Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi wilayah #DiIndonesiaAja yang ramai dikunjungi wisatawan. Kota ini kaya akan nilai – nilai historis, pendidikan , seni dan budayanya. Sehingga para pengunjung yang telah berkunjung pasti akan dibuat rindu dan ingin kembali lagi ke sana.
Selain budaya dan tempat wisata, Yogyakarta juga lekat dengan kuliner yang menggiurkan. Salah satu tempat wisata kuliner yang terkenal di Yogyakarta adalah Pasar Kotagede. Pasar Kotagede yang terletak di Jalan Mondorakan, Yogyakarta ini menjadi salah satu pasar tradisional tertua di Yogyakarta dan masih bertahan hingga kini.
Pasar yang terletak di Jalan Mondorakan 172 B, Kecamatan Kotagede, Kabupaten Kota Yogyakarta, itu dibangun pada masa Kerajaan Mataram atau era pemerintahan Panembahan Senopati pada abad ke-16 silam. Konon, Pasar Kotagede telah berdiri sebelum Keraton Yogyakarta didirikan.
Selain tempat bersejarah, pasar yang berada di Jalan Mondorakan juga merupakan sentra jajanan tradisional. Pasar Kotagede buka dari pagi hingga malam ini selalu ramai dikunjungi oleh warga sekitar maupun wisatawan.
Untuk itu, berikut lima jajanan tradisional yang wajib dicicipi ketika berkunjung ke Pasar Kotagede.
Cenil
Jajanan tradisional berbahan dasar dari singkong ini merupakan salah satu jajanan pasar yang paling banyak dijual di Pasar Kotagede. Cenil merupakan kudapan yang yang terbuat dari beras ketan.
Teksturnya yang kenyal dan terdiri dari banyak warna menjadi daya tarik makanan manis ini. Selain itu, cenil disajikan dengan taburan kelapa dan gula di atasnya.
Ronanya berwarna-warni, mulai merah, hijau, dan kuning, menjadi daya pikat yang menarik. Cenil biasanya dijual mulai harga Rp 2.000 per bungkus.
Kue Kipo
Kipo menjadi salah jenis makanan melegenda yang ada di Kotagede. Makanan ini bahkan sudah menjadi kegemaran dari masa lalu hingga sekarang.
Nama kue kipo terdengar lucu. Disebut dengan kipo, karena pada zaman dahulu setiap orang yang hendak membeli jajanan ini selalu bertanya iki opo? (ini apa?).
Jika dilihat sekilas, makanan berukuran sebesar ibu jari itu tampak seperti biji petai. Kipo dibuat dari bahan ketan sebagai bahan luarnya serta adonan nangka, kelapa, dan gula merah untuk bagian dalam.
Pembuatan kipo dimulai dari pemilihan beras ketan yang baik yang kemudian dibuat tepung dan dijadikan adonan. Adonan ketan untuk kipo diberi pewarna alami kayu saju dan katu, sehingga terlihat kehijau-hijauan.
Meskipun ukuran kue terbilang mini, banyak orang yang ketagihan karena rasanya yang sangat menggiurkan. Rasa yang lezat ini tidak bisa lepas dari bahan alami yang digunakan dalam pembuatan kipo, yaitu perpaduan antara kelapa parut dengan gula merah, dan dilapisi oleh kulit yang diolah dari tepung ketan.
Adonan tepung ketan dibentuk sebagai kulit luarnya, sedangkan di dalam kulit ketan terdapat isi yang dinamakan enten-enten. Enten-enten ini terbuat dari kelapa muda parut dicampur dengan gula Jawa.
Perpaduan ini diadoni dengan santan dan sedikit garam, kemudian dipanggang hingga menghasilkan rasa yang manis-manis gurih. Selain memang dari aroma bahan bakunya, kesedapan rasa kipo ini juga bergantung dari proses pemanggangan yang dilakukan di atas loyang ataupun cobek.
Legomoro
Selain kipo dan cenil, ada satu lagi makanan khas Pasar kotagede, Yogyakarta, yaitu legomoro. Legomoro tampak serupa dengan lemper, yaitu makanan yang berasal dari ketan dengan isian daging ayam yang dibungkus daun pisang.
Namun, yang menjadi pembeda antara legomoro dan lemper adalah cara membungkusnya. Kalau lemper biasanya menggunakan daun pisang dan lidi di sisi kanan dan kiri, sedangkan legomoro menggunakan daun pisang yang diikat dengan tali bambu. Cara mengikatnya juga sedikit unik, ada yang menggunakan dua tali, ada juga tiga tali.
Konon, nama legomoro diambil dari bahasa Jawa, yakni lego (lego) dan mara (datang) yang memiliki makna kedatangan yang membawa kelegaan hati, atau bisa juga disebut datang dengan hati yang lega.
Pada zaman dulu, legomoro tidak dijual bebas di pasar-pasar tradisional seperti yang terjadi sekarang. Legomoro hanya dibuat saat menggelar hajatan atau waktu-waktu tertentu saja, misalnya pada acara sakral seperti pernikahan.
Legomoro yang disajikan pada tamu memberi makna bahwa si empunya hajat memiliki hati yang lega atau senang karena anaknya akan segera menikah.
Gethuk Tolo
Gethuk merupakan jenis makanan yang mudah dijumpai di mana saja, khususnya di pasar tradisional. Namun, berbeda dengan gethuk pada umumnya yang memiliki bahan dasar makanan yang terbuat dari singkong rebus, kudapan khas Kotagede ini terbuat dari percampuran singkong dan kacang tolo.
Tambahan kacang tolo membuatnya berwarna coklat-merah tua. Sementara teksturnya lebih kasar dibanding gethuk singkong. Rasanya lebih dominan gurih, apalagi ditambah dengan kelapa parut yang membuat gethuk jadi semakin nikmat.
Biasanya, para penjual gethuk tolo juga menjajakan grontol atau jagung pipil rebus dalam satu lapak. Untuk bisa mencicipi gethuk tolo ini, kamu cukup merogoh kocek seharga Rp 2.000 untuk lima potong. Biasanya, gethuk tolo disandingkan dengan teh atau kopi.
Nah, jika ingin mencicipi gethuk ini, jangan lupa juga untuk tetap memperhatikan protokol kesehatan, ya. Selalu rajin mencuci tangan, membawa hand sanitizer, memakai masker, serta menjaga jarak.
Sate kulit dan kepala ayam
Selain berbahan dasar singkong, makanan olahan kulit ayam juga menjadi salah satu jenis makanan yang mudah ditemui di Yogyakarta. Bagian terluar dan paling berlemak dari ayam ini selalu menggoda selera siapa pun yang melahapnya.
Begitu masuk mulut sensasi gurihnya pun langsung pecah. Dijamin satu gigitan saja bisa bikin susah berhenti ngunyah.
Sate kulit dan kepala ayam khas Yogyakarta ini disajikan dengan gaya masakan baceman. Bacem merupakan jenis makanan berbahan dasar kecap dan gula merah yang lekat dengan rasa manis, khas masakan Yogyakarta dan Jawa Tengah, seperti gudeg.
Kedua penganan ini bisa disantap untuk camilan atau bahkan makan yang dihidangkan dengan nasi sebagai lauk. Harga sate kulit ayam biasanya berkisar Rp 5.000 per 4 tusuk. Sedangkan, untuk kepala ayam biasanya dibanderol seharga Rp 7.000.
Bagaimana, tertarik mencicipi aneka kudapan yang melegenda di Pasar Kotagede? Kalau iya, jangan lupa berlibur ke Yogyakarta #DiIndonesiaAja untuk menjelajahi aneka wisata kuliner yang ada di kota pelajar tersebut saat pandemi usai, ya.