kumplus- Opini Arman Dhani- Ilustrasi KDRT

Apakah Pelaku KDRT Bisa Sembuh? Ini Penjelasannya

23 Mei 2024 15:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KDRT. Foto: Opat Suvi/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KDRT. Foto: Opat Suvi/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 50, menyatakan bahwa pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat dijatuhkan pidana tambahan dari hakim, yakni program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu. Lantas, apakah pelaku KDRT bisa sembuh dengan mengikuti konseling tersebut?
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan menjawab pertanyaan tersebut dengan penjelasan lengkap. Jadi, simaklah di bawah ini hingga habis!

Apakah Pelaku KDRT Bisa Sembuh?

Ilustrasi KDRT. Foto: Africa Studio/Shutterstock
Mengutip laman Women’s Resource Center of Northern Michigan, Inc., kekerasan dalam rumah tangga merupakan pola perilaku yang disengaja untuk mempertahankan kendali dalam hubungan. Kekerasan dalam rumah tangga bisa mencakup kekerasan fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga.
KDRT mungkin tak terjadi terus menerus, ada saatnya rumah tangga terasa tenang, tetapi tetap tegang. Pola KDRT ini akan terjadi secara berulang dan kekerasan menjadi lebih intens seiring berjalannya waktu. Pelaku kekerasan umumnya melakukan hal tersebut untuk memberikan rasa takut pada korban dan mempertahankan kendali mereka.
Namun, apakah pelaku KDRT bisa sembuh? Masih disadur dari sumber yang sama, pelaku KDRT memiliki kapasitas untuk berubah, tetapi mereka harus benar-benar ingin dan berkomitmen agar benar-benar bisa sembuh.
ADVERTISEMENT
Menyembuhkan pelaku KDRT membutuhkan waktu yang cukup lama dan prosesnya berkelanjutan, sering kali berlangsung seumur hidup. Beberapa orang mungkin berharap orang-orang yang melakukan kekerasan dapat berubah, tetapi perlu diingat bahwa mereka bisa kembali melakukan kekerasan.
Pelaku harus selalu mengingat bahwa tak ada seorang pun yang pantas untuk disakiti dan dilecehkan. Kekerasan yang dilakukan pelaku juga bukan salah korban.
Kemudian, mengutip National Domestic Violence Hotline, ada beberapa perubahan pada pelaku KDRT yang menunjukkan kemajuan dalam pemulihannya, yaitu:
ADVERTISEMENT

Terapi untuk Pelaku KDRT

Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Seperti yang sudah disebutkan di atas, pelaku KDRT dapat dijatuhkan pidana untuk melakukan konseling. Dihimpun dari Association of Domestic Violence Intervention Provider (ADVIP), salah satu terapi yang disarankan untuk pelaku KDRT adalah Achieving Change through Value-Based Behavior (ACTV).
Terapi tersebut dimaksudkan untuk mengurangi tindakan kekerasan yang dilakukan pelaku secara berulang, sembari membantunya agar mendapatkan hubungan yang sehat. Program ACTV diadaptasi dari terapi perilaku berbasis kebiasaan, yang disebut Acceptance and Commitment Therapy (ACT).
Terapis atau fasilitator mengajak peserta yang merupakan pelaku KDRT untuk menyadari sendiri atas tindakannya dan mengembangkan motivasi untuk berubah.

Penyebab Munculnya Kebiasaan KDRT

Ilustrasi KDRT. Foto: Mary Long/Shutterstock
Perlu ditekankan bahwa KDRT merupakan sebuah pilihan. Meskipun begitu, mengutip laman Good Therapy, ada faktor-faktor tertentu yang membuat seseorang cenderung melakukan kekerasan terhadap orang lain. Namun, tentunya pengaruh-pengaruh tersebut tak bisa dibenarkan.
ADVERTISEMENT
Seseorang yang melakukan pelecehan sering kali merasa memiliki kekuasaan atas korban. Kekuasaan ini dapat berupa status sosial, kekuatan fisik, kekayaan, atau lainnya. Pelaku kekerasan mungkin merasa berhak memperlakukan orang lain sesuai keinginannya.
Beberapa pelaku KDRT melakukan tindakan tersebut oleh karena mereka merasa tak memiliki kekuasaan di tempat lain. Misalnya, pelaku yang baru saja dipecat dari pekerjaannya dan merasa stres, kemudian melimpahkan emosinya kepada pasangan.
Selain itu, masalah harga diri juga bisa menjadi penyebab munculnya kebiasaan KDRT. Mereka mungkin takut pasangan meninggalkannya, sehingga melakukan kekerasan-kekerasan yang membuat korban merasa tak berdaya.
Masalah kesehatan mental juga bisa menyebabkan seseorang cenderung melakukan KDRT. Orang yang memiliki kepribadian narsistik dan kepribadian antisosial adalah faktor risiko kuat terjadinya perilaku kasar. Kemudian, depresi juga umum menjadi faktor penyebab munculnya kebiasaan KDRT.
ADVERTISEMENT
Seseorang yang masa kecilnya menyaksikan atau merasakan kekerasan pun akan cenderung meniru perilaku tersebut. Mereka menganggap bahwa kekerasan adalah cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Terapi untuk Korban KDRT

Ilustrasi KDRT. Foto: TORWAISTUDIO/Shutterstock
Pada pasal 10 Undang-Undang PKDRT, korban kekerasan dalam rumah tangga mendapatkan hak perlindungan dari keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya. Selain itu, juga mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai yang dibutuhkan secara medis, penangan secara khusus berkaitan kerahasiaan korban, pendampingan sosial dan bantuan hukum, serta bimbingan rohani.
Pelayanan kesehatan yang dimaksudkan mencakup terapi psikis. Terapi tak hanya dibutuhkan pelaku, korban KDRT juga membutuhkannya untuk menghindari dampak jangka pendek dan jangka panjang yang lebih parah.
KDRT dapat merugikan korban secara psikologis dan emosional. Merangkum dari laman Thriveworks, berikut ini beberapa terapi untuk korban KDRT:
ADVERTISEMENT

1. Cognitive behavioral therapy (CBT)

CBT dapat membantu korban mengidentifikasi dan mengubah pola pikirnya akibat kekerasan yang diterimanya. CBT berfokus pada peningkatan keterampilan untuk mengatasi emosi dan mengembalikan harga diri korban.

2. Dialectical behavior therapy (DBT)

DBT menggabungkan teknik yang digunakan pada terapi CBT dengan strategi untuk mengatur emosi korban. DBT sangat membantu korban yang bergumul dengan emosi dan kesulitan mengenali pribadinya.

3. Narrative Therapy

Terapi ini dapat membantu korban untuk memandang diri sendiri menjadi lebih baik dan memisahkan hal-hal negatif yang mengganggu pikirannya.
Selain terapi-terapi di atas, masih ada beberapa jenis terapi lainnya yang bisa diterapkan, tergantung kebutuhan masing-masing korban KDRT.
Apabila mengalami atau melihat tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), segera hubungi hotline pengaduan kekerasan pada perempuan dan anak di nomor 129 (telepon) atau 081111129129 (WhatsApp).
ADVERTISEMENT
(NSF)
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten