-laki dewasa di Umoja, bukan berarti para perempuan di desa tersebut mengisolasi diri 100 persen dari laki-laki.
Laki-laki kerap didatangkan untuk bekerja menggembala ternak, memasang pagar berduri, dan kegiatan-kegiatan lain yang secara tradisional tidak dilakukan perempuan. Selain hal tersebut, perempuan Umoja juga masih punya kebutuhan khusus untuk dipenuhi sebagaimana perempuan heteroseksual lainnya.
โ€œPara perempuan di sini tidak berkata mereka sama sekali tak membutuhkan pria. Perempuan juga manusia dan punya kebutuhan khusus. Namun pria datang ke Umoja dalam periode yang singkat, lalu mereka pergi. Pria-pria itu datang sebagai pacar, itu saja, tak lebih.โ€ kata Beatrice, guru sekolah lokal, seperti dikutip New York Times.
ADVERTISEMENT

Kehidupan Masyarakat Desa

Desa ini menampung para wanita yang dibuang oleh keluarga atau kabur dari desa dan membesarkan anak-anak telantar, anak yatim-piatu, dan anak terinfeksi HIV yang dibuang oleh keluarga.
Masyarakat Umoja sendiri tinggal di rumah tradisional bernama "Manyata". Para perempuan di desa tersebut juga memakai pakaian tradisional, serta aksesoris khas Suku Samburu.
Sementara itu, para penduduk desa pun menganut sebuah sistem yang disebut sebagai "tree of speech", di mana setiap keputusan diambil berdasarkan musyawarah antara satu dan yang lain.
Sebab, meski Rebecca Lolosoli merupakan sosok pendiri dan pemimpin di desa tersebut, setiap perempuan di desa ini memiliki status atau kedudukan yang sederajat antara satu sama lain.
Sedangkan untuk mata pencaharian penduduk, para perempuan Umoja menjual barang-barang kerajinan tradisional Samburu yang dijual di Umoja Waso Women's Cultural Center atau dijual secara online di situs mereka.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dari hasil penjualan tersebut, setiap penduduk mendonasikan 10 persen pendapatan mereka ke desa sebagai pajak untuk membiayai sekolah dan kebutuhan bersama.
Meskipun hanya perempuan dan anak-anak yang diizinkan tinggal di desa ini, para pria sebetulnya masih diizinkan untuk berkunjung, baik itu sebagai pasangan atau menjadi pekerja bayaran, namun mereka tak boleh tinggal. Hanya pria yang waktu kecil dibesarkan di Umoja yang boleh tinggal ataupun tidur di desa tersebut.
Menurut catatan, pada tahun 2005 populasi Umoja berjumlah 30 perempuan dewasa dan 50 anak-anak. 10 tahun berselang jumlahnya mencapai 47 perempuan dewasa dan 200 anak-anak.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)