Cerita Suka Duka 4 Perempuan Indonesia yang Merayakan Lebaran di Luar Negeri

14 Mei 2021 15:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
4 Perempuan yang rayakan Lebaran di luar negeri. Foto: ist
zoom-in-whitePerbesar
4 Perempuan yang rayakan Lebaran di luar negeri. Foto: ist
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di saat masyarakat Indonesia merayakan momen Lebaran bersama keluarga meski hanya secara virtual, namun ada sebagian orang yang tidak bisa merayakannya bersama karena jauh dari keluarga. Hal ini juga dirasakan oleh keempat perempuan asal Indonesia yang saat ini sedang tinggal di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Mereka menjalani momen Lebaran di tengah keterbatasan dan suasana yang sangat jauh berbeda dari Indonesia. Meski demikian, hal tersebut tak memadamkan semangat mereka dalam menyambut Idul Fitri yang hanya datang satu tahun sekali.
Kepada kumparanWOMAN, keempat perempuan ini turut menceritakan pengalamannya menjalani Lebaran di luar negeri dengan segala suka-duka yang dilaluinya. Seperti apa kisahnya? Simak cerita lengkapnya berikut ini.

1. Saniah Herlina, Swedia: Tidak bisa makan ketupat selama tinggal di Swedia

Sudah empat tahun tinggal di Swedia, momen Lebaran di sini sangat sepi tidak ada apa-apa, apalagi suara takbir. Tradisi aku dan keluarga di sini kurang lebih sama, kita masak lauk ciri khas Lebaran dengan semua keterbatasan bumbu yang ada. Ya ampun, tobat aku. Capeknya bukan main. Jadi akhirnya hanya masak seadanya tanpa ketupat dan buras. Bisa dibilang sudah empat kali Lebaran aku tidak makan ketupat dan buras.
ADVERTISEMENT
Di sini juga tidak ada salat Id karena masjid hanya ada di kota besar saja. Memang, ada komunitas muslim imigran yang mengadakan salat Id, tapi terbatas hanya untuk laki-lakinya saja. Jadi kami yang perempuan hanya salat Id di rumah. Kebetulan aku juga punya adik yang tinggal dekat denganku, jadi kita berdua saja Lebarannya.
Yang dikangenin dari momen Lebaran pastinya kumpul dengan keluarga besar, ke makam almarhum bapak dan lihat dekorasi Lebaran di mana-mana. Bahkan aku juga kangen lihat iklan sirup dan makan santapan Lebaran buatan mamaku.

2. Bimbie Nursukma, Australia: Salat Id di Sydney harus registrasi agar dapat kuota, tempuh perjalanan 1,5 jam untuk ke masjid

Ini adalah Lebaran ke-3 aku di Australia dan ke-6 kalinya Lebaran di luar negeri. Sebelumnya aku kerja di Korea Selatan selama 4 tahun dan tidak pernah bisa salat Id karena bentrok dengan jadwal kerja sebagai kru kapal pesiar.
ADVERTISEMENT
Untuk salat Id di Sydney durasinya panjang, dari jam 7 sampai 9 pagi. Tapi berhubung masih corona, jadi sebelum ke masjid kita harus registrasi dulu biar dapat slot, kalau slotnya penuh kita bisa cari masjid lain. Karena masjidnya jauh dari rumah saya, sekitar perjalanan 1,5 jam, jadi saya harus berangkat jam 5 pagi atau menginap di rumah teman. Tapi hal itu tidak mengurangi suka cita Lebaran, jadi tetap saya nikmati.
Pengalaman Lebaran di luar negeri yang berkesan adalah cari teman yang open house. Biasanya teman sekolah, teman kerja atau teman main open house jadi saya ke sana bawa kue Lebaran yang saya buat sendiri, di sana saya bisa makan opor dan ketupat. Tapi dari itu semua, hal yang paling aku kangenin saat Lebaran adalah foto-foto bareng keluarga pakai baju seragam. Sudah enam tahun aku tidak pernah melakukan itu.
ADVERTISEMENT

3. Anastasia, Jerman: Tak ada perayaan Idul Fitri karena tinggal di kota kecil

Sejak 2019 tinggal di sini mengikuti suami bekerja, perayaan Lebaran hampir tidak ada. Tak ada azan atau suara masjid untuk bangunin sahur, cuma mengandalkan azan dari HP saja.
Aku tinggal di kota kecil, jauh dari kota besar seperti München atau Frankfurt. Mungkin kalau yang tinggal di kota besar, mereka bisa ke Kedutaan Indonesia yang ada open house atau bertemu sesama muslim Indonesia. Kalau di kota aku, di sini sama sekali tidak ada suasana Lebaran. Bahkan saat 2019 aku sedang ada kelas bahasa Jerman pagi hari dan kalau sekolah tidak bisa izin tidak masuk, harus ada surat dari dokter jika tidak masuk sekolah. Alhasil aku salat Id sendiri di rumah.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, aku belum merasakan pengalaman lebaran yang berkesan di Jerman. Tahun 2020 dan tahun ini pun masih corona, jadi aku belum bisa bertemu siapa pun. Ramadhan tahun lalu dan tahun ini jatuh pada saat lockdown, semua restoran tutup dan tidak diperbolehkan untuk bertemu lebih dari 1 orang yang bukan keluarga inti.

4. Yuriko Kusumawati, Jepang: Tak bisa kumpul di KBRI Tokyo karena pandemi

Sebelum pandemi, biasanya bisa salat bersama di KBRI Tokyo atau di Masjid Camii. Dulu saat Lebaran 2019, saya habiskan waktu di KBRI Tokyo. Di sana ada salat Id bersama setelah itu ada acara halal bi halal dan makan-makan di KBRI Tokyo. Siapa pun warga Indonesia boleh datang dan merayakan lebaran di KBRI Tokyo. Acara di KBRI Tokyo sangat ramai, semua warga Indonesia berkumpul di sana.
ADVERTISEMENT
Tetapi setelah pandemi, tidak bisa salat bersama dan tidak bisa kumpul di KBRI Tokyo. Di Jepang pun tidak ada tradisi Lebaran jadi kita semua hanya merayakan sesama umat Muslim saja. Jadi, acara buka bersama dan Lebaran dirayakan bersama teman-teman Indonesia yang tinggal di Jepang. Saat Lebaran, tidak ada tanggal merah di sini. Jadi bagi yang merayakan Lebaran harus tetap bekerja, seperti hari-hari biasanya.
Hal yang paling berkesan saat Lebaran adalah Halal bi Halal di rumah teman dan berkumpul sesama warga Indonesia. Kebetulan ada satu teman kami yang jago masak makanan Indonesia jadi kita berkumpul di rumah beliau untuk makan masakan Indonesia. Sebetulnya saya juga rindu suasana Lebaran di Indonesia, saat harus belanja kaftan di Tanahabang atau Thamrin City. Saya juga rindu malam takbiran.
ADVERTISEMENT
****
Saksikan video menarik di bawah ini: