Bra Dianggap sebagai Belenggu terhadap Perempuan, Apa Sebabnya?

14 Oktober 2020 16:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi bra. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi bra. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sejak diciptakan pada 1910 silam oleh perempuan asal Eropa, Mary Phelps Jacobs, bra menjadi salah satu pakaian dalam yang wajib bagi sebagian perempuan. Tujuannya adalah untuk melindungi payudara dari gesekan, tekanan, hingga membuat payudara tetap kencang dan bentuknya tak berubah. Maka tak heran, bra menjadi pakaian yang terus digunakan hingga saat ini dan bahkan hadir dalam berbagai jenis sesuai dengan kegunaannya.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata, ada sebagian perempuan yang justru menganggap penggunaan bra adalah bentuk kungkungan terhadap kebebasan berpakaian mereka. Perempuan seolah-olah dipaksa untuk mempercayai ide pemakaian bra adalah wajib dilakukan agar sesuai dengan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Mereka yang memakai bra dianggap sebagai perempuan 'jinak' dan penurut, sedangkan perempuan yang tak memakai bra disebut-sebut pembangkang.
Ilustrasi melepas bra. Foto: Shutterstock
Bra dianggap sebagai belenggu fisik yang memaksa perempuan untuk memakainya dan menindas mereka sehingga tak punya kebebasan dalam kemerdekaan tubuhnya. Terlebih, budaya patriarki yang ada di kehidupan sosial kerap menghubungkan perempuan dengan payudara yang terekspos sebagai objek fantasi seksual.
Melansir Business Insider, perempuan yang memilih untuk tak memakai bra mempunyai beberapa alasan. Salah satunya adalah alasan ketidaknyamanan dan alasan yang berkaitan dengan masalah kesehatan.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah riset yang dilakukan IFL Science selama 15 tahun kepada 330 perempuan berusia 18 hingga 35 tahun, peneliti meyakini bahwa perempuan muda yang terbiasa tak menggunakan bra akan memiliki jaringan yang lebih kuat untuk menopang payudara. Mereka juga mengklaim bahwa penggunaan bra dalam jangka panjang bisa mengganggu sirkulasi darah dan akan mempengaruhi warna kulit payudara.
Meski begitu, menurut pemimpin riset, Jean-Denis Rouillon, jumlah perempuan yang dijadikan sampel penelitian belum bisa mewakili populasi secara keseluruhan. Sehingga diperlukan riset lain yang lebih mendapat untuk bisa memahami dampak negatif dan positif dalam penggunaan bra.
Selain itu, ada juga alasan perempuan untuk tak memakai bra karena keuangan yang tidak mencukupi, hingga alasan sosial seperti bentuk penerimaan diri (self-acceptance) dan ekspresi kebebasan dalam berpolitik. Hal ini terjadi pada protes yang dilakukan oleh sejumlah perempuan pada 1968 silam di Amerika Serikat, ketika para perempuan di New Jersey ramai-ramai turun ke jalan memprotes ajang kecantikan Miss America Contest yang hanya menampilkan perempuan kulit putih dengan standar kecantikan yang jauh di atas rata-rata.
Protes Miss America Contest 1968. dok. History
Mereka melakukan protes di jalan sambil menenteng bra mereka, kemudian membuangnya ke tempat sampah dan membakar bra beserta benda yang sering diidentikan dengan perempuan, seperti lipstik. Aksi ini disebut-sebut sebagai awal dari Anti-bra Movement atau pergerakan tanpa bra karena perempuan tak ingin terbelenggu dengan norma sosial yang ada. Mereka tak ingin bra dijadikan 'senjata' untuk mengontrol diri mereka agar patuh terhadap aturan dan harus bersikap selayaknya perempuan 'jinak' di depan publik.
ADVERTISEMENT
Namun yang terjadi justru sebaliknya, perempuan yang tak memakai bra dalam kehidupan sehari-hari banyak mendapatkan pelecehan seksual. Anak gadis di China, Malaysia, Kanada, Inggris dan Amerika Serikat dilecehkan dan diproses hukum karena tak mengenakan bra. Karyawan perempuan bahkan menuntut perusahaannya yang memutuskan kontrak kerja hanya karena mereka memilih untuk tidak memakai bra di kantor, hingga kritik atas kegagalan edukasi kepada anak laki-laki yang justru banyak melakukan pelecehan seksual pada perempuan.

Anti-bra Movement di seluruh dunia

Isu tentang kewajiban untuk memakai bra ini akhirnya beredar ke seluruh dunia. Berbagai gerakan anti-bra banyak dilakukan oleh para perempuan, beberapa di antara adalah tokoh-tokoh yang berpengaruh. Salah satunya adalah jurnalis asal Prancis, Sabina Socol, yang mengaku bahwa ia tak memakai bra saat memberikan laporan di depan kamera.
Ilustrasi Tak Memakai Bra Foto: Shutterstock
Ada pula mantan model dan ibu negara Prancis, Carla Bruni, yang kedapatan menghadiri jamuan makan malam dengan mengenakan dress ketat tanpa bra. Selebriti dan tv personality asal Inggris, Charlie Dimmock, juga selalu tampil tanpa bra saat tengah menjadi presenter untuk acara yang dipandunya.
ADVERTISEMENT
Beberapa selebriti Hollywood seperti Kim Kardashian, Chrissy Teigen, Bella Thorne, Kendall Jenner, Demi Lovato, Jennifer Lawrence hingga Rihanna juga turut mendukung gerakan #freethenipples yang digaungkan secara online melalui media sosial masing-masing. Bahkan, Rihanna pun pernah mengeluarkan pernyataan "bila saya mengenakan atasan, saya tak perlu mengenakan bra".
Gerakan ini juga mampir di sejumlah negara di Asia. Beberapa kota di China seperti Shanghai dan Beijing juga mempopulerkan tren braless atau yang sering disebut dengan 'free the boobs'. Di Afrika, sejumlah selebriti seperti Vera Sidika dan Janet Mbugua juga mengikuti gerakan ini dengan tampil tanpa bra di depan kamera.

Menginspirasi lahirnya No Bra Day

Bra. Foto: Thinkstock
Berbagai gerakan Anti-Bra Movement, free the boobs atau #freethenipples diklaim menjadi sebuah inspirasi bagi gerakan No Bra Day yang diperingati setiap tanggal 13 Oktober. Sebenarnya, tak ada yang tahu pasti kapan dan bagaimana tradisi No Bra Day berawal. Tetapi, ada yang meyakini bahwa No Bra Day terinspirasi dari kampanye ahli bedah plastik yang berpraktik di Toronto, Kanada, bernama Dr. Mitchell Brown.
ADVERTISEMENT
Ia menginisiasi BRA (Breast Reconstruction Awareness) Day yang untuk meningkatkan kesadaran perempuan tentang screening kanker payudara, mengingatkan perempuan akan gejala kanker payudara, hingga mendorong perempuan untuk melakukan pemeriksaan dini secara teratur.
Bra khusus penderita kanker payudara Foto: Dok. AnaOno
Sejak saat itulah, No Bra Day dipopulerkan di Amerika Serikat oleh pengguna media sosial oleh Anastasia Doughnuts pada 9 Juli 2011. Setiap tahun hingga 2013, ia menyuarakan kampanye tersebut di tanggal yang sama. Namun sejak 2015, No Bra Day secara resmi diperingati setiap tanggal 13 Oktober karena bertepatan dengan bulan kesadaran kanker payudara.
Sesuai dengan namanya, saat peringatan No Bra Day, perempuan diberi kesempatan untuk tidak mengenakan bra seharian penuh saat melakukan kegiatan. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kepedulian terhadap penderita kanker payudara. Meskipun ternyata menurut penelitian dari Fred Hutchinson Cancer Center di Seattle, AS, pada 2014, peneliti menemukan fakta bahwa tidak ada kaitan antara penggunaan bra dengan peningkatan risiko kanker payudara.
ADVERTISEMENT