Tradisi Gredoan di Banyuwangi, Merayu Para Gadis demi Dapat Jodoh

13 April 2022 7:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Pantai Boom Banyuwangi Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Pantai Boom Banyuwangi Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Jika mendengar kata Banyuwangi, apa yang terlintas di pikiranmu? Tentu kabupaten di Jawa Timur ini memiliki keindahan alam yang mampu memanjakan para turis.
ADVERTISEMENT
Banyuwangi juga dikenal akan seni dan budayanya yang unik. Di Banyuwangi ada tujuh etnis yang hidup rukun dan berdampingan, yaitu Suku Using (Osing), Jawa Mataraman, Madura, Bali, Mandar, Tionghoa, dan Arab.
Karena keanekaragaman itulah akhirnya melahirkan beberapa upacara adat dan tradisi yang sesuai dengan agamanya masing-masing. Salah satunya adalah tradisi gredoan dari Suku Osing.
Dilansir situs Pemerintahan Indonesia, gredoan adalah tradisi Suku Osing untuk mencari jodoh. Hingga kini, tradisi tersebut masih sangat kental pelaksanaannya di Dusun Banyuputih, Desa Macanputih, Kabupaten Banyuwangi.
Ilustrasi menggoda pasangan. Foto: Shutterstock
“Gredo artinya menggoda. Ini berlaku buat mereka yang gadis, perjaka, duda atau janda. Diadakan bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya diadakan pada malam hari,” kata Budayawan Banyuwangi, Hasnan Singodimayan.
ADVERTISEMENT
Biasanya, orang-orang yang ikut serta dalam tradisi ini adalah orang yang sudah cukup umur untuk menikah dan akan memilih sendiri calonnya.
Nantinya, para pria akan memasukkan lidi yang terbuat dari janur kelapa ke dalam lubang anyaman bambu atau gedheg milik gadis pilihannya.
Jika gadis itu tertarik juga, maka dia akan mematahkan lidinya dan pria tersebut akan berbicara sambil mengeluarkan rayuan andalannya.
Ilustras Pasangan. Foto: Shutterstock
Nah, dari rayuan itulah tradisi mencari jodoh ini diberi nama gredoan, yang berasal dari kata gridu dan berarti menggoda. Bukan hanya merayu, biasanya keduanya akan berbalas pantun.
Selama proses kenalan dan merayu, keduanya tidak diperkenankan untuk bertemu, karena akan dibatasi dengan dinding yang terbuat dari bambu.
Sang wanita ada di dalam rumah dan sang pria berada di luar. Jika berhasil menaklukkan hati wanita tersebut lewat rayuan, sang pria akan langsung melamarnya.
ADVERTISEMENT
Tradisi gredoan biasanya dilakukan saat Maulid Nabi SAW. Selain untuk mencari jodoh, warga akan berkumpul untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW.
Ilustrasi obor. Foto: Fakhri Hermansyah/Antara Foto
Tradisi ini juga mampu mempererat tali silaturahmi, dengan acara kumpul-kumpul dan menyajikan banyak pertunjukan hiburan.
Setelah tradisi itu selesai dilakukan, acara dilanjutkan dengan para pria menyalakan obor sebagai tanda pertunjukan akan segera dimulai.
Pertunjukan yang disajikan adalah pertarungan para pria dengan obornya masing-masing. Selain itu, ada juga atraksi tarian tongkat api, musik daerah, hingga karnaval boneka yang dibuat warga.
Ilustrasi seorang perempuan berkencan lewat aplikasi di ponsel pintar Foto: Shutterstock
Kini perbedaan yang paling mencolok antara gredoan zaman dulu dan gredoan zaman sekarang, terletak pada alat dan tempat pelaksanaan nggridu (lelaki merayu si gadis).
Dulu alat yang digunakan adalah sodho (lidi), sedangkan sekarang menggunakan ponsel. Dulu tempat yang digunakan adalah gedheg (rumah berdinding bambu), sekarang berganti menjadi bangunan batu.
ADVERTISEMENT