Sandi Diperintah Lanjutkan 5 Destinasi Super Prioritas, Efektifkah?

29 Desember 2020 15:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko andiWidodo saat berlayar menaiki kapal penisi di Labuan Bajo. Foto: Dok. Agus Suparto
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko andiWidodo saat berlayar menaiki kapal penisi di Labuan Bajo. Foto: Dok. Agus Suparto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Industri pariwisata menjadi sektor yang paling babak belur akibat pandemi COVID-19. Pelarangan wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia, pengetatan perjalanan baik udara maupun darat, dan pembatasan berkumpul di ruang publik telah membuat sektor pariwisata jatuh hingga titik terendah.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo melantik Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggantikan Wishnutama Kusubandio yang menjabat pada periode 2019 hingga 2020. Kepada anggota baru jajaran Menterinya itu, Jokowi memberikan amanah kepada Sandiaga untuk melanjutkan menyelesaikan program 5 Destinasi Super Prioritas (DSP).
Dalam kesempatan diskusi refleksi akhir tahun bersama kumparan, Ketua Kelompok Kerja Industri Kreatif (KEIN), Irfan Wahid, menjelaskan bahwa program DSP berawal pada Juli 2019. Kala itu Jokowi mengerucutkan 10 DSP menjadi 5, yakni Danau Toba, Labuan Bajo, Borobudur, Mandalika dan Likupang. Kelima destinasi tersebut akan dirancang sebagai Bali baru, di mana lokasi tersebut merupakan kawasan perhotelan tematik.
''Mengapa disebut Bali Baru? Karena 5 Destinasi Super Prioritas ini memang dirancang untuk menjadi kawasan semacam Nusa Dua di Bali. Sebuah kawasan perhotelan tematik. Perhotelan atau akomodasi ini juga biasa disebut amenitas,” kata pria yang akrab disapa Gus Ipang, itu saat memimpin tim Quick Win 5 Destinasi Super Prioritas di akhir periode Kabinet Indonesia Maju Jilid I.
Puluhan kapal tradisional bersandar di Pantai Kuta Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Selasa (3/12/2019). Foto: ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra
Dalam menggerakkan program tersebut, pemerintah telah membentuk 5 Badan Otorita yang diberdayakan dalam mengelola ke 5 DSP dengan luas total ribuan hektare tersebut. Mulai dari menyiapkan lahan, menyusun feasibility study, membuat desain bertema local wisdom, hingga menyiapkan sarana dan prasarana sebelum kemudian ditawarkan untuk dijual kepada investor yang berminat membangun hotel di kawasan Otorita tersebut.
ADVERTISEMENT
Ipang mengungkapkan, anggaran yang dikeluarkan untuk mengelola 5 DSP itu pun tak main-main. Ia menyebut bahwa pemerintah telah mengucurkan dana sebesar Rp 21 triliun untuk mengembangkan destinasi prioritas Tana Air itu.
“Dari yang awalnya disiapkan ‘hanya’ Rp 6,4 triliun di bulan Juli 2019, kemudian naik menjadi Rp 9,35 triliun di bulan September 2019 dan kini yang dianggarkan untuk 2021 totalnya termasuk program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) mencapai Rp 21 triliun untuk kelimanya,” tutur Ipang.
Pulau Komodo, NTT Foto: Shutter stock
Program 5 DSP menjadi salah satu ikhtiar Presiden Jokowi untuk meningkatkan minat jumlah wisatawan mancanegara (wisman) bertandang ke Tanah Air. Sebelumnya, pada 2019 Indonesia hanya mampu mendatangkan 15,8 juta orang wisman. Jumlah tersebut masih tertinggal di bandingkan negara-negara tetangga, seperti Vietnam (18 juta), Singapura (15,9 juta), Malaysia (20,1 juta), hingga Thailand (39,7 juta).
ADVERTISEMENT
Lalu, mengingat jumlah anggaran yang tak sedikit tersebut, apakah melanjutkan program 5 Destinasi Super Prioritas dianggap pilihan ideal di situasi pandemi COVID-19?
Menurut Ipang, strategi 5 Destinasi Super Prioritas menjadi langkah yang tepat untuk membangun industri pariwisata Indonesia, jika langkah strategis tersebut dilakukan dalam kondisi normal. Di sisi lain, ia juga mengapresiasi berbagai upaya pemerintah dalam membantu meringankan beban para pelaku pariwisata Indonesia pada masa pandemi ini.
Ilustrasi Ubud Bali Foto: Shutter stock
Seperti yang diketahui, pemerintah telah menggelontorkan sejumlah bantuan seperti hibah dan diskon pariwisata. Total anggaran yang dikeluarkan untuk hibah pariwisata periode Oktober sampai Desember 2020 mencapai Rp 3,3 triliun.
“Ada 3 hal utama yang mesti digarisbawahi. Pertama, kita harus kembali ke tujuan awal: Kita ingin tujuannya untuk meningkatkan indikator perekonomian melalui pariwisata atau (sekadar) mengembangkan 5 'Bali Baru'? Karena kedua hal ini akan sangat berbeda sekali dalam strategi mencari solusinya. Salah mengambil keputusan akan berdampak lebih buruk bagi industri pariwisata ini, karena adanya budget constraint dalam APBN,” jelas Ipang.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, menurut Ipang dalam kondisi pandemi seperti ini langkah yang dibutuhkan adalah yang bersifat quickwin. Sementara membuat 5 Destinasi Super Prioritas jelas bukan strategi yang sifatnya quickwin.
Sebab, untuk merealisasikannya perlu waktu minimal 10 hingga 15 tahun. Terlebih di situasi pandemi COVID-19 nyaris tak ada investor yang tertarik berinvestasi membuat hotel baru.
“Ketiga, konsep dasar pariwisata itu adalah wisatawan datang ke sebuah tempat itu, karena destinasi atau atraksinya, bukan amenitas atau penginapannya. Orang ke Makkah karena Ka’bahnya, bukan karena hotel Zam Zam Towernya. Wisatawan datang ke Paris karena ingin melihat menara Eiffelnya, bukan karena Hotel Le Riyal Monceau Rafflesnya,'' ujar Ipang.
Pantai Paal di Likupang, Sulawesi Utara Foto: Shutter Stock
Oleh karena itu, membuat 5 Destinasi Super Prioritas yang hanya menyiapkan amenitas tanpa menciptakan atau memperbaiki destinasi dan atraksi. Bisa diibaratkan, pemerintah hanya fokus membangun restoran dengan interior yang bagus, namun melupakan menu makanannya.
ADVERTISEMENT
Ipang berharap, pemerintah bisa lebih fleksibel dan terbuka dalam menyerap aspirasi stakeholders dengan tidak terlalu memaksakan penyelesaian 5 Destinasi Super Prioritas tersebut di situasi pandemi seperti sekarang ini. Ia menyarankan, agar pemerintah mengucurkan dana tersebut untuk program quickwin yang bisa men-jump start-industri pariwisata.
Dibanding membangun infrastruktur baru, menurutnya dana tersebut dapat disalurkan pada daerah yang ekosistem pariwisatanya sudah siap dan terbukti bisa mendatangkan trafik pariwisata. Salah satu destinasi yang mampu mendatangkan banyak wisatawan adalah Bali, BTS (Bromo-Tengger-Semeru), Greater Jakarta, Joglosemar, Belitung, dan Batam.
Presiden Joko Widodo saat berlayar menaiki kapal pinisi di Labuan Bajo. Foto: Dok. Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden
Ia menyarankan, jika indikator perekonomian menjadi titik sasaran dalam menggarap 5 Destinasi Super Prioritas, alangkah baiknya memiliki destinasi wisata yang relatif siap dan lebih terdampak. Hal ini tentu menjadi peran pemerintah dalam mendorong pelaku usaha industri pariwisata.
ADVERTISEMENT
"Bantu destinasi atau atraksi yang selama ini memberi kontribusi tinggi sebagai traffic puller, namun kini sekarat. Bisa juga dengan memfasilitasi pelatihan kepada stakeholders terkait protokol kesehatan yang optimal, membantu lahirnya industri penunjang di sekitar destinasi khususnya UMKM, atau membantu memasarkan destinasi dan atraksi yang sudah siap dikunjungi dengan tatanan protokol new normal.” pungkas Ipang.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona).