Sejarah Ondel-ondel, Boneka Khas Betawi yang Jadi Ikon Jakarta

20 Januari 2020 17:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ondel ondel Jakarnaval Foto: Dok. Pemprov DKI
zoom-in-whitePerbesar
Ondel ondel Jakarnaval Foto: Dok. Pemprov DKI
ADVERTISEMENT
Alunan musik melantun kencang dari speaker bersuara sember yang didorong dengan menggunakan gerobak. Tepat di bagian depan gerobak, ada sepasang ondel-ondel tengah menari mengikuti lantunan lagu. Menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.
ADVERTISEMENT
Masih dari rombongan yang sama, seorang anak terlihat membawa kaleng cat yang telah dikonversi jadi kotak uang. Tak peduli panas matahari yang terik, ia nampak antusias menjajakan kotaknya pada setiap mobil dan motor yang 'parkir' sementara akibat macet di jalan raya.
Ondel-ondel bukan lagi barang asing bagi penduduk Jakarta, terutama masyarakat Betawi. Boneka setinggi 2,5 sampai 3 meter dengan lingkar tubuh 80-90 cm itu sudah menjadi bagian dari budaya, bahkan ikon bagi Jakarta itu sendiri.
Masyarakat Betawi Membawa Ondel-ondel. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Meski dibentuk menyerupai manusia dan biasanya dihadirkan untuk acara perayaan, rupanya tak semua orang senang dengan ondel-ondel. Ada banyak orang, tua dan muda, yang menganggap ondel-ondel sebagai boneka yang seram.
Anggapan ini tak datang begitu saja. Ondel-ondel memang memiliki karakter yang khas. Rangka tubuh ondel-ondel dibuat dari bambu. Badannya dibuat agak lebar untuk memberikan ruang bagi pemain untuk mengangkat dan menggerakkannya.
ADVERTISEMENT
Wajahnya disebut sebagai kedok, dan dibuat dari kayu kapuk. Topeng atau kedok dihias sebegitu rupa untuk membedakan ondel-ondel pria dan wanita. Ondel-ondel wanita umumnya dicat putih.
Ondel-ondel dan aksinya di Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Topeng ini kemudian dilengkapi dengan hidung yang agak memanjang dan ujung yang lebih lembut. Dagunya sedikit lebih panjang dan membulat, bibirnya tipis, mata indah dengan bulu mata tebal, serta sedikit perona pipi.
Sementara topeng ondel-ondel pria biasanya memiliki wajah berwarna merah dengan mata melotor, garis rahang yang tegas, beralis tebal, lengkap dengan kumis yang lebat. Desain wajahnya tersebut semakin memperkuat kesan seram ondel-ondel pria.
Agar lebih 'manusiawi', ondel-ondel diberi pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Di kepalanya, kamu juga akan menemukan rambut dari ijuk hitam dengan hiasan kembang kelapa yang mekar seperti kembang api dalam berbagai warna. Tak lupa pula sarung bermotif atau selendang tersampir di bahunya.
Masyarakat Betawi Membawa Ondel-ondel. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Hadirnya kesan seram dari ondel-ondel memang bukan tanpa alasan. Menurut laman Rumah Belajar yang dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, warna merah pada topeng ondel-ondel pria sengaja dibuat untuk memberi kesan seram.
ADVERTISEMENT
Warna merah memiliki arti marah. Wajah ini awalnya dibuat untuk menakut-nakuti setan atau roh-roh jahat. Sedangkan warna putih pada wajah ondel-ondel perempuan menggambarkan sifat keibuan yang lembut.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, ondel-ondel semula berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Tetapi kini, ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta rakyat, acara peresmian, atau penyambutan tamu terhormat.
Ondel-ondel dan aksinya di Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dalam laman Pesona Indonesia milik Kemenpar disebutkan bahwa nama ondel-ondel yang biasa kita dengar berasal dari kata gondel-gondel. Gondel-gondel memiliki arti menggantung atau bergandul. Sebutan itu muncul dari gerakan ondel-ondel yang terlihat berayun saat berjalan.
Masih dari sumber yang sama, mengingat fungsinya yang penting dan berhubungan dengan dunia astral, pembuatan ondel-ondel di masa lampau tak bisa sembarangan. Ondel-ondel membutuhkan sesajen berisi bubur merah-putih, rujak-rujakan tujuh rupa, bunga tujuh macam, serta asap kemenyan.
ADVERTISEMENT
Setelah proses pembuatannya usai, ondel-ondel akan diberi sesajen dan dibasuh menggunakan asap kemenyan yang telah disertai mantera-mantera. Pemain ondel-ondel juga senantiasa melakukan ritual pembakaran kemenyan yang disebut ‘Ngukup’.
Seorang pria sedang memeriksa ondel-ondelnya. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Konon, menurut web Rumah Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, ondel-ondel dulunya disebut juga sebagai Barongan. Hanya saja, tidak ada data pasti yang menceritakan arti pasti kata tersebut. Ada yang menyebutkan julukan Barongan pada ondel-ondel berasal dari kata bareng-barengan atau sama-sama.
Sebutan itu diklaim berasal dari ajakan masyarakat dalam dialek Betawi. "Nyok, kita ngarak bareng-bareng!". Namun, ada pula yang mengatakan bahwa julukan Barongan pada ondel-ondel berasal dari kisah pewayangan.
Dari versi kedua tersebut disebutkan bahwa ondel-ondel adalah tokoh yang dihilangkan pada Sendratari Reog versi Wengker dari Ponorogo. Tokoh tersebut adalah sepasang mahluk halus dengan tubuh raksasa, tetapi karena mengganggu perjalanan Singo Barong, maka dikutuklah mereka menjadi burung gagak dan burung merak dalam bentuk raksasa pula.
KRI Bima Suci tampilkan Reog Ponorogo Foto: Istimewa
Namun, pada pemerintahan Batara Katong, tokoh-tokoh yang tidak terlalu penting dihilangkan. Pada kesenian Jathilan Jawa Tengah, tokoh tersebut dikenal sebagai Gendruwon Gede.
ADVERTISEMENT
Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, yang sudah ada sejak setelah Perang Bubat yang dibawa pejabat Sunda yang masih hidup dengan membawa Angklung Reyog.
Sedangkan di Bali lebih dikenal dengan nama Barong Landung yang merupakan jenis Barong Bali yang dibawa Raja Airlangga saat menyelamatkan diri. Seorang narasumber selaku pengamat seni dan budaya, menyebutkan bahwa julukan barongan pada ondel-ondel, sama halnya seperti Barongan Bali (Barong Landung), Barongan Jawa Tengah (Reog Ponorogo), dan Barongan dari negeri China (Barongsai dan Liongsai).
Lantas, kapan ondel-ondel muncul? Hingga saat ini, belum ada jawaban pasti kapan boneka raksasa khas Betawi tersebut datang dan menjadi budaya. Yang jelas, boneka raksasa ini sudah ada sejak atau bahkan jauh sebelum Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) masuk ke Nusantara.
ADVERTISEMENT
W. Scot, seorang pedagang asal Inggris mencatat dalam bukunya, jenis boneka seperti ondel-ondel sudah ada pada tahun 1605. Namun, karena perbedaan kultur dan budaya, Scot melihat tradisi Betawi sebagai sesuatu yang asing. Sehingga bentuk penyampaian lisan maupun tulisan hanya berupa gambaran-gambaran secara kasat mata saja dan mengambil istilah-istilah yang relevan dengan bahasa bangsanya.