Role Model WoT Des 2019 - Neneng Goenadi, POTRAIT

Bekerja Pakai Hati Ala Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi

31 Desember 2019 14:24 WIB
comment
22
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sejak Februari 2019 lalu, Grab Indonesia melakukan perubahan struktur manajemen kepemimpinan. Perusahaan yang bergerak di bidang teknologi penyediaan transportasi yang berbasis di Singapura ini menunjuk Neneng Goenadi sebagai Managing Director Grab Indonesia. Neneng menggantikan Managing Director sebelumnya, Ridzky Kramadibrata, yang kini naik jabatan menjadi President of Grab Indonesia.
Sebelumnya, Neneng pernah berkarier di perusahaan konsultan dan servis teknologi, Accenture, selama 28 tahun. Posisi terakhirnya di Accenture adalah Country Managing Director yang ditempatinya sejak September 2013.
Berbekal pengalamannya dalam menangani pelanggan, perempuan lulusan Magister Bisnis Administrasi di Cleveland State University Amerika Serikat ini fokus mengembangkan Grab menjadi perusahaan yang inklusif, baik dari pihak mitra, customer dan karyawan Grab.
Untuk collection Women on Top Desember ini, Neneng Goenadi menjadi sosok pilihan Role Model kami. Ia bercerita mengenai visinya memimpin salah satu perusahaan teknologi penyedia transportasi yang terbesar di Asia dan Indonesia ini. Tak hanya itu, Neneng juga banyak bercerita mengenai tantangan yang kerap dihadapi banyak pemimpin perempuan di perusahaan hingga prinsip yang selalu dipegang teguh dalam menjalankan perusahaan.
Simak perbincangan kami dengan Neneng Goenadi berikut ini.
Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Bagaimana rasanya menjalani karier baru di Grab setelah sebelumnya berkarier di Accenture selama 28 tahun?
Seru sekali. Berbeda dengan pekerjaan sebelumnya. Karena biar bagaimanapun juga, startup itu berbeda. Kulturnya sangat cepat, inovasi hampir selalu ada setiap hari. Cara kami berpikir juga sangat cepat, apa-apa semuanya serba cepat, perubahannya juga cepat. Semua yang kita lakukan berdasarkan data dan sangat powerful dengan bantuan AI (artificial intelligence). Jadi ya, segala sesuatu yang dilakukan dari hari ke hari semuanya memakai AI. Benar-benar implementasi, bukan teori. Kalau dulu saya di kantor konsultan, kita hanya memberikan advice dan lain-lain, tapi ini kami benar-benar melakukannya.
Apa perbedaan terbesar dari pekerjaan Anda sebelumnya dengan sekarang di Grab?
Sebenarnya yang paling terasa adalah bagaimana kami memberikan dampak kepada masyarakat. Bagaimana kami melihat yang tadinya mereka tidak punya pekerjaan atau jobless, sekarang bisa memiliki pendapatan. Banyak juga teman-teman disabilitas yang sering tidak diterima bekerja, padahal kan setiap orang harus mempunyai kesempatan yang sama. Jadi, bagaimana dia, apa pun dia, dengan teknologi di Grab semuanya memungkinkan. Tidak ada lagi perbedaan dan kami harus inklusif.
Memang, salah satu misi Grab itu adalah inclusivity. Kami tidak memandang apa pun, mau dia mitra disabilitas yang tidak bisa berjalan atau mendengar, apa pun bisa dilakukan. Untuk customer yang disabilitas pun juga bisa dibantu, kami ada GrabGerak yang driver-nya sudah dilatih untuk mengangkat orang dari kursi roda atau melipat kursi roda.
Apa saja gebrakan baru yang sudah dilakukan sejak bergabung di Grab?
Sebenarnya ada beberapa hal, tapi di sini kami fokus untuk lebih melayani customer. Contohnya, kami fokus bekerja sama dengan Komnas Perempuan, KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), dan dengan DPP PDI (Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia). Bentuk kerja samanya macam-macam; dengan Komnas Perempuan kami bekerja sama memberikan edukasi kepada mitra tentang pemahaman harassment. Misalnya, ada mitra yang menyapa dengan 'aduh, mba, cantik sekali pagi ini', itu sebenarnya kan tidak boleh, tetapi terkadang mereka tidak tahu. Bisa saja maksudnya baik tapi diterimanya bisa berbeda. Itu juga bukan karena mereka sengaja ingin berbuat macam-macam, tapi karena mereka benar-benar tidak tahu.
Demikian juga dengan KPAI yang membantu mengedukasi mitra, misalnya bagaimana cara menghadapi korban child trafficking.
Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Apa visi yang ingin Anda bangun bersama Grab Indonesia?
Visi ke depannya adalah bagaimana kami memberikan dampak yang benar-benar terasa di masyarakat Indonesia dan bagaimana kami memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mendapatkan pemasukan. Contohnya adalah dengan GrabKios, kalau dulu untuk belanja kebutuhan berjualan di warung harus pergi pagi-pagi sekali ke toko kulakan, sekarang sudah ada teknologi, cukup pesan dari handphone dan barang-barang kebutuhan warung langsung diantar. Terus kami juga membantu mitra dalam menaikkan taraf hidup mereka.
Bicara tentang penumpang perempuan, bagaimana cara Grab memastikan keamanan dari penumpang perempuan?
Pertama, kami dari tahun lalu punya emergency button, kami juga punya share my ride jadi bisa langsung share nama dan nomor telepon penumpang. Kalau dulu mungkin driver suka ganti-ganti akun, pinjam-pinjaman, sekarang sudah tidak bisa karena mereka harus selfie sebagai verifikasi. Dan ada waktu-waktu tertentu nanti dia diminta selfie lagi.
Di dalam mobil juga sudah ada kameranya, jadi kami bisa terus memantau. Sebelum melakukan hal ini, biasanya kita melakukan pilot dulu, apakah ok untuk customer dan mitranya. Karena kami tidak hanya berpikir tentang customer tetapi juga untuk mitra. Kadang tidak hanya driver-nya yang bandel, customer bandel juga banyak. Jadi kami harus tetap melindungi kedua belah pihak.
Apakah ada pembekalan khusus untuk driver perempuan agar lebih aman berkendara?
Kami pernah mengadakan Grab Defense untuk perempuan. Jadi kami ajarkan bagaimana caranya self defense. Terus ada juga perempuan yang ingin hanya mengantarkan makanan atau paket saja, mereka pakai Lady Grab. Alasannya karena merasa lebih nyaman dalam mengantar barang atau makanan, dibandingkan membawa penumpang.
Kadang saya juga sedih, mereka bilang kalau dapat penumpang laki-laki sering di-cancel. Penumpangnya tidak mau. Kadang ada penumpang yang minta dia menyetir motornya, dan driver kita yang harus duduk di belakang. Belajar dari hal ini, kami tidak bisa berikan asumsi terhadap itu semua, tetapi kita akan memfasilitasi itu semua. Kembali lagi, pada dasarnya adalah inklusivitas.
Lalu bagaimana cara Grab mendukung kesetaraan gender dalam lingkungan kerja?
Kami semua di sini inklusif. Mau inklusif ke mitra, customer atau karyawan, semuanya sama. Tidak ada perbedaan, yang penting kamu memiliki kompetensi yang dibutuhkan, bekerja dengan baik, give the best. Karena semua itu, termasuk karier kita, adalah kita sendiri yang menentukan.
Apa prinsip yang selalu Anda pegang teguh dalam memimpin perusahaan?
Nomor satu, integritas itu penting sekali. Kedua, saya selalu bilang I always do my best, no matter how small is the world. Jadi tidak memilih-milih dalam bekerja. Orang tidak bisa langsung berada di atas, harus mendaki dulu. Lalu, pada waktu memulai pekerjaan jangan sombong. Misalnya, hanya mau pekerjaan tertentu saja. Tidak bisa begitu, kalau dari hal kecil kamu sudah tidak do your best, pekerjaan yang kecil saja tidak bisa dikerjakan, bagaimana dengan pekerjaan yang besar? Jadi, you always have to do your best di mana pun dan apa pun yang kamu kerjakan.
Selain itu, banyak orang yang maunya menuntut dulu. Seharusnya tidak. Prove it first dan yang lainnya akan datang. Itu prinsip saya. Dan kalau kerja itu harus pakai hati, punya ownership (rasa kepemilikan) dan komitmen. Jadi orang akan melihat hasil kerja Anda. Hal ini bukan sesuatu yang mengharuskan orang untuk sekolah tinggi-tinggi, it's all build from you, from your motivation.
Kalau saya, motivasinya selalu 'I will do my best, I treat this as mine', apa pun itu selalu saya kerjakan yang terbaik, pakai hati dan tidak hitung-hitungan. Satu lagi, kita tidak perlu sombong karena dunia itu berputar, titel jabatan itu sementara, jadi kita harus baik terhadap semua atasan, bawahan, samping kiri dan kanan, depan dan belakang. Tidak ada salahnya kalau kita nice to everyone.
Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi (tengah) dalam acara CEO Talks di The Sultan Hotel, Jakarta, Rabu (10/4). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Menurut Anda apa pentingnya memiliki pemimpin perempuan dalam sebuah organisasi?
Berdasarkan riset di perusahaan sebelumnya dan akhirnya memang saya rasakan sendiri, leadership position yang diverse itu membuat company menjadi high performance. Artinya apa? Sekarang semua orang bilang diversity is important, karena memang masuk akal kalau dipikir kembali.
Kebayang enggak, kalau semua leader pemikirannya sama, latar belakangnya sama, jadi ketika ada masalah semua pikirannya sama, kan bingung, ya? Nah, riset itu make sense. Kelihatan kalau diversity itu, dalam hal apa pun termasuk suku dan agama, pasti bisa memberikan angle yang berbeda.
Apa tantangan yang dihadapi saat bekerja sebagai pemimpin perempuan?
Saya selalu bilang, sebenarnya perempuan itu lebih banyak untungnya daripada tidak untungnya. Karena kita itu selalu menggunakan logika dan hati. Berdasarkan penelitian, terkadang kita hanya takut dengan bayangan kita sendiri sebagai perempuan. Kita merasa banyak mitos-mitos tentang perempuan yang sulit diterima di tempat kerja.
Namun saya tidak pernah merasakan itu selama saya bekerja. Jadi saya bisa bilang, banyak sekali mitos yang tidak benar. Memang biar bagaimana pun, perempuan dan laki-laki berbeda, tetapi yang harus kita bina di dalam diri sendiri adalah kita tidak perlu memikirkan apa kata orang. Karena perempuan kan terkadang banyak mikir dan pertimbangannya, takut diomongin ini-itu segala macam, kadang takut dengan bayangan dan pemikiran diri sendiri. Nah, itu yang harus dilewati.
Dunia profesional menurut saya tidak ada perbedaan, tetapi lebih ke bagaimana kita menempatkan diri. Dan di Grab, sama sekali tidak ada perbedaan. Mau daftar ke Grab, tidak akan ditanya perempuan atau laki-laki, yang penting dia punya skills yang diperlukan.
Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Bisa ceritakan salah satu pengalaman Anda dalam menghadapi tantangan ketika mendaki jenjang karier?
Saya punya satu cerita, dulu di konsultan kan kerjanya 24 jam, 7 hari seminggu. Waktu awal-awal saya punya anak, pernah suatu kali anak saya sakit, suami dirawat di rumah sakit dan saya harus meeting di kantor hari Sabtu. Saya berpikir, saya tidak bisa seperti ini. Akhirnya saya minta resign, tapi tidak boleh. Ok, saya slowing down dan mengatur waktu sendiri. Saya minta dipindahkan ke posisi lain, ke bagian keuangan. Sampai anak saya umur 5 tahun dan sudah bisa dilepas, baru saya balik lagi ke posisi sebelumnya yang bertemu dengan klien. Biar bagaimana pun, support dari keluarga sangat penting. Itu nomor satu untuk saya.
Terakhir, adakah pesan-pesan yang ingin disampaikan untuk perempuan lain yang bercita-cita ingin menjadi pemimpin di perusahaan besar?
Kalau menurut saya, do your best. Atasi ketakutan di dalam diri. Perempuan sama seperti laki-laki, tidak perlu gengsi, sombong, takut dengan hal apapun, jangan overthinking dulu. We make mistake and we learned from our mistake and move on. Ini adalah kekurangan perempuan dan ini ada di riset saya dulu di tempat kerja sebelumnya.
Perempuan itu tidak berusaha mencari mentor di perusahaan, berbeda dengan laki-laki yang semua seniornya dijadikan mentor. Kalau perempuan tidak. Kalau misalnya ditanya, siapa yang mau kerjakan project, yang angkat tangan pertama kali pasti bukan perempuan, karena mereka mikirnya panjang.
Selain itu, harus sekali networking. You have to network. Nah, perempuan sering malas dan lebih memilih di rumah saja. Padahal, sukses bisa dicapai dengan usaha. Jangan hanya mau berharap bahwa orang akan melihat hasil kerja kita saja, tidak boleh seperti itu.
Kemudian, jangan ragu untuk bertanya kapan kita bisa dinaikkan jabatan. Kalau laki-laki ngomongnya lebih enak, tapi kita agak segan. Hal ini terjadi di semua negara, tidak hanya di Indonesia saja, we are facing the same problem.
Kalau kita ingin menjadi pemimpin di perusahaan besar, harus banyak orang tahu siapa kita. Kalau sudah kerja mati-matian tapi hanya ngumpet di belakang saja dengan harapan orang-orang akan mengetahui kamu, sepertinya hal itu tidak akan terjadi.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten