Pria Lulusan SMP di Tidung Jadi 'Profesor' Terumbu Karang

27 Mei 2018 12:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kawasan terumbu karang terbaik kedua di Indonesia (Foto: Dok. Konservasi Terumbu Karang Tidung)
zoom-in-whitePerbesar
Kawasan terumbu karang terbaik kedua di Indonesia (Foto: Dok. Konservasi Terumbu Karang Tidung)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berkarya ternyata tak mesti punya tingkatan akademik tertentu. Erik Sukardi contohnya.
ADVERTISEMENT
Bapak berusia 50 tahun kelahiran Pulau Tidung ini mampu berkarya lewat terumbu karang yang ia budidayakan di konservasi terumbu karang Pulau Tidung. Siapa sangka, karya yang awalnya hanya sebagai bentuk 'penebusan dosa' karena menginjak-injak karang, mampu membawanya duduk dalam kursi pemerintahan, sebagai salah satu staf konservasi terumbu karang di Pulau Tidung Kecil.
Erik Sukardi (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Erik Sukardi (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Menurut penuturan pria kelahiran 20 Juli 1968 ini, ia bahkan sempat 'digelari' sebagai profesor oleh peneliti asal Australia.
"Kalau kata orang Australia, Bapak Erik itu harusnya profesor, karena saya berhasil menemukan subtrat yg besar. Subtrat itu bobotnya 70 kg, kalo diuangkan 1 subtrat itu Rp 500 ribu, dalam 1 subtrat itu bisa empat bibit terumbu karang," ceritanya ketika ditemui kumparanTRAVEL di konservasi terumbu karang Pulau Tidung Kecil.
ADVERTISEMENT
Tak hanya karena penemuan subtrat, 'pemberian gelar' profesor oleh kalangan peneliti dari Australia tersebut juga karena Erik dianggap mampu mematahkan dugaan mereka.
Subtrat Terumbu Karang (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Subtrat Terumbu Karang (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Menurut pengakuan Erik, ia menemukan cara pemasangan terumbu karang yang efektif tanpa menggunakan pipa paralon pada subtrat. Hasil penelitiannya kemudian disetujui dan dipatenkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Dari penelitian tersebut, pihak Dinas Kelautan dan Perikanan membuat uji coba tanam terumbu karang sejumlah lima ribu subtrat.
''Orang Australia lihat teknis saya dan bilang, oh tidak bisa, nanti pasti mati, tapi saya diam saja. Setelah setahun, saya ajak ke Kepulauan Seribu di tempat dulu kita menanam terumbu karang dan dia bilang, oh my God, good! Pulau Tidung strong, saya mau bikin di Australia,'' tutur Erik.
ADVERTISEMENT
''Setahun kemudian dia datang dan bilang, thank you very much Mr. Erik, negara saya sudah punya terumbu karang seperti Kepulauan Seribu. Ternyata di sana dulunya enggak ada,'' tambahnya lagi.
Subtrat dengan pipa paralon (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Subtrat dengan pipa paralon (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Pria lulusan SMP ini belajar budidaya terumbu karang bukan lewat pendidikan formal, melainkan otodidak. Pada tahun 2003, ia belajar cara menumbuhkan karang di sela-sela waktunya sebagai nelayan.
Ia menuturkan bahwa penelitian yang ia lakukan berdasarkan pengalaman, bukan murni dari pendidikan akademik. Rasa pedulinya terhadap terumbu karang sebagai pelindung dan penjaga kehidupan alam di laut membuatnya semakin menyenangi pekerjaannya saat ini.
Terumbu Karang di Tidung Kecil (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Terumbu Karang di Tidung Kecil (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Pernah mendapat penghargaan Kalpataru karena usahanya menjaga lingkungan, Erik dulu sempat dijuluki 'orang gila' oleh teman-temannya. Ia dianggap tidak mampu melihat peluang bisnis travel yang bisa dilakukan di Pulau Tidung dan malah mengerjakan terumbu karang yang dianggap tidak menghasilkan.
ADVERTISEMENT
Setiap ada tamu, ia memberi tahu bahwa mereka dapat memiliki pengalaman liburan berbeda, yaitu dengan menanam terumbu karang. Dari hasil coba-coba, subtratnya dibanderol dengan harga Rp 10 ribu hingga saat ini menjadi Rp 25 ribu per buahnya.
Usaha ini ia lakukan tak hanya untuk menjaga kelestarian terumbu karang, tetapi juga menyelamatkan pulau lewat konservasi di Tidung Kecil. Tanaman ini digunakan untuk mengurangi dampak hantaman gelombang pada daratan pulau.
"Upaya kita menyelamatkan pulau ini diawali dengan terumbu karang sebagai filter nomor 1, filter nomor 2 itu lamun, lamun itu tumbuhan laut yang tumbuh tinggi sampai ke permukaan laut. filter nomor 3 adalah tanaman mangrove," ujarnya.
Penanaman terumbu karang (Foto: Dok. Konservasi Terumbu Karang Tidung)
zoom-in-whitePerbesar
Penanaman terumbu karang (Foto: Dok. Konservasi Terumbu Karang Tidung)
Selain menjadi staf konservasi, Erik juga memiliki beberapa anak bimbingan yang terbagi dalam komunitas alam. Komunitas tersebut adalah komunitas mangrove dan komunitas penunggul. Komunitas ini bertugas mengimbau masyarakat untuk lebih peduli pada alam dan mengurangi penggunaan bahan kimia. "Meluluhkan masyarakat itu memang sulit, tapi kita akan terus berjuang," tutupnya.
ADVERTISEMENT