Desa Ende

Menyapa Ende, Desa Adat Suku Sasak Lombok

13 Maret 2020 20:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Desa Sasak Ende, Lombok. Foto: Selfy Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Desa Sasak Ende, Lombok. Foto: Selfy Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
Jalan-jalan ke Lombok tak lengkap rasanya tanpa berkunjung ke Desa Adat Ende. Desa ini merupakan rumah bagi Suku Sasak, suku asli dari Lombok. Sampai saat ini Suku Sasak masih mempertahankan adat istiadat mereka.
ADVERTISEMENT
Dusun Ende berjarak sekitar 9,1 kilometer dari Bandar Udara Internasional Lombok. Lokasinya cukup mudah dijangkau kendaraan. Sebab, posisi dusun ini berada di Jalan Raya Kuta Lombok.
Saat tiba di lokasi, pengunjung akan disambut dengan gapura berbahan bambu bertuliskan 'Selamat Datang di Kampung Sasak Ende'.
Kegiatan menenun di Desa Sasak Ende, Lombok. Foto: Selfy Momongan/kumparan
Sampai di gapura depan area desa, kumparan disambut oleh Yoga, pemuda asli Sasak Ende. Yoga menyambut kami dengan ramah dan mempersilahkan kami masuk ke area desa. Menurutnya, terdapat sekitar 30 kepala keluarga di Dusun Ende. Mereka menghuni dusun yang memiliki luas lahan 2,5 hektare.
Saat masuk, kamu bisa melihat bangunan rumah-rumah warga yang berjejer rapi. Rata-rata rumah warga berukuran 5x7 meter. Semua rumah dibangun seragam, berdinding anyaman bambu, beratapkan ilalang. Namun, nampak sederhana dan masih sarat dengan adat istiadat.
ADVERTISEMENT
Salah satunya yaitu terlihat dari pintu-pintu rumah yang dibuat lebih pendek. Menurut Yoga, bentuk dan ukuran pintu yang pendek ini punya filosofi. Pintu rumah yang sengaja dibangun pendek ini akan membuat tamu yang masuk menundukkan kepala dan badan. Itu artinya setiap tamu harus memberi hormat kepada sang empunya rumah.
Wisatawan di Desa Sasak Ende, Lombok. Foto: Selfy Momongan/kumparan
“Kalau mau masuk rumah karena pintunya pendek, mau enggak mau tamu harus menunduk. Itu artinya memang kalau bertamu ke rumah orang lain harus menghormati tuan rumah,” jelas Yoga.
Selain bentuk pintu, masyarakat Ende juga masih mempertahankan tradisi lain. Mereka membangun lantai rumah dari kotoran sapi. Tak hanya sebagai bahan baku saat membangun lantai, untuk merawatnya pun mereka mengepel lantai rumah menggunakan kotoran sapi.
Kegiatan menenun Desa Sasak Ende, Lombok. Foto: Selfy Momongan/kumparan
Warga Ende akan mengepel lantai rumahnya menggunakan kotoran sapi ketika ubin mereka mulai retak. Mengepel dengan menggunakan kotoran sapi ini biasanya dilakukan sebulan sekali.
ADVERTISEMENT
Menurut Yoga, lantai yang terbuat dari kotoran sapi lebih kokoh dan tahan lama. Bahkan menurut kepercayaan masyarakat setempat, lantai dari kotoran sapi ini ampuh mengusir nyamuk.
Kotoran sapi yang digunakan juga bukan sembarangan. Warga akan menggunakan kotoran yang baru saja dikeluarkan oleh sapi. Artinya, bukan menggunakan kotoran yang telah mengendap beberapa hari.
Penenun di Desa Sasak Ende, Lombok. Foto: Selfy Momongan/kumparan
Sapi memang merupakan salah satu bentuk harta kekayaan dan mata pencaharian masyarakat Ende. Mereka menggunakan sapi untuk menggarap sawah. Sehingga penggunaan kotoran sapi untuk membangun lantai rumah melambangkan simbol kerja keras masyarakat Ende.
Selain mempertahankan bentuk bangunan yang telah diwariskan secara turun temurun, masyarakat Ende juga melestarikan adat istiadat lain. Adat yang dipertahankan sampai hari ini, yaitu kewajiban perempuan untuk bisa menenun. Keahlian ini wajib dikuasai perempuan Ende sebelum menikah.
ADVERTISEMENT
Sehingga tak heran, saat kamu berkunjung ke Desa Adat Sasak Ende, kamu akan melihat kaum ibu atau pun anak perempuan yang tengah menenun. Selain melihat, kamu juga bisa mencoba langsung, lho.
Kain tenun di Desa Sasak Ende, Lombok. Foto: Selfy Momongan/kumparan
Mereka dengan senang hati akan mengajarkan cara menenun yang baik dan benar. Bahkan mereka akan menjelaskan proses menenun dari memintal kapas menjadi benang hingga kain tenun khas Lombok.
Alat tenun yang digunakan juga masih sangat tradisional. Tak heran proses menenun membutuhkan waktu yang cukup lama. Inilah alasan kain tenun Suku Sasak punya harga yang cukup tinggi. Semakin rumit motif tenun, semakin lama membuatnya, maka semakin mahal pula harganya.
Kain tenun di Desa Sasak Ende, Lombok. Foto: Selfy Momongan/kumparan
Tak hanya menjajal menenun, kamu juga bisa membeli langsung kain-kain tenun bikinan Suku Sasak. Mereka mempunyai satu toko pusat oleh-oleh yang berada di tengah desa. Wisatawan yang telah selesai berkeliling area desa, bisa mampir sejenak ke pusat kerajinan untuk membeli kain tenun sebagai buah tangan. Harganya beragam dari Rp 150 ribu hingga jutaan rupiah.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten