Pulau Ubin, Mesin Waktu Singapura

27 Maret 2019 17:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Penampakan jetty Pulau Ubin dari pantai. Terletak tak jauh dari pulau utama, Pulau Ubin menawarkan sensasi yang berbeda bagi wisatawan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Penampakan jetty Pulau Ubin dari pantai. Terletak tak jauh dari pulau utama, Pulau Ubin menawarkan sensasi yang berbeda bagi wisatawan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Daun-daun gugur berserakan di pekarangan. Disapu dan ditumpuk di satu tempat jika — dan hanya jika — sudah kelewat banyak saja jumlahnya. Jika tidak, dibiarkan saja mereka sebagaimana adanya. Toh nantinya daun-daun mati itu akan membusuk dan memberi hidup kepada tanah dan seisinya. Itu pun jika angin tidak lebih dulu membawanya terbang entah ke mana.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Singapura yang dikenal dunia, Pulau Ubin tidak mengenal keteraturan kota. Namun, justru di situ daya tariknya.
Terletak di sebelah timur pulau utama, Pulau Ubin adalah kampong (kampung; desa) terakhir di Singapura. Rumah-rumah di Pulau Ubin berdinding kayu dan beratap seng. Masyarakatnya menimba air untuk mandi. Kalaupun tidak menimba, mereka menggunakan pompa. Pompa manual, bukan pompa elektrik. Sederhananya, Pulau Ubin tidak seperti Singapura yang ada dalam bayangan kita.
Kehidupan di Pulau Ubin berjalan dengan kecepatannya sendiri. Jika dilihat dari kacamata urban, Pulau Ubin seperti berjalan di lajur lambat. Bahkan di titik keberangkatan menuju Pulau Ubin, di Changi Point Ferry Terminal, perbedaan itu sudah terasa. Kapten baru akan memberangkatkan perahunya jika kuota 12 penumpang sudah terpenuhi. Kontras dengan moda transportasi di kota yang punya jadwal pasti. Jika kapal belum penuh oleh penyeberang, harap menunggu. Semua itu untuk perjalanan yang tidak lebih dari 15 menit.
com-Seperti inilah perahu motor yang membawa wisatawan dari pulau utama ke Pulau Ubin. Foto: Shutterstock
Sedekat itu memang Pulau Ubin dari pulau utama. Namun pada saat yang bersamaan, Pulau Ubin juga terasa sangat jauh. Perahu kayu Changi-Ubin, yang mulai beroperasi saat matahari terbit dan berhenti melaut seiring terbenamnya matahari, seperti mesin waktu. Menginjakkan kaki di Pulau Ubin berarti kembali ke Singapura Lama: Singapura di tahun 1960an, sebelum pembangunan berskala besar mengubah wajah Singapura selamanya.
ADVERTISEMENT
“Ubin adalah tempat yang bisa dikatakan sebagai sebuah museum hidup. Karena dengan banyaknya hal (dari kehidupan lama) yang menghilang di Singapura, tempat ini menjadi yang terakhir atas segalanya; tempat ini memiliki kampung terakhir (di Singapura), satu-satunya tempat dengan gaya hidup masa lalu yang masih bertahan, dan lainnya,” terang Subaraj Rajathurai, seorang tokoh konservasi alam Singapura.
com-Pekan Quarry, salah satu dari lima bekas tambang granit di Pulau Ubin. Foto: Shutterstock
Satu-satunya pengingat bahwa di Pulau Ubin waktu juga berjalan maju adalah fakta bahwa telah matinya lima tambang yang terletak di pulau ini: Balai Quarry, Kekek Quarry, Ketam Quarry, Pekan Quarry, dan Ubin Quarry. Kelimanya adalah tambang granit (dari granit-granit yang terkandung di perutnya inilah Pulau Ubin mendapat namanya), namun kini, kelimanya sudah tidak lagi beroperasi. Padahal, di masa lalu, tambang-tambang inilah yang membuat Pulau Ubin “hidup”, dengan banyaknya pendatang yang ingin melanjutkan hidup dengan bertambang. Sebagai gambaran, pada 1980-an populasi di pulau ini mencapai lebih dari 1.200 orang, namun sekarang penduduknya hanya sekitar 38 orang saja.
ADVERTISEMENT
Namun, matinya kelima tambang tak lantas membuat Pulau Ubin mati. Adalah benar Pulau Ubin terasa sangat sepi, namun sepinya Pulau Ubin hanya sebatas sedikitnya jumlah manusia di sana.
com-Pulau Ubin terhitung sepi jika tanpa wisatawan, terlebih setelah matinya tambang-tambang granit. Foto: Shutterstock
Tambang-tambang yang mati, seiring waktu, menjadi penampung air hujan dan habitat ikan. Ikan-ikan di bekas tambang mengundang burung kuntul. Ekosistem di Pulau Ubin sehat dan baik-baik saja. Selain kuntul, Pulau Ubin juga habitat untuk rangkong, berang-berang, monyet ekor panjang, kancil, cucak rawa, ayam-hutan merah, babi celeng, bahkan lumba-lumba. Tumbuhan pun mengambil alih tambang mati di Pulau Ubin, menciptakan pemandangan menawarkan tujuan wisata yang tak bisa ditawarkan pulau utama.
Pulau Ubin Sebagai Destinasi Wisata Alternatif Singapura
Uniknya, sebetulnya awalnya tidak ada niatan dari pemangku kepentingan untuk menjadikan Pulau Ubin sebagai destinasi wisata. Namun pada kenyataannya, orang-orang justru semakin banyak yang berkunjung ke sana — baik lokal maupun internasional.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada yang meresmikan Pulau Ubin sebagai tempat wisata,” tukas Subaraj, pemandu wisata dengan spesialisasi wisata alam. “Tetapi justru semakin banyak orang yang ingin datang dan semakin banyak yang ingin melihatnya.”
“Perjalanan (ke Pulau Ubin) ini adalah pengalaman yang berbeda,” aku salah seorang wisatawan lokal Singapura saat mengunjungi Pulau Ubin. “Singapura adalah negara yang sangat makmur; segalanya modern dan nomor satu di dunia. Jadi kami tidak menyangka bahwa alam di Ubin masih dalam bentuk aslinya. Kami terkejut.”
com-Cara terbaik menjelajahi Pulau Ubin: menggunakan sepeda dengan santai. Foto: Shutterstock
Di luar tambang-tambang yang telah mengalami perubahan nasib dalam tiga dekade terakhir, waktu memang tampak tak beranjak di Pulau Ubin. Rasanya seperti itu karena yang tidak tersentuh perkembangan zaman bukan hanya tata ruang dan arsitekturnya, tetapi juga gaya hidup masyarakatnya. Orang-orang yang tinggal di Pulau Ubin saat ini menjalani hidup yang jauh dari terburu-buru.
ADVERTISEMENT
Imbasnya, para pendatang pun akan merasakan sensasi yang berbeda saat mengunjungi Ubin. Cara terbaik menikmati Pulau Ubin adalah dengan berjalan kaki. Naik sepeda pun baik. Anda tak perlu mencari cara yang bisa membawa Anda lebih cepat. Dengan kehidupan Pulau Ubin yang berjalan lambat, pulau ini justru menjadi pelarian yang cukup dekat dari kehidupan urban yang bising dan serba cepat.
Melancong, walau demikian, bukan diksi yang paling tepat untuk menyebut kunjungan dan aktivitas wisatawan di Pulau Ubin. Penyewa sepeda dan penjual minuman di Pulau Ubin rasanya lebih seperti pak cik dan ah ma yang baik hati alih-alih penyedia jasa. Keramahan desa masih begitu terasa dan untuk masyarakat urban yang setiap hari berurusan dengan kerasnya kota, Pulau Ubin menawarkan liburan yang sesungguhnya bagi mereka.
com-Tak punya sepeda? Pulau Ubin punya stok yang cukup untuk Anda sewa. Foto: Shutterstock
Bagi para wisatawan, alam dan merasakan atmosfer kampong adalah dua hal yang menjadi tujuan mereka mengunjungi Pulau Ubin. Oleh karena itulah, keberadaan warga lokal yang terus bertahan di satu-satunya kampong yang tersisa di Singapura menjadi aspek yang begitu penting bagi Pulau Ubin. Begitu pentingnya hingga Subaraj sampai menyebut bahwa keberadaan masyarakat lokal adalah kunci berlanjutnya Pulau Ubin sebagai sebuah living museum.
ADVERTISEMENT
“Museum hidup ini harus tetap hidup, tetapi ia tidak bisa hidup tanpa otentisitas, tanpa masyarakat lokal,” ujar Subaraj.
“Beberapa orang asing merasa terkesan dengan kios minuman saya,” kisah Ivy Choo Sian You, salah seorang penduduk Pulau Ubin yang hidup dengan melanjutkan usaha ibunya berjualan minuman di salah satu jalanan pulau ini. “Mereka bilang, rasanya seperti bukan di Singapura.”
“Saya katakan pada mereka, ini memang bukan Singapura,” lanjutnya dengan senyum yang terkembang. “Ini Pulau Ubin.”
Jangan hanya melihat-lihat, jadilah Penjelajah