Unik, Di Jepang Ada Festival Telanjang Khusus Pria untuk Berburu Keberuntungan

21 Februari 2020 7:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peserta ikuti festival telanjang di Kuil Saida. Foto: REUTERS / Kim Kyung-Hoon
zoom-in-whitePerbesar
Peserta ikuti festival telanjang di Kuil Saida. Foto: REUTERS / Kim Kyung-Hoon
ADVERTISEMENT
Sekitar 500 tahun yang lalu, sebuah festival unik muncul di Jepang. Diberi nama Hadaka Matsuri, festival itu kini lebih populer dikenal sebagai Naked Festival atau Festival Telanjang.
ADVERTISEMENT
Setiap tahunnya, ada ribuan pria yang datang mengikuti Hadaka Matsuri untuk berburu keberuntungan.
Dihimpun dari berbagai sumber, walau dikenal sebagai Festival Telanjang, partisipan yang ikut ambil bagian di dalamnya tak sepenuhnya telanjang atau tak mengenakan pakaian apa pun. Para pria itu mengenakan kain yang disebut sebagai Fundoshi.
Fundoshi dililitkan membentuk cawat untuk menutupi bagian vital. Mereka juga menggunakan kaos kaki khusus berwarna putih yang dikenal sebagai Tabi.
Suasana festival telanjang di Kuil Saida. Foto: REUTERS / Kim Kyung-Hoon
Hadaka Matsuri umumnya dilaksanakan pada Sabtu ketiga di bulan Februari. Untuk tahun 2020, Hadaka Matsuri digelar pada 15 Februari lalu, tepat sehari setelah Valentine. Biasanya waktu-waktu ini merupakan waktu terdingin di Jepang.
Walau begitu, rasa dingin yang menusuk tidak mengurungkan niat para peserta. Tahun ini saja, ada 10 ribu pria yang merayakan Hadaka Matsuri di Kuil Saidaiji, Okayama, yang berlokasi di Pulau Honshu, Jepang.
ADVERTISEMENT
Prosesi acara akan dimulai sekitar pukul 15.30 waktu setempat. Festival akan dimulai dengan penyiraman air dingin. Air dingin disiramkan pada para peserta yang berlari mengelilingi kuil. Sambil menahan rasa dingin, mereka harus tetap berlari.
Peserta mengenakan cawat mengikuti festival telanjang baru tiba di Kuil Saida. Foto: REUTERS / Kim Kyung-Hoon
Prosesi awal tersebut memiliki arti membersihkan diri dari dosa-dosa duniawi. Sehingga mereka nantinya dianggap layak dan bersih dari dosa ketika hendak memasuki kompleks kuil. Prosesi awal pembersihan dosa berlangsung selama kurang lebih dua jam.
Setelah penyucian, para peserta diperbolehkan masuk ke dalam kompleks kuil. Di dalam kompleks kuil yang terbatas itu, para pria akan menunggu matahari terbenam sambil berdesak-desakan.
Jelang pukul 22.00 waktu setempat, tahapan terseru Festival Telanjang baru akan dimulai. Pendeta-pendeta kuil akan mulai melemparkan ratusan ranting dan dua tongkat yang dijuluki sebagai Shingi ke peserta.
Pendeta berdoa pada festival telanjang di Kuil Saida. Foto: REUTERS / Kim Kyung-Hoon
Kedua tongkat Shingi dianggap sebagai simbol kemakmuran dan kesejahteraan. Masyarakat Jepang meyakini bahwa orang yang bisa mendapatkan tongkat itu akan menerima keberuntungan sepanjang tahun.
ADVERTISEMENT
Tongkat Shingi dianggap memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ranting. Karena tongkat itu bisa dibawa pulang dan dijadikan jimat.
Jadi, enggak heran, dalam masa perebutan yang berlangsung selama 30 menit itu, para peserta akan bersusah payah. Mereka akan saling mendorong satu dengan yang lain.
Saking seru dan semangatnya, tidak jarang ada peserta yang pulang dengan tubuh luka-luka, memar, atau sendi terkilir karena saling sikut dan dorong.
Peserta mengenakan cawat bersiap untuk mengambil tongkat kayu yang disebut "shingi" yang dilemparkan oleh pendeta selama festival telanjang di Kuil Saida. Foto: REUTERS / Kim Kyung-Hoon
Peserta terjatuh di festival telanjang di Kuil Saida. Foto: REUTERS / Kim Kyung-Hoon
Siapa saja boleh jadi peserta dalam Festival Telanjang di Jepang ini, baik warga lokal maupun wisatawan internasional. Cukup dengan mendaftar ke panitia, kamu bisa langsung mendapat 'perangkat perang' yang dibutuhkan.
"Untuk bisa ikut, kalian tidak perlu menjadi warga lokal. Kalian bisa mendaftar untuk kemudian mendapat Fundoshi dan Tabi,'' kata Mieko Itano, pengurus Dewan Pariwisata Okayama, seperti diberitakan CNN Travel.
ADVERTISEMENT
Saking seru dan populernya, Badan Pariwisata Okayama telah menobatkan Hadaka Matsuri sebagai Important Intangible Folk Cultural Asset atau Aset Budaya Rakyat Penting yang Tak Berwujud.
"Kami berharap orang-orang dapat menjaga tradisi ini agar tetap hidup di masa depan," tambah Itano lagi.
Peserta mengenakan cawat berkeliling kota selama festival telanjang di Kuil Saida. Foto: REUTERS / Kim Kyung-Hoon
Hadaka Matsuri kabarnya merupakan revolusi dari ritual pada Zaman Muromachi (1338-1573). Saat itu, penduduk desa berlomba mengambil jimat kertas yang diberikan oleh seorang pendeta di Kuil Saidaiji Kannonin.
Karena banyaknya penduduk desa yang menginginkan jimat tersebut, maka setiap kali ritual pemberian jimat dilakukan, pesertanya pun semakin banyak dan menjadi tradisi.
Seiring dengan banyaknya partisipan, ritual ini pun makin besar dan makin dikenal masyarakat. Demi mendapatkan kertas jimat itu, semua orang akhirnya mau saling menyikut atau mendorong.
ADVERTISEMENT
Aktivitas itu membuat kertas yang dibagikan pendeta jadi mudah sobek. Akhirnya, pendeta mengubah media jimat tersebut dari kertas menjadi kayu.
Peserta mengenakan cawat selama festival telanjang di Kuil Saida. Foto: REUTERS / Kim Kyung-Hoon
Enggak cuma sampai situ saja. Untuk mendapatkan jimat yang telah didoakan sang pendeta, para peserta harus mau bersaing dan berebutan.
Saat itu, mereka menyadari bahwa pakaian yang dikenakan menghalangi ruang gerak. Sejak itulah para partisipan Naked Festival tak lagi mengenakan bajunya ketika mengikuti perayaan.
Ada cerita lain lagi yang menjelaskan latar belakang tak dikenakannya pakaian saat Hadaka Matsuri. Konon, sekitar 1.000 tahun lalu, masyarakat Jepang percaya bahwa telanjang dapat mengusir kejahatan.
Ketika ada kemalangan atau wabah penyakit yang terjadi, seorang penduduk desa yang terpilih akan berjalan tanpa mengenakan pakaian untuk mengelilingi kawasan pemukiman dan 'mengambil' kemalangan para penduduk. Ia kemudian akan dibuang bersama ketidakberuntungan, penyakit, dan kemalangan itu.
Suasana keceriaan di festival telanjang di Kuil Saida. Foto: REUTERS / Kim Kyung-Hoon
Menariknya, Hadaka Matsuri menjadi salah satu festival yang tidak dibatalkan dan tetap berlangsung, walau wabah virus corona dinyatakan telah menjangkiti warga Jepang.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasinya, penyelenggara festival telah mengambil tindakan pencegahan ekstra. Para peserta tak diperbolehkan menggunakan topeng atau penutup wajah selama acara perebutan tongkat Shingi.
Selain itu, panitia penyelenggara juga telah mengatur pemakaian masker dan menyediakan cairan sanitasi untuk membersihkan tangan. Sehingga peserta Festival Telanjang tidak perlu khawatir soal penyebaran virus corona.
Seru sekali, ya. Kamu tertarik mengikuti festival ini?
ADVERTISEMENT